// Posted by :darakyu706 // On :Friday, September 24, 2010

Chapter Three: The Passion, Hana





“Kau bilang apa, Miyu? Elemen?”, Kata Hana sambil membawa sushi yang dibelinya dari kantin sekolah.

“Ya”, ucapku sambil mengunyah roti melon.

“Tapi apa itu? Maksudmu iklan yang menampilkan cowok-cowok berperut kodok itu?”, Sakura menunjuk-nunjuk wajahku dengan garpunya, aku tertawa.

“Nah tinggalkan urusan perut kodokmu, yang kumaksudkan disini adalah unsur-unsur alam. Fire, Water, Wind, Earth, Thunder. Kelima elemen yang menjadi tonggak alam.”

“Miyu, sepertinya kau harus keluar dari klub itu. Mereka itu sekumpulan orang-orang yang sakit jiwa!” katanya sambil melahap sushi-nya.

“Sakit jiwa katamu? Jadi kau mau bilang Kaito itu sakit jiwa? Hey! Bahkan Daichi si ketua OSIS itu pun ada disana!”, ujarku mencoba menjelaskan.

Hana tersedak sushi-tuna-nya. Sakura menabok punggungnya.

“Kau bilang ap--?”, Hana membatu. Bukan karena tabokan Sakura tapi ketika melihat seseorang yang jangkung menghampiriku.



Seketika suasana kantin berubah menjadi hutan. Anak-anak perempuan mengeluarkan teriakan yang memekakkan telinga. Walau biasanya kantin selalu liar dengan orang-orang yang kelaparan tapi dengan adanya sesosok pria jangkung ini, kantin menjadi lebih ganas dari biasanya dari yang pernah kuingat.



“Miyu, bisa kita bicara sebentar?”, Daichi memberiku isyarat mengikutinya dengan tangannya.

“Err.. okay”, aku pun mengikuti dibelakangnya dengan beribu tatapan anak-anak perempuan yang tajam menusuk di sekelilingku. Aku merasakan firasat buruk dan hanya menunduk ketika mengikutinya.

Daichi membawaku ke taman belakang sekolah, aku terus menunduk mengikutinya. Menghindari tatapan anak-anak perempuan yang liar seakan mereka ingin mengulitiku.

Tiba-tiba dia berhenti dan aku menabrak punggungnya. Kenapa sih aku selalu menabrak orang ini?



“Kaze memintaku untuk memberikanmu ini”, kata Daichi sambil memberiku sesuatu.

“Gelang?”,

“Aku juga tidak tahu pasti untuk apa nanti kau tanyakan Kaze saja.” Ucapnya,”Sudah ya”

Dia tersenyum dan melesat pergi. Ketua OSIS, pasti sibuk sekali, pikirku. Belum lagi menghadapi fans-fans fanatiknya, batinku geli.



“Hana kau tidak apa-apa? Tumben kau diam hari ini biasanya selalu menggosip,” tanya Sakura sambil mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda.

Aku juga merasakan hal yang sama, aneh. Kenapa Hana jadi diam setelah melihat Daichi? Atau mungkin kutanyakan saja?







“Jadi, kau kenapa, eh? Kau sakit?”, Sakura masih penasaran akan sikap membisu Hana.



Hari ini kami pulang bersama. Kami lebih suka pulang berjalan kaki karena kami jadi punya waktu untuk mengobrol lebih banyak dibanding saat berbisik di jam pelajaran berlangsung.

Hana berhenti. Aku dan Sakura pun terheran-heran dan segera memandangnya.

Sakura berbisik di telingaku,”dia tidak kesurupan kan?”, ujarnya khawatir.

“Miyu, Sakura.. ada yang ingin aku nyatakan”, ucpanya sambil menggosok-gosokkan tangannya.

“Apa?

“Aku… sebenarnya.. uhm..”, dia memilin-milin jarinya.

“Apa sih?”, Sakura mulai tidak sabar.

“Aku.. sudah lama… menyukainya”, wajahnya memerah dan dia menunduk malu.

“Eh, siapa maksudmu?”, tanyaku masih bingung.

“Daichi”, bisik Hana, suaranya sangat pelan sampai seperti mau hilang.



Ah! Itu dia! Itu kenapa dia membatu setelah melihat Daichi. Haha, aku mengerti sekarang.



“Serius nih?”, tanya Sakura, “kenapa tidak kau tembak saja Daichi?”

“A-aku tidak berani!”, wajah Sakura memerah seperti tomat. “Lagipula dia idola di Raigaku ini, aku tidak pantas memilikinya”.

“Hana, kalau tidak dicoba kita tidak akan tahu, kan? Mungkin saja dia punya perasaan yang sama denganmu, lebih baik kau nyatakan daripada kau menyesal nanti.” Ucapku sok bijak.

“Tapi aku.. tidak punya keberanian..”.

“Kenapa kau menyukainya?”, Sakura mulai beraksi seperti ibu yang menginterogasi anaknya. “Jangan bilang kau hanya menyukai wajahnya, kalau seperti itu kau tidak berbeda dari fans-fans fanatiknya!”.

“Tidak. Dulu dia pernah menolongku sewaktu aku ingin dihukum oleh guru fisika kita. Aku tahu itu hanya kewajibannya sebagai ketua OSIS, tetapi hatiku jadi berdebar setiap kali melihatnya setelah kejadian itu. Aku menyadarinya aku mulai menyukainya”. Dan wajahnya semakin memerah.

“Jadi begitu”. Ucap Sakura

“Tapi bagiku, cukup hanya memandangnya saja aku sudah lega, tidak apa kalau aku tidak bisa berpacaran dengannya. Walau aku menyukainya, tapi aku tidak bisa memaksanya, kan?”, Suara Hana gemetar

“Tapi apa kau tidak menyesal? Cukup dengan hanya memandangnya saja, apa kau tidak apa-apa kalau suatu saat Daichi punya pacar?”

Hana terdiam. Aku melihat tangannya agak gemetar.

“Hana”. Aku memegang pundaknya. “Aku akan membantumu”.















Setiap tahun Raigaku selalu mengadakan acara pentas seni. Hal ini dimaksudkan untuk membangkitkan kreatifitas warga Raigaku. Acara ini juga dihadiri oleh murid-murid sekolah lain, hal ini tentu menambah semangat para makhluk Raigaku.



“Jadi tahun ini kelas kita akan mengadakan pertunjukan drama “Snow White”.” Ucap sang ketua kelas. “Ada yang ingin mencalonkan diri untuk menjadi pemeran utama? Atau punya usul? Silahkan angkat tangan.”

Tiba-tiba tangan Sakura dengan cepat meluncur ke atas.



“Saya punya usul ketua!”, sambungnya,”bagaimana kalau yang jadi pemeran Snow White-nya Miyu saja dan pangerannya Kaito!”, ucapnya sambil terkekeh.

WHAT?!

“Sakura.. kau cari mati ya?”, ucapku menghardik dari belakang.

“Baiklah siapa yang setuju?”, ucap ketua kelas. Lebih dari separuh kelas mengangkat tangan.

“Tunggu! Aku tidak mau jadi pemeran utama!”, ucapku, lalu melirik ke Kaito. Oh tuhan kenapa di saat seperti ini dia malah tidur?!

“Terlambat Miyu, kau sudah terdaftar menjadi pemeran utama, catat itu sekretaris”.



Dasar, tidak ada yang mau repot, kesalku.

“Kaito, kaito bangun”, ucapku sambil menggoyang-goyangkan badannya.

“Hnn?”, dia bangun dan menguap. ”Da pa sih?”, sepertinya jiwanya belum sepenuhnya terkumpul.

“Lihat! Kau jadi pemeran utama pangeran!”.

“Biar saja”, ucapnya lalu kembali tertidur.

Ukh. Apa-apaan sih dia? Kenapa dia juga ikutan setuju?

“Awas kau Sakura..” ucapku sambil menggeram. Dia malah mencuatkan 2 jarinya keatas sambil menjulurkan lidah.

“Latihan dimulai besok di aula Raigaku ya”. Ucap ketua kelas.





TBC