CLICK! <<<<<< Sebelumnya
"Kau tidak bawa payung?"
Aku tersentak kaget. Sosok lelaki tegap berdiri di sampingku saat aku termangu menatap hujan. Memang, aku sering sekali melupakan benda yang satu itu. Di saat aku membawa payung lantas hari tidak hujan, ketika aku meninggalkannya di rumah aku terjebak dalam hujan. Alam selalu mempermainkan diriku.
"Tidak." ujarku sambil menahan angin dingin dari semburat hujan.
"Ini, pakailah." katanya sembari menyodorkan payungnya yang berwarna biru aquamarine. Dia lalu merogoh isi tasnya dan mengambil payung yang lain berwarna abu-abu. Heran menurutku, kenapa lelaki ini membawa dua payung ke sekolah? Atau memang dia sengaja untuk mengambil kesempatan jika ada gadis yang kelupaan membawa payungnya?
"Kau tidak mau pulang?" katanya lagi.
Aku tidak tau mau bagaimana membalas ucapannya. Aku hanya diam dan memperhatikan payung birunya yang sekarang ada di tanganku.
"Terima kasih." ujarku dengan gigi bercatrukan, menggigil kedinginan.
Entah bagaimana, lelaki itu kemudian melepaskan jaket coklatnya dan memakaikannya di tubuhku. Sekali lagi aku terkejut melihat sikapnya.
"Pakai saja. Kau bisa mengembalikannya kapan saja, lagipula kita satu sekolah."
"Terima kasih." aku mengucapkannya lagi, kali ini aku merasa wajahku memanas.
***
"Kyaaaaaaaaa!!! Shoot kak!! Baguuuuus!!!"
Saat istirahat. Saat yang tepat untuk melihatnya. Belakangan aku baru mengetahui namanya, Ray. Kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu. Dan aku masih belum mengembalikan jaketnya. Dia pun tidak pernah menemuiku untuk memintanya kembali. Mungkin pun dia sudah melupakan kejadian hari itu. Tapi tidak bagiku, semenjak saat itu, bola mataku rasanya tidak pernah lepas darinya. Hal itu terus kulakukan hampir setahun lebih. Aku hanya bisa mengamatinya dari jauh. Seperti sekarang ini, saat dia bermain basket bersama teman-temannya. Mataku tak pernah lepas dari sosoknya yang tinggi menjulang di lapangan. Sementara para juniorku, anak-anak kelas satu, bersorak sorai untuknya dari lantai dua. Tepat di balkon kelasku yang memang menghadap langsung ke lapangan. Sejak dia bergabung di klub basket dan bersama timnya mewakili sekolah kami memenangkan kejuaraan nasional antar sekolah, Ray memang menjadi idola di sekolah ini. Itu mengapa aku lebih suka memandanginya dari jauh. Aku merasa banyak anak perempuan yang sengaja memilih untuk masuk ke sekolah ini hanya untuk bisa mengenalnya, dan benar saja, sekarang dia punya banyak pengagum, selain aku tentunya.
Sebenarnya aku ingin mengenalnya lebih jauh, aku ingin mengembalikan jaketnya, tapi aku terlalu malu untuk berbicara dengannya. Sejak hari itu aku merasa aku menyukainya. Tidak banyak orang yang menyadari keberadaanku. Biasanya mereka hanya melewatiku begitu saja. Bagaimana pun kebanyakan lelaki di sekolah hanya tertarik pada gadis cantik atau gadis populer saja.
"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!! Kak Ray masukin kak, shoot kak!! Shoot!!!"
Teriakan dari para gadis-gadis juniorku ini benar-benar memekakkan telinga. Apa boleh buat aku pun memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
"Haaah, dasar mereka ini."
Post a Comment