// Posted by :darakyu706 // On :Friday, September 24, 2010

Chapter Four: He’s Returned!



Hah. Bagus benar. Kehidupanku di sekolah ini yang kukira akan berjalan normal ternyata jauh dari kesan seperti itu. Aku malu sekali. Aku paling tidak suka untuk tampil di depan umum. Aku tidak suka tatapan orang-orang yang menatapku tajam.



“Miyu! Miyu! Kami ukur dulu ya!” kata anak-anak bagian kostum memulai pengerjaan membuat kostumku untuk pentas. Aku pun pasrah untuk diambil ukuran tubuhku.

Aku melirik ke Kaito. Padahal dia bilang malas tapi toh, dia menghapalkan dialog dengan sungguh-sungguh. Cih. Aku tidak bisa menghindar lagi.

“Miyu! Kemari! Kemari!” ucap Sakura memanggilku. Nampaknya dia akan berperan sebagai kurcaci.

“Ada apa?”

“Ini naskahmu”, katanya,”aku tidak menduga ternyata Kaito mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, ini bisa jadi kesempatanmu kan?”, katanya sambil berkedip kepadaku.

“Hah?”

“Miyu, sebentar aku ukur lenganmu”, ucap Hana. Dia membantu di bagian kostum. Hana mengukur panjang lenganku. Memang sih, pikirku. Kaito tampak mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, Kaito yang suka tidur itu. Hebat. Aku tidak pernah bisa menebak bagaimana jalan pikirannya.



“Miyu, apa kau sudah baca naskahnya?” tanya Hana.

“Eh? Belum sih, memang kenapa?”.

“Coba kau baca bagian akhirnya.”

Aku membuka beberapa lembar naskah untuk peranku. “Dan pangeran pun mencium Snow white untuk mematahkan kutukan sihir sang ratu.” Ucapku. Tunggu. APA?!

“Jadi, Miyu, kau sudah siap?” tanya Hana sambil terkekeh.

Tunggu. Ini bercanda kan? Ini kan pentas seni sekolah, masa sih ada adegan berciuman?

“Hana, ini tidak mungkin terjadi kan? Ini kan pentas sekolah semua guru akan melihat. Pasti akan dihilangkan kan?”

“Yah, aku tidak tahu pasti yang menulis cerita naskahnya kan bukan aku. Coba kau tanya sutradara”.

Mataku menyapu aula sekolah mencari sang ketua kelas, dia bertugas sebagai sang sutradara. Lalu aku menghampirinya.

“Ketua, ada yang ingin aku tanyakan”. Ucapku.

“Ya, silahkan saja, Miyu”

“Ini, aku membaca di bagian akhir naskah, ada adegan berciuman, apakah.. apakah itu harus aku lakukan?” tanyaku berharap agar adegan itu dihapus saja.

“Hmm.. bagaimana ya, ini pentas sekolah tapi kami sudah terlanjur menulis naskah seperti itu.”

Tolonglah kau kan sutradara, batinku geram.



“Cermin oh cermin, beritahu aku siapakah yang paling cantik di dunia ini?”, rupanya anak yang memerankan sang Ratu sedang latihan drama.

“Tambang-tambang kita harus pergi menambang”. Aku melihat Sakura yang juga sedang berlatih menghafal naskah.

Ah. Apa aku terlalu egois kalau aku seenaknya meminta sutradara mengganti naskahku? Bagaimana nasib yang lain? Mereka sudah bersusah payah tidak pedulu apapun peran mereka, tapi aku?



“Miyu, nanti aku akan berdiskusi dengan sang penulis naskah, kau mau ikut?”, tanya sutradara.

“Uhm.. maaf aku berubah pikiran. Sebaiknya biarkan saja naskahnya seperti itu”. Senyumku. Lalu aku melenggang pergi.





Fwah. Rasanya badanku pegal semua. Tulang-tulangku serasa ingin copot dari sendinya.

“Bolehkah aku tinggal disini?”, aku berlatih menghafal naskah. Haaaah, semoga saja semuanya bisa berjalan lancar nanti.

Drama, pikirku sambil memperhatikan atap. Aku belum pernah seaklipun menjadi peran utama, apalagi tampil di depan panggung ditonton oleh satu sekolah, ah tidak, banyak orang akan muncul di festival ini. Argh, aku malu sekali. Merinding membayangkan hal itu.



My heart cursed at me, because I can’t even say I love you



Handphone ku berdering. Ada pesan masuk.



Miyu-chan, kau sudah mendapatkan gelangnya? Kalau sudah besok kutunggu di kantin. –Kaze



Ya Tuhan. Aku hampir lupa, aku menyambar tasku dan mengaduk-aduk isinya yang sudah seperti tong sampah. Itu dia. Syukurlah gelangnya tidak hilang. Sifat pelupaku ini benar-benar harus dihilangkan. Kupakai gelang itu di tangan kananku. Ada ukiran di gelang itu. Aqua. Kalau tidak salah itu adalah bahasa Latin dari air? Batinku. Kira-kira gelang ini untuk apa ya? Sambil memikirkannya aku pun tertidur.



“Aku menyukaimu”

“Maaf aku… tidak bisa”

“….”

“Kalau begitu jangan salahkan aku kalau aku sudah tidak ada lagi di dunia ini.”



Tiba-tiba kabut muncul dalam mimpiku. Aku merasakan tubuhku seperti membeku. Dingin sekali sampai aku tidak bisa bergerak. Seseorang muncul di mimpiku.



“Miyu.. aku rindu sekali padamu”

“Yoshiki.. bagaimana bisa.. kau kan sudah lama.. mati.”

“Ya, aku sudah mati. Tapi aku tetap ingin bersamamu ,Miyu. Aku mencintaimu. Kemarilah bersamaku.”

“Tidak, aku tidak mau”

“Ayolah Miyu, kau tega membiarkanku kedinginan disini?”

“Tidak. Ini hanya ilusi.”

TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKK

Aku tersentak bangun. Mimpi. Syukurlah, tapi terasa begitu nyata. Kakiku masih terasa membeku. Dingin sekali. Ada apa ini? Kenapa bisa Yoshiki hadir di mimpiku? Aku sudah berusaha menguburnya dalam-dalam 2 tahun terakhir ini, tapi kenapa?















Aku terus memikirkannya beberapa hari ini. Kakiku juga terus-terusan terasa dingin. Padahal orang-orang di sekitarku merasa kepanasan karena Matahari begitu terik tapi aku malah kedinginan. Kenapa Yoshiki mengajakku bersamanya? kenapa dia masih bisa mengontakku? Dia sudah lama mati dan aku sudah berhenti memikirkannya, tapi kenapa?

Aku mengacak-acak rambutku karena kesal.



“Ada apa?”.

Aku kaget sampai terjatuh dari kursiku. Kelas ini kan harusnya kosong. Sekarang pelajaran olahraga tapi badanku sangat lemas dan aku merasa kedinginan. Maka aku izin untuk tetap tinggal di kelas. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa yang barusan bertanya kepadaku.

“Kaito? Kau tidak ikut pelajaran olahraga?”,

“Aku sudah selesai. Hanya mengambil nilai sprint.”

Ohh. Pasti dia pemegang rekor tercepat, pikirku.



“Miyu.. kau..” Kaito memperhatikanku.

Entah kenapa tapi aku merasa ada yang aneh.

“Pegang tanganku”, ucapnya setelah menatapku tajam.

“Eh?”

“Cepat!”

Aku memegang tangan Kaito, dan dia mengucapkan kalimat-kalimat aneh seperti mantra yang tidak kumengerti. Seperti Kaze.

Dan tubuhku pun mulai menghangat. Hawa dingin yang menyerangku tadi terasa memudar. Lagi, Kaito mengucapkan hal yang tidak kumengerti, dia tampak berkonsentrasi. Badanku seperti terbakar. Dan sepertinya dia selesai dengan semua itu. Dia melepaskan tanganku. Aku kehabisan nafas. Entah kenapa terjadi seperti ini.



“Dark Ice menginginkanmu”, katanya, “Apa kau merasa kedinginan akhir-akhir ini?”.

“Iya”, ucapku.

“Begitu. Kau harus hati-hati. Cobalah merendam kakimu di air hangat kalau kau merasa kedinginan lagi.”

Aku merasakan kehangatan yang lain di sekitar wajahku. Berbeda dengan saat Kaito mengucapkan mantra. Perasaan yang hangat.









“Dark ice?”

“Ya, begitu kata Kaito”

Kaze mengulum sedotannya. Sepertinya dia berpikir sesuatu.

“Apa ada seseorang yang kau kenal di masa lalu yang adalah dark ice?”, tanya Kaze.

”Aku tidak tahu”.

“Kau bawa gelangnya? Ah aku lihat kau sudah memakainya”

“Gelang ini, untuk apa?”, tanyaku

“Itu kunci untuk membuka aliran watermu”, katanya sambil menggigit-gigit sedotannya lagi. “Kau pernah melihat punya Kaito? Dia memakai earring untuk membuka fire nya. Yang seperti tindikan di telinga kirinya. Sedangkan aku,” dia mengeluarkan benda yang seperti kalung dari dalam blazernya,”dan Daichi, dia menggunakan cincin”.

“Kau harus lebih banyak bermeditasi untuk membuka kuncinya. Pusatkan pikiranmu pada gelang itu, maka dia akan membuka chakra yang ada di dalam tubuhmu, lalu kau bisa mengalirkan energi water”.

“I see, baiklah akan kucoba nanti! Aja aja hwaiting!!”, kataku menyemangati diri sendiri. Kaze tertawa,”Dasar aneh”.







Hari pertunjukkan, orang-orang makin sibuk menyiapkan perlengkapan untuk pentas hari ini. Aku duduk di kursiku. Aku mulai merasa kedinginan lagi, kali ini lebih dingin dari sebelumnya.mukaku pucat dan badanku lemas. Rasanya aku mau pingsan.



“Miyu”, seseorang menghampiriku. “Maaf tapi untuk sementara jangan jauh-jauh dariku”. Ucap Kaito.

Badanku pun membeku. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku mulai kehilangan kesadaranku.

“Miyu, bertahanlah! Pegang tanganku!”, samar-samar kudengar suaranya. Dia menarik tanganku. Badanku mulai menghangat lagi.

”Shit! Dia menantangku!”, entah kenapa Kaito marah.

“Kaito..” , aku mencoba bertahan tapi entah kenapa untuk tetap sadar rasanya sulit sekali.

“Khh!”, Kaito mencoba bertahan.

Aku merasakan aliran panas dan dingin di badanku. Bagian atas tubuhku terasa sangat panas tetapi kakiku membeku. Aku sudah tidak sanggup untuk bertahan. Aku hilang kesadaran.

“Miyu!!”, aku mendengar suara Hana berteriak, dan suara orang-orang yang mulai ribut.







“Miyu, ayo tinggalah bersamaku, disini kita akan bisa tetap bersama selamanya”

“Yoshiki, kumohon hentikan. Kau hanya masa laluku dan akan tetap seperti itu. Perasaanku padamu sudah hilang!”



Kabut mulai menyelimuti badanku.Masih setengah sadar, Aku membuka mulutku tapi rasanya suaraku tertahan di tenggorokan ku

“Ini hanya mimpi”, ucapku panik, “hanya mimpi.. bangun Miyu! Bangun!”

“Kau sudah terkunci disini bersamaku Miyu, kau tidak akan bisa kembali ke alam nyata”

“Tidak! Tolong! Tolong!! KAITO!!!



Entah darimana dia muncul di mimpiku. Mengenakan jubah berwarna merah, tetapi dia tetap misterius seperti di kehidupan nyata.

“KAU!!!”, Kaito tampak marah dan menyerang Yoshiki. Dia membakarnya.

“Kau tidak bisa mengalahkanku! Dia milikku jangan ganggu!”, Yoshiki mencoba memadamkan api Kaito dengan ice-nya. Kaito mulai terdesak. Dia mundur dan melesat menghampiriku. Lalu dia menarik tubuhku, atau jiwaku lebih tepatnya. Dan kami pun menghilang ditengah kemarahan Yoshiki.



“Miyu! Miyu! Sadarlah!!”, Hana berteriak-teriak di sampingku.

“Ukhh…”, perlahan-lahan kubuka mataku. Langit rasanya berkunang-kunang. Aku mencoba mengumpulkan kesadaranku. Aku berusaha untuk duduk dan Sakura memberiku obat penghilang demam.

“Miyu, kau tidak apa-apa? Kau sakit?”, tanya Hana. “Kalau kau sakit bilang saja. Kami akan berusaha mencari penggantimu”

“Aku tidak apa-apa Hana, jangan khawatir”, aku meminum obat yang diberikan Sakura.”Terima kasih”, ucapku pada Sakura.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Kau terlihat berdua dengan Kaito dan kau tiba-tiba pingsan!”, Hana terlihat sangat cemas.

“Aku juga tidak tahu apa persisnya Hana, aku merasa terjebak di alam mimpi”.

“Miyu, kau sudah tidak apa-apa?”, Sutradara menanyaiku.”Waktumu sepuluh menit lagi sebelum pentas”.

“Iya aku sudah siap”.

“Miyu”, Hana menatapku dengan cemas. Aku tersenyum padanya seolah mengatakan jangan khawatir padanya.

Dan waktuku tiba. Disana ada banyak orang berkumpul. Oh tidak aku gugup!. Tenang Miyu, tenang. Aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Aku tidak akan mengecewakan ibu yang sudah mengorbankan waktunya untuk menonton pertunjukanku. Aku tidak mau mengecewakan teman-teman yang sudah bersusah payah demi panggung ini.



Dan aku pun mulai berperan sebagai Snow White.



“Bolehkah aku tinggal disini?”, tanyaku pada kurcaci ketika adegan dimana Snow White tinggal di Kotej pada para kurcaci.

Lalu sampai pada adeganku memakan apel beracun. Aku berpura-pura pingsan dan aku bisa melihat Sakura membopongku untuk ditidurkan di peti kaca karena dia berperan sebagai kurcaci. Rasakan kau, Sakura. Batinku.





“Kasihan sekali putri yang cantik ini, seandainya saja dia bisa hidup kembali aku akan menikahinya”, Kaito bermonolog.

Aku menahan tawaku.

“Snow White. Biarkan aku menjadi penawar racunmu”.

Tunggu. Seriously. Dia benar-benar ingin melakukannya? Aku menahan keinginanku untuk membuka mataku. Aku bisa merasakan Kaito mendekatiku. Aku bisa merasakan nafasnya di wajahku. Dia benar-benar melakukannya!. Aku merasakan basah di bibirku. Kami berciuman.sontak aku membuka mataku. Aku tidak bisa menutup mataku!.

“Putri telah sadar!”, Sakura berteriak dan di ikuti oleh kurcaci-kurcaci yang lain.

Aku berdiri dan para kurcaci menari-nari di sekelilingku. Aku bisa melihat Sakura menyeringai kepadaku, aku tidak sadar Kaito masih ada di sana, memegang tanganku.

“Putri, biarkan aku menikahimu”, ucapnya sambil membungkuk dan mencium tanganku.

Jantungku berdebar kencang sekali serasa ingin keluar dan lari dari tubuhku. God! Aku lupa dialogku!

“Ba-baiklah”, wajahku sangat panas. Wajahku langsung memerah tanpa melewati berseri-seri terlebih dulu.



Lalu setting panggung berubah menjadi pernikahan Snow White dan Pangeran. Dan tirai pun menutup. Aku terpaku. Wajahku masih panas. Aku masih terpaku di panggung.

“Yuk”, Kaito menarik tanganku untuk turun dari panggung. Tolong! Jantungku terasa ingin meledak!



Aku diam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Yang tadi itu, mimpikah? Tanpa sadar aku mengusap bibirku.

“Miyu,” tiba-tiba Kaito berbalik memandangku.

“Y-Ya?”,

“Apa kau merasa ada bagian tubuhmu yang mati rasa?”

“Uhm.. tidak juga”.

Dia melihatku tajam untuk beberapa saat. “Baguslah”. katanya, lalu pergi.

Begitu saja? Pikirku. Apa-apaan dia, jantungku sudah hampir meledak tapi dia masih bisa bersikap seakan tidak terjadi apa-apa? Kenapa dia bisa berbuat begitu padaku? Dia hanya main-mainkah tadi? Tapi itu ciuman pertamaku!



Argh. Entah kenapa aku menjadi kesal.



“Miyu, kau capek tidak?”, Hana membantuku melepas kostumku.

“Sangat”, ucapku sambil menghela nafas.

“Baiklah hari ini aku akan mentraktirmu dan juga Sakura makan enak!”,

“Benarkah? Makasih Hanaaaa”, aku memeluknya dan dia memelukku.

“Ups. Maaf aku mengganggu”, Sakura datang.

“Sakuraaaa”, aku juga memeluknya juga dan Hana mengikutiku.

“Hey lepaskan! Aku bukan Tingky Wingky”.



“Miyu, Hana, Sakura, ayo kita lakukan toss”, sang sekretaris menyuruh kami menghadiri acara penutupan pentas. Kami pun segera berlari kesana.

“Terima kasih untuk kalian semua, berkat kalian pentas kita sukses besar! Terima kasih semuanyaaaa, kampaaiii”, sang sutradara melakukan toss.

“Dan juga terima kasih untuk Miyu dan Kaito, sepertinya bakal ada pasangan baru di kelas kita nih!” ucap seorang cowok yang tadi memerankan kurcaci ungu. Dan semuanya pun tertawa. Wajahku sangat memerah, aku ingin kabur!













Sudah malam, badanku rasanya hancur. Aku terlalu takut untuk tidur. Bagaimana kalau Yoshiki datang lagi ke dalam mimpiku?

Aku melihat handphone ku tegeletak di depanku. Aku menekan tombol tanpa sadar dan menelefonnya. Lalu aku melihat monitor telponku. Kaito. Aishhh.. kenapa malah aku memanggilnya?

“Halo?”, ucap suara di sebrang sana.

Bagaimana ini, bagaimana. Oh tuhan apa boleh buat sudah terlanjur.

“Ha-halo. Kaito? Ini aku Miyu.”

“Oh. Ada apa?”

“Apa aku aman untuk tidur?” eh? Apa yang kukatakan?!

“Kau mau aku menemanimu tidur? Ha ha ha”.

Baru kali ini aku mendengar Kaito tertawa, aku tertegun.

“Aku serius, aku takut, dia tidak akan datang lagi kan?”

“Hmm. Aku tidak bisa menjamin. Tidurlah, aku akan menjagamu. Aku akan membuatkanmu perlindungan”.

“Begitu, baiklah. Terima kasih dan.. good night”. Aku merasa lebih tenang dan tertidur.













Bekerku selalu setia membangunkanku. Ahh, aku tidur lelap sekali. Sampai tidak ingat semalam mimpi apa. Aku merasa nyaman sekali. Hangat. aku bergegas mandi dan turun ke bawah untuk membantu ibuku.

“Kak Miyu, kau tidak pernah sarapan?”, tanya Ryuu, Adikku.

“Aku malas, Ryuu. Ini”. Aku menyerahkan kotak bekal makanannya.

“Bu, aku berangkat”







Hari ini hari Rabu, batinku. Hari yang selalu kusukai, entah mengapa tapi hari Rabu selalu menjadi hari yang berarti buatku. Aku mengingat-ingat kejadian kemarin. Uhh. Tanpa sadar aku megelus bibirku. Ciuman pertamaku. Jantungku berdegup kencang. Sakit. Aku mengelus dadaku. Jantungku rasanya sangat ingin berlari keluar dari tubuhku.



“Miyu”, tiba-tiba aku hampir menabrak seseorang. Untung remku pakem.

“Kaito? Ada apa?”, kenapa orang yang paling tidak ingin aku temui malah muncul di hadapanku sih?

“Jangan jauh-jauh dariku, untuk sementara ini, sampai aku punya cara untuk mengalahkan dark ice”

Aku terpaku. Yah, aku tahu aku masih lemah, aku tidak keberatan kalau dia ingin menolongku mengusir Yoshiki, aku malah senang. Tapi..

Kami berjalan bersama menuju sekolah. Dalam diam. Jantungku berpacu sangat kencang. Aku berharap Kaito tidak mendengarnya.

“Yang kemarin”, dia memulai percakapan,”Tolong jangan terlalu dipikirkan, itu hanya akting”.

Apa? Bagaimana bisa aku tidak memikirkannya? Itu ciuman pertamaku! Dan aku harus menganggapnya hanya akting? Ya, hanya akting. Aku menghela napas. Mencoba tegar. Kaito bodoh!









“Miyu, kau sudah jadian dengan dia?” tanya Sakura.

“Dia siapa maksudmu?” tanyaku sambil melahap roti melonku.

“Kaito”, Hana nyengir.

“Siapa bilang? Kami hanya berteman, seperti aku dan kalian saja”.

“Tapi aku merasa akhir-akhir ini kalian sangat dekat”. Hana menyatap sushi-nya lagi.



Ya, dia mendekatiku karna Yoshiki. Dark ice! Bukan aku. What an irony.





Aku mulai merasakannya lagi. Kakiku dingin! Oh tidak, Yoshiki. Jangan lagi!

Aku membungkuk. Mencoba menggosok lenganku. Dingin. Aku kembali ke kelas dan mengambil jaketku. Sial tidak mempan! Kaito. Dimana dia?

Kakiku membeku. Aku duduk di kursiku. Mencoba menghangatkan diriku sendiri. Aku melihat gelang waterku. Konsentrasi Miyu! Konsentrasi!

Aku menunduk sambil memeluk lenganku. Dingin sekali! Kumohon hentikan! Aku membeku!

Kesadaranku mulai menjauh lagi. Mataku mulai buram melihat ke papan tulis kelas. Tidak.. seseorang tolong aku!

“Miyu…”. Samar-samar aku mendengar suara Yoshiki memanggilku.

Kesadaranku semakin menjauh. Aku mencoba berteriak tetapi suaraku tertahan di tenggorokanku. Semua orang sedang di kantin. Aku membaringkan kepalaku di meja. Badanku semakin membeku. Aku pasrah. Ahh, mungkin sudah waktunya.. aku akan mati di dalam mimpiku sendiri.. aku mulai menutup mataku. Rasanya dingin sekali sampai aku tak tahan untuk terus membuka mataku.



Aku melihat seseorang, berlari menghampiriku. Siapa dia? Aku sudah tak sanggup lagi bertahan. Aku kehilangan kesadaranku.



“Miyu. Aku sangat mencintaimu. Kita bisa bahagia hidup bersama di dunia ini”

“Yoshiki, maaf.. aku tidak bisa. Kau hanya bagian dari masa laluku. Kembalikan aku ke dunia nyata!”

“Bagaimana kalau aku tidak mau?”

“Yoshiki, kumohon..”

Yoshiki menatap ke atas. Aku bingung apa yang sedang terjadi.

“KAU LAGI! MENGGANGGU SAJA!!!” dia berteriak, tampaknya seseorang mengganggu dia.

Aku melihat sesuatu. Cahaya. 2 orang! Yang satu menaiki naga api dan satunya membawa death scythe. Kaito dan Kaze.

Aku tidak tahu pasti, tapi lagi-lagi mereka menggumamkan hal yang tidak kumengerti.

Kaze mendekati jiwaku dan me-lock-ku pada sealnya. Tatapannya padaku seolah mengatakan “diam saja disitu”. Dan mereka pun bertarung. Yoshiki mengerahkan ice-nya, Kaito membakarnya dan Kaze membesarkan apinya dengan anginnya.

Aku tidak tahu persis apa yang terjadi selanjutnya. Aku merasa seperti di dalam kristal, aku tidak sanggup lagi membuka mataku. Aku tidak merasakan apapun. Aku rasa aku sekarat.

Selewat beberapa jam, atau menit, aku tidak tahu pasti. Tapi aku mulai bisa merasakan lagi tubuhku. Dan aku tahu pasti, Kaito dan Kaze memenangkan pertarungan itu. Yoshiki menghilang. Aku membuka mataku. Hawa dingin masih menyerangku walau kali ini terasa lebih tipis dari sebelumnya. Aku tersadar. Ruang UKS, pikirku.

Sejak kapan aku berada di sini? Aku mulai mencium bau obat-obatan. Aku benci ini. Aku berusaha untuk duduk, tanpa menyadari ada orang yang juga mendiami UKS ini, tertidur di samping tempat tidurku. Kaito. Sepertinya dia terluka? Apa karna Yoshiki?

Aku memperhatikannya. Dia sudah menyelamatkan nyawaku. Dia terluka demi aku. Aku sungguh lemah. Aku benci diriku sendiri. Seharusnya ini masalahku. Seharusnya aku tidak usah melibatkan orang lain. Apalagi sampai mempertaruhkan nyawa demi orang bodoh sepertiku? Aku menahan air mataku.



“Miyu, kau sudah sadar?”, Kaze masuk sambil membawa obat-obatan. “Hmm? Tidak usah ditahan”. Katanya setelah melihat mataku.

“Kaze.. maaf..”. Air mataku mulai mengalir.

“Maaf? Untuk apa?” katanya sambil menepuk kepalaku.

“Karena aku.. kalian terluka. Demi aku yang bodoh ini, kau.. Kaito..”, aku memandang dia yang terbaring di tempat tidurnya.

“Sudahlah, tidak apa-apa. Lagipula Kaito itu kuat, dia tidak akan mati semudah itu, jangan khawatir”, Kaze melangkah ke arah Kaito dan mengobati lukanya.

“Biar aku saja”, aku melompat dari tempat tidurku, Kaze memberiku desinfektan-nya, dan aku mengoleskannya pada luka Kaito lalu menutupnya dengan plester.

Aku menghapus air mataku. “Kaze, terima kasih sekali kalian sudah menyelamatkan nyawaku”, aku membungkuk dalam.

“Haha, tidak perlu berterima kasih padaku, sudah lah sesama teman kita harus saling membantu kan?”,

Aku beruntung sekali mempunyai teman seperti mereka. Pintu ruang UKS menjeblak terbuka. Daichi tampak kehabisan nafas.

“Kudengar Miyu dan Kaito jatuh pingsan dan kalian ada di ruang UKS, ada apa ini?”, tanya Daichi kepada Kaze. “eh.. Miyu ternyata kau sudah sadar”, katanya setelah menyadari aku berdiri di belakangnya. Aku terkikik.

“Aku sudah tidak apa-apa”.

“Kau terlambat sekali Daichi”. Kaze menjentikkan jarinya di dahi Daichi. “Tadi kami perang, seru sekali lho”.

Kaito membuka matanya, dia sudah tersadar. Dia berusaha duduk.

“Kaito.. kau tidak apa-apa?”, tanyaku sedikit cemas.

“Yeah”

“Maafkan aku.. seharusnya aku tidak membiarkanmu melawannya. Maaf… dan terimakasih”, ucapku sambil membungkukkan badan lagi.









Pagi ini aku berangkat terlalu pagi, kelas masih sangat kosong, hanya terlihat beberapa orang saja yang hilir mudik di halaman sekolah. Aku berdiri di balkon kelas, entah kemana pandanganku mengarah, yang pasti aku hanya memikirkan 1 hal. Kaito. Mengapa aku tidak bisa berhenti memikirkannya akhir-akhir ini. Kenapa dia mau menolongku? Bukankah dia membenciku? Apa yang harus kulakukan? Tapi berkat dia Yoshiki tidak pernah muncul lagi dimimpiku. Heeeh banyak sekali hal di pikiranku akhir-akhir ini.



Sighs. Apa yang harus kulakukan sekarang. Bengong memikirkan sesuatu aku tidak sadar ada orang mendekatiku.

“Miyu, bengong itu tidak baik lho”, Daichi menepuk pundakku.

“Daichi!”, ucapku kaget.”Hampir saja aku kena serangan jantung!”

“Maaf maaf”, katanya sambil terkekeh, “Kau sudah tidak apa-apa?”

“Yah, aku merasa sangat baik”

“Kau ini selalu datang pagi, ya”, ucap Daichi akhirnya berdiri di sampingku di balkon kelas.

Aku melihat ke kiri dan kanan. Aku takut fans-fans Daichi melihat. Aku bisa mati di bangku SMA.

“Yahh, aku suka udara pagi”, ucapku, “Kau juga selalu datang pagi, sibukkah menjadi ketua OSIS?”, ucapku terkikik.

“Begitulah, tapi menjadi ketua OSIS itu menyengkan loh. Kau bisa mengenal dan dikenal oleh banyak orang. Kau punya kekuasaan atas murid-murid di sekolah ini, rasanya seperti seorang raja. Kau harus coba juga tahun depan”

“Tidak terima kasih, aku tidak ingin menjadi artis”, ucapku sambil tertawa.





TBC