Again about Role playing, a better place to unleash your own imagination with your creativity beyond the reality to fantasy.
here are the example.
We had Twisted Mirror. Or we shorten it as TM, the Main universe in our forum where the roleplayer is sealed in their character their roleplayed's body. What's gotten into you where you are trapped in your character that you love? Happy that finally you could be one of them and taking their role? or sad because you weren't able to catch your own life?
Read on more details here!
But it is about to close! so you only could read it.
The on going saga. Descent of Imperishable Comet.
What things can you do instead of watching the world being destroyed by these unknown comet? can't you feel the ass kicking?! You, the only one who can save the planet! you were dragged along to see it crash. 4 territories of Nirvana is being attacked.
and this saga is still on going, so you couldn't guess what further occasion that might happen.
Read on more details here!
If you feel tired with the battle saga, we also had a slice-of-life roleplays. Which is prohibited for the supernatral beings. It is happen when we are all normal. Here goes one of them.
The Rear Side of Fantasy.
From the first day of New Year in Wammy Academy. It is the first month of the year 2012. Many things are bound to happen this year, yet there are still many people trying to do their New Year's Resolutions. Why do people have to wait for New Year in order to make their resolutions? Probably part of the culture, but who knows.
Read more details here!
Haiii, Minna. What are you waiting for? feeling glitchy to join? don't be! it is FREE! let's have some fun!
JOIN US HERE!
Do you love to Role playing? Did you used to role playing in Friendster? Now when the site is gone, are you afraid that you can't do the fun anymore?
WORRY NOT!
We have the solution! Come and join us! here in Incognito Inside you can do the fun! I, myself have been joined the site since last year. I love roleplaying ALOT!
This is our officially blog In2rp Blog
Naaaaaaaaaaaaaw what are you waiting for? :D visit us and join! We can do much fun in roleplaying! XD
WORRY NOT!
We have the solution! Come and join us! here in Incognito Inside you can do the fun! I, myself have been joined the site since last year. I love roleplaying ALOT!
This is our officially blog In2rp Blog
Naaaaaaaaaaaaaw what are you waiting for? :D visit us and join! We can do much fun in roleplaying! XD
Disini. Aku menginjakkan kakiku sekali lagi di Celestia. Tempat berkumpulnya para Angel. Tempat dimana pertarungan besar kami menyelamatkan Hana. Tempat hancurnya raga Kaze.
Aku mengatur nafasku. Warp Gate milik Gin membuatku merasa aku baru saja melewati pipa saluran air dimana oksigen sangat terbatas di dalamnya. Aku menarik nafasku, meyakinkan diriku sendiri bahwa kali ini aku tidak akan menjadi beban untuk yang lainnya. Aku memalingkan wajahku kearah para souler di belakangku. Daichi, Kaito, Gin, dan seseorang yang baru saja kukenal, Wind pengganti Kaze, Sai. Kali ini aku tidak gentar.
“Baiklah..” Gin memulai instruksinya. “Akan ada banyak Angel di depan, dan mereka pasti akan dengan cepat mendeteksi keberadaan kalian karna kalian “berbeda” dengan mereka, kita harus menajamkan seluruh indra setelah memasuki Celestia. Para Angel akan berlomba-lomba melenyapkan kalian kalau mereka menemukan aura kegelapan, jadi.. hati-hatilah. Setelah kita semua masuk, pastikan kalian semua terus maju tanpa ada keinginan untuk berhenti atau mundur. Apa kalian mengerti?”
Semuanya mengangguk dengan mantap.
Dan semuanya dimulai. Gin menggumamkan sesuatu yang tampak seperti mantra pembuka gerbang. Dia mengumpulkan cahaya di telapaknya, seperti halnya ketika kau ingin membuka pintu yang tersegel sandi kau perlu sesuatu yang berhubungan dengan pintu tersebut atau apa yang ada di dalam untuk membukanya. Gin melangkahkan kakinya dengan mantap dan menempelkan cahaya yang terkumpul di telapak tangannya dengan gerbang tersebut.
Rasanya aneh, kupikir. Kenapa waktu aku pertama kali mengunjungi Celestia, Kaze dengan mudah dapat membuka gerbangnya? Padahal dia Demon, dan Gin.. kenapa butuh lebih banyak prosedur? Kejujurankah yang menjadi proyeksi dari gerbang ini? Tapi kenapa Kaze bisa dengan mudah menembusnya?
“Lama sekali.” Kaito merenggut setelah akhirnya gerbangnya terbuka lebar.
“Jadi ini Celestia..” Sai menyeringai. Kaito langsung melesat masuk, diikuti Daichi.
“Hey! Tunggu! Kalian!” Gin mengejar mereka dari belakang. Aku yang tenggelam dalam pikiranku sendiri, kaget telah tertinggal oleh yang lainnya mengejar mereka, Sai berlari di belakangku.
“Dasar mereka ini.” Aku berlari sekuat tenaga.
----
“Hey Miyu, apa yang bersinar itu?” Gin sekarang berlari di sebelahku.
“Hm?” aku bingung apa maksudnya.
Tangan Gin berusaha meraih dadaku, dengan cepat kutampar pipinya.
“Kau! Apa-apan sih! Dasar cabul!!”
“Aku tak bermaksud, duh sakit.” Gin meraba pipinya yang memerah karna tamparanku.
“Lalu kenapa kau mengarah ke dadaku, huh?”, aku geram.
“Itu.. sesuatu.. bersinar..” Gin mengelus pipinya yang sakit.
Aku melihat ke tempat yang dimaksud Gin. Tapi aku tak menemukan sesuatu pun yang aneh.
“Bohong!”
“Aku bersumpah, Miyu. Sesuatu bersinar dari balik bajumu,”
“Cabul!!”
“Ada apa ini?” Daichi menghampiri aku dan Gin yang sedang bertengkar.
“Gin cabul ingin menyentuh dadaku!”
“Aku apa? Tidak seperti itu, percayalah! Sesuatu bersinar dari balik bajunya, apa kalian tidak bisa lihat?” Gin berusaha menjelaskan. Semua orang berhenti.
“Aku tidak lihat apapun.” Sai memegang dagunya. Kaito memperhatikan kearah yang dimaksud.
“A-apa? Kalian, jangan lihat dadaku!!” aku malu dan berusaha kabur dari mereka.
“Tunggu, Miyu!” Daichi mengejarku. Daichi berhasil menarik tanganku dan aku tidak bisa kabur lagi.
“Apa kau memakai sesuatu yang kau sembunyikan di dalam bajumu, Miyu? Bisa kau keluarkan?” Daichi menatapku.
“Kau jangan ikut-ikutan cabul, Daichi.”
“Tidak maksudku, sesuatu yang lain dari biasanya, sesuatu yang tidak pernah kau pakai sebelumnya.”
Aku berpikir sejenak. Dan sekarang akhirnya sadar apa yang mereka maksud.
“Ah.. Kalung.”
“Kalung?” Daichi mengernyitkan alisnya.
Kukeluarkan kalung tersebut dari dalam bajuku. Menjuntai dari leherku, kalung yang diberikan Sakura pagi ini. Aku ingat Sakura memberiku ini karna Hana dinyatakan menghilang. Kali ini kau mencoba memegangnya dibalik sarung tanganku. Aku tidak mau hal seperti tadi pagi terjadi lagi. Tenggelam dalam sorrow-ku sendiri.
“Ah.. symbol itu..” Gin gemetar melihat bandulnya.
“Kenapa?” aku meredam amarahku, dan sekarang merasa bersalah karna telah menamparnya.
“Seraphim.. symbol Angel tingkat tinggi.” Sai menatapku heran, “Pantas saja hanya Gin yang bisa melihat sinarnya. Darimana kau mendapat benda itu, Miyu?”
“Seseorang memberiku kalung ini tadi pagi. Tadinya hanya kumasukkan kedalam kantung celanaku, tapi aku takut hilang karna aku pelupa, terpaksa aku memakainya di leherku.”
“Siapa?” Kaito bertanya padaku tanpa peduli kenapa aku memakainya di leherku.
“Sakura..”
Kaito bertatapan dengan Daichi.
“Apa Sakura yang Miyu maksudkan ini teman kalian?” Sai berpaling menatap Kaito dan Daichi. Sai murid sekolah lain, tentu saja dia tidak mengenal murid sekolah kami selain Kaito, Daichi dan juga Kaze yang merupakan teman sejak kecilnya. Dan mungkin dia baru berkenalan dengan Gin di luar terowongan waktu tadi.
“Kenapa Sakura memberimu kalung Angel?” Daichi keheranan.
“Haah, apa kita punya banyak waktu?” Kaito bersikap tak acuh, “Nanti saja penjelasannya, kita harus fokus akan misi kita.” Kaito bergeming, “Dan Miyu.. ada baiknya kau tetap sembunyikan kalung itu dibawah bajumu, walau aku tidak yakin itu akan benar-benar tersembunyi, Karna dia bersinar.”
Aku menelan ludahku. Bingung akan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memasukan kembali bandul kalung Hana kedalam bajuku.
“Ayo kita lanjutkan. Sepertinya kita masih aman. Belum ada Angel yang sadar akan keberadaan kita.” Sai memutar matanya melihat ke sekeliling.
“Jadi.. kemana kita menuju?” Aku bertanya entah kepada siapa.
“Daichi, kau ingat dimana?” Kaito terus berlari.
“Ya.. sisi gelap Celestia.”
------
“Maafkan aku..”
“Kenapa kau bisa kehilangan benda itu? Kau ceroboh sekali, Hana.” Frau melipatkan tangannya di dadanya.
“Aku sungguh tidak mengerti. Aku yakin aku masih memakainya malam hari, tapi aku merasa seseorang hadir dalam kamarku. Aku merasa begitu tenang, tidak terancam sekalipun sehingga aku tidak menghentikan tidurku. Tapi, ketika aku bangun di pagi hari.. kalungnya hilang.” Hana menundukkan kepalanya.
“Dan kau berani untuk datang ke Celestia padahal lalai dalam mengerjakan tugasmu? Sekarang kita tidak bisa menyegel itu karnamu. Kita butuh batu Sapphire-nya untuk melengkapi curse-nya, aku sudah menahannya dengan Emerald-ku, tapi itu tidak akan cukup.” Suara Frau tampak kecewa, “ Padahal aku sudah mempercayaimu. Aku bisa saja memaafkanmu, tapi kita punya tugas penting.”
“Maaf..”
“Sudahlah, mari kita mencoba menyegelnya lagi. Aku tidak yakin apa bisa tanpa blue Sapphire, berharap saja yang terbaik.” Frau mengepakkan sayapnya layaknya seekor kupu-kupu dan terbang ke tempat dimana dia akan melakukan ritual penyegelan.
-------
“Sisi gelap? Celestia punya sisi gelap?” Aku mengernyitkan dahiku. Celestia? Tempat suci ini? Punya sisi gelap? Mana mungkin.
“Ya, kau tahu, layaknya sebuah koin yang selalu punya dua sisi. Yin dan Yang. Angel dan Demon. Sebanyak apapun cahaya putih di nadimu, itu tidak akan bisa melenyapkan sisi gelapmu. Karna hitam pun adalah cahaya.” Daichi menjelaskan, “Chamber of Light; Defiler. Tempat yang akan kita datangi.”
Aku terperangah. Banyak hal yang tidak kuketahui dalam dunia ini. Sebelum Eirin bangkit dalam tubuhku, aku tak pernah benar-benar peduli akan hal-hal yang bersampingan. Semuanya tampak sama saja dalam mataku. Sebagai manusia biasa. Semuanya kuanggap biasa terjadi, tanpa pernah membedakan cahaya ataupun sisi gelap. Dan sekarang, walau aku mempunyai lebih banyak sisi gelap dalam hidupku, dan aku tidak terkejut akan hal itu, aku tau dengan pasti apa yang harus kupilih saat ini. Cahaya atau kegelapan. Semuanya masih tampak sama di mataku.
Selagi kita semua berjalan sekarang. Sepertinya Daichi atau Kaito baru saja membuat proteksi kecil disekitar kami sehingga belum ada tanda-tanda bahwa kami ketahuan. Gin, yang berjalan disampingku dengan jubahnya yang menjuntai kebawah, ada rasa yang aneh dalam diriku yang sebenarnya sejak lama ingin kutanyakan padanya.
“Gin.” Panggilku pelan.
“Ya, Miyu?” Dia menoleh kearahku.
“Ada hal yang ingin kutanyakan.” “Apa?”
Aku merasa ragu. Tapi, aku sangat ingin mengetahui jawabannya.
“Kenapa..”
“Hah?” Alisnya mengerut di dahinya.
“Kenapa kau.. membantu kami? Kau.. Angel kan? Sedangkan kami adalah iblis, seharusnya kau juga akan melenyapkan kami bukan?”
Gin tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Aku tahu. Sepertinya aku telah bertanya hal yang tidak seharusnya kutanyakan.
“Tunggu.” Kaito melebarkan tangan kanannya. Menahan kami agar berhenti bergerak.
“Ada apa?” Sai mencoba mengangkat Sword Dessertnya. Walau dia bertanya ada apa, tapi aku tau dengan pasti bahwa dia sebenarnya tau akan apa yang kami bakal hadapi. Dia hanya butuh diberi penjelasan saja.
“Frau..” Daichi, yang sebelumnya pernah bertarung dengannya dan membiarkan wanita itu tetap hidup, mengenalinya.
Aku menahan napasku. Berharap bahwa kehadiranku tidak dirasakannya. Aku sadar itu hal bodoh yang bisa kulakukan karna cepat saja, Frau menyadari keberadaan kami.
“Wah, aku tidak menyangka akan berpapasan dengan kalian, walau aku yakin kalian pasti datang.” Frau mencoba tersenyum manis.
Aku melihat seseorang disana. Seseorang dengan rambut coklat di sebelah Frau. Hana.
“Hana, jadi kau.. pergi ke tempat ini?”
“Miyu, aku mengemban tugas pertamaku, kali ini saja, tolong jangan ganggu aku.” Hana berucap dingin. Dia tampak lain tiap kali melihat aku bersama Daichi. Padahal beberapa hari yang lalu dia menangis di pelukanku, di rumah sakit tempatnya dirawat.
“4 lawan 2, kalian sungguh licik, ditambah lagi, 3 orang dari kalian lelaki.” Frau menghardik.
“Kita bisa melewatkan pertarungan, kalau kau bersuka hati memberikan kami tubuh Kaze.” Daichi mencoba bernegosiasi.
“Daichi.. andai saja bisa seperti itu. Aku sudah tidak mau melawanmu lagi. Tapi ini adalah tugas. Aku tidak bisa berpaling. Walau nyawaku taruhannya.”
“Frau… Aku pernah bilang kan kalau aku tak suka bertarung melawan wanita.” Ujar Daichi sedih.
“Kalau begitu kenapa tidak bersama-sama saja? Toh aku juga akan melenyapkan kalian semua di dalam teritorialku ini. AHAHAHA!” Frau tertawa sinis.
"Bagaimana dengan ritual kita?" Hana bertanya ragu.
"Bagaimana bisa kita menjalankan ritual itu kalau ada pengganggu ini?!"
Frau mengangkat tangannya. Seketika saja, Celestia tempat kami berpijak berubah menjadi arena bertarung yang terkunci. Seperti ada dinding transparan yang melapisi untuk mengunci kami dan tidak bisa kabur.
“Oh, rupanya kau sekarang berkomplot dengan para sampah ini? Lucu sekali, orang-orang yang tidak berguna ditambah orang yang gagal, wahai The Fallen Angel, Gin.” Frau menghardik. Dia menatap kearah Gin dengan sinis.
The Fallen Angel?
“Apa katanya..” Ucapku tak mengerti.
“Seperti yang dia bilang, Miyu.” Gin mencengkram Spearnya erat. “Aku, pernah gagal dalam menjalankan misiku, dan aku sekarang adalah Fallen Angel.”
Masih ada ras yang lain?
“Miyu, saat jaman peperangan dahulu, diantara ras Angel atau Devil ada ras yang merupakan komplotan yang berusaha memberontak, komplotan yang gagal dalam misi mereka atau dalam pengabdian mereka, The Fallen Angel. Devil, yang selalu mengikatkan kontrak mereka dengan manusia dan menjalani tugas sesuai apa yang diperintahkan tuannya, sedangkan para Angel yang beberapa dari mereka juga mengikat kontrak dan menuntun para master-nya kedalam pengabdian Tuhan juga untuk melenyapkan keturunan iblis, satu kawanan yang lain, Fallen Angel, Angel yang gagal dalam menjalankan misi, bersama para Angel biasanya mereka berkomplot untuk menghabisi para Demon. Namun ada beberapa dari mereka, yang berkomplot dengan para Devil, merasa dirinya telah gagal, mereka mempunyai dendam untuk bersama-sama, berkerjasama dengan kegelapan untuk mengagalkan teman mereka sendiri, yakni memberantas para Demon. Singkatnya, mereka membantu para Devil untuk menjauhkannya dari incaran para Angel.” Daichi menjelaskan.
Angel, Devil, dan… Fallen Angel?
Aku menoleh kearah Gin. Dia.. gagal menjadi Angel? Seperti apa.. identitas Gin yang sesungguhnya?
“"Untuk apa kau menatapku seperti itu hah? Kau yang tidak punya harga diri dan bersekutu dengan iblis tidak pantas melihatku! Matamu sudah terkontaminasi, aku pun harus melenyapkan orang tidak berguna sepertimu!” Frau melebarkan sayapnya dan cahaya yang sangat terang mencuat dari kepakan sayapnya. “Hana!”
Hana menggumamkan sesuatu dibelakang Frau. Cahaya keluar dari bawah kakinya dan menaugi seluruh tubuhnya. Tiba-tiba saja ada pentagram di tengah-tengah kami dan sesuatu tampak keluar dari dalam tanah.
“Summon! Cockatrice!”
Tiba-tiba, seekor monster yang menyerupai naga berkaki dua tapi memiliki kepala yang tampak seperti ayam raksasa muncul dari pentagram tersebut, mencuat dari dalam tanah. Suaranya yang menggelegar memekakkan telinga. Wujudnya yang sangat besar dan kakinya yang sangat panjang seperti mampu menghabiskan kami semua hanya dalam sekali injaknya. Aku mengamati tubuhnya, bersiap jika dia mulai bergerak kearah kami.
“Sial! SIAPAPUN JANGAN TATAP MATANYA!” Kaito berteriak.
Aku terkejut. Aku menundukkan kepalaku seperti perintah Kaito. Hampir saja aku menatap matanya yang bulat dan besar. Tapi, bagaimana menyerangnya jika kita tak boleh menatapnya?
Aku mengatur nafasku. Warp Gate milik Gin membuatku merasa aku baru saja melewati pipa saluran air dimana oksigen sangat terbatas di dalamnya. Aku menarik nafasku, meyakinkan diriku sendiri bahwa kali ini aku tidak akan menjadi beban untuk yang lainnya. Aku memalingkan wajahku kearah para souler di belakangku. Daichi, Kaito, Gin, dan seseorang yang baru saja kukenal, Wind pengganti Kaze, Sai. Kali ini aku tidak gentar.
“Baiklah..” Gin memulai instruksinya. “Akan ada banyak Angel di depan, dan mereka pasti akan dengan cepat mendeteksi keberadaan kalian karna kalian “berbeda” dengan mereka, kita harus menajamkan seluruh indra setelah memasuki Celestia. Para Angel akan berlomba-lomba melenyapkan kalian kalau mereka menemukan aura kegelapan, jadi.. hati-hatilah. Setelah kita semua masuk, pastikan kalian semua terus maju tanpa ada keinginan untuk berhenti atau mundur. Apa kalian mengerti?”
Semuanya mengangguk dengan mantap.
Dan semuanya dimulai. Gin menggumamkan sesuatu yang tampak seperti mantra pembuka gerbang. Dia mengumpulkan cahaya di telapaknya, seperti halnya ketika kau ingin membuka pintu yang tersegel sandi kau perlu sesuatu yang berhubungan dengan pintu tersebut atau apa yang ada di dalam untuk membukanya. Gin melangkahkan kakinya dengan mantap dan menempelkan cahaya yang terkumpul di telapak tangannya dengan gerbang tersebut.
Rasanya aneh, kupikir. Kenapa waktu aku pertama kali mengunjungi Celestia, Kaze dengan mudah dapat membuka gerbangnya? Padahal dia Demon, dan Gin.. kenapa butuh lebih banyak prosedur? Kejujurankah yang menjadi proyeksi dari gerbang ini? Tapi kenapa Kaze bisa dengan mudah menembusnya?
“Lama sekali.” Kaito merenggut setelah akhirnya gerbangnya terbuka lebar.
“Jadi ini Celestia..” Sai menyeringai. Kaito langsung melesat masuk, diikuti Daichi.
“Hey! Tunggu! Kalian!” Gin mengejar mereka dari belakang. Aku yang tenggelam dalam pikiranku sendiri, kaget telah tertinggal oleh yang lainnya mengejar mereka, Sai berlari di belakangku.
“Dasar mereka ini.” Aku berlari sekuat tenaga.
----
“Hey Miyu, apa yang bersinar itu?” Gin sekarang berlari di sebelahku.
“Hm?” aku bingung apa maksudnya.
Tangan Gin berusaha meraih dadaku, dengan cepat kutampar pipinya.
“Kau! Apa-apan sih! Dasar cabul!!”
“Aku tak bermaksud, duh sakit.” Gin meraba pipinya yang memerah karna tamparanku.
“Lalu kenapa kau mengarah ke dadaku, huh?”, aku geram.
“Itu.. sesuatu.. bersinar..” Gin mengelus pipinya yang sakit.
Aku melihat ke tempat yang dimaksud Gin. Tapi aku tak menemukan sesuatu pun yang aneh.
“Bohong!”
“Aku bersumpah, Miyu. Sesuatu bersinar dari balik bajumu,”
“Cabul!!”
“Ada apa ini?” Daichi menghampiri aku dan Gin yang sedang bertengkar.
“Gin cabul ingin menyentuh dadaku!”
“Aku apa? Tidak seperti itu, percayalah! Sesuatu bersinar dari balik bajunya, apa kalian tidak bisa lihat?” Gin berusaha menjelaskan. Semua orang berhenti.
“Aku tidak lihat apapun.” Sai memegang dagunya. Kaito memperhatikan kearah yang dimaksud.
“A-apa? Kalian, jangan lihat dadaku!!” aku malu dan berusaha kabur dari mereka.
“Tunggu, Miyu!” Daichi mengejarku. Daichi berhasil menarik tanganku dan aku tidak bisa kabur lagi.
“Apa kau memakai sesuatu yang kau sembunyikan di dalam bajumu, Miyu? Bisa kau keluarkan?” Daichi menatapku.
“Kau jangan ikut-ikutan cabul, Daichi.”
“Tidak maksudku, sesuatu yang lain dari biasanya, sesuatu yang tidak pernah kau pakai sebelumnya.”
Aku berpikir sejenak. Dan sekarang akhirnya sadar apa yang mereka maksud.
“Ah.. Kalung.”
“Kalung?” Daichi mengernyitkan alisnya.
Kukeluarkan kalung tersebut dari dalam bajuku. Menjuntai dari leherku, kalung yang diberikan Sakura pagi ini. Aku ingat Sakura memberiku ini karna Hana dinyatakan menghilang. Kali ini kau mencoba memegangnya dibalik sarung tanganku. Aku tidak mau hal seperti tadi pagi terjadi lagi. Tenggelam dalam sorrow-ku sendiri.
“Ah.. symbol itu..” Gin gemetar melihat bandulnya.
“Kenapa?” aku meredam amarahku, dan sekarang merasa bersalah karna telah menamparnya.
“Seraphim.. symbol Angel tingkat tinggi.” Sai menatapku heran, “Pantas saja hanya Gin yang bisa melihat sinarnya. Darimana kau mendapat benda itu, Miyu?”
“Seseorang memberiku kalung ini tadi pagi. Tadinya hanya kumasukkan kedalam kantung celanaku, tapi aku takut hilang karna aku pelupa, terpaksa aku memakainya di leherku.”
“Siapa?” Kaito bertanya padaku tanpa peduli kenapa aku memakainya di leherku.
“Sakura..”
Kaito bertatapan dengan Daichi.
“Apa Sakura yang Miyu maksudkan ini teman kalian?” Sai berpaling menatap Kaito dan Daichi. Sai murid sekolah lain, tentu saja dia tidak mengenal murid sekolah kami selain Kaito, Daichi dan juga Kaze yang merupakan teman sejak kecilnya. Dan mungkin dia baru berkenalan dengan Gin di luar terowongan waktu tadi.
“Kenapa Sakura memberimu kalung Angel?” Daichi keheranan.
“Haah, apa kita punya banyak waktu?” Kaito bersikap tak acuh, “Nanti saja penjelasannya, kita harus fokus akan misi kita.” Kaito bergeming, “Dan Miyu.. ada baiknya kau tetap sembunyikan kalung itu dibawah bajumu, walau aku tidak yakin itu akan benar-benar tersembunyi, Karna dia bersinar.”
Aku menelan ludahku. Bingung akan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memasukan kembali bandul kalung Hana kedalam bajuku.
“Ayo kita lanjutkan. Sepertinya kita masih aman. Belum ada Angel yang sadar akan keberadaan kita.” Sai memutar matanya melihat ke sekeliling.
“Jadi.. kemana kita menuju?” Aku bertanya entah kepada siapa.
“Daichi, kau ingat dimana?” Kaito terus berlari.
“Ya.. sisi gelap Celestia.”
------
“Maafkan aku..”
“Kenapa kau bisa kehilangan benda itu? Kau ceroboh sekali, Hana.” Frau melipatkan tangannya di dadanya.
“Aku sungguh tidak mengerti. Aku yakin aku masih memakainya malam hari, tapi aku merasa seseorang hadir dalam kamarku. Aku merasa begitu tenang, tidak terancam sekalipun sehingga aku tidak menghentikan tidurku. Tapi, ketika aku bangun di pagi hari.. kalungnya hilang.” Hana menundukkan kepalanya.
“Dan kau berani untuk datang ke Celestia padahal lalai dalam mengerjakan tugasmu? Sekarang kita tidak bisa menyegel itu karnamu. Kita butuh batu Sapphire-nya untuk melengkapi curse-nya, aku sudah menahannya dengan Emerald-ku, tapi itu tidak akan cukup.” Suara Frau tampak kecewa, “ Padahal aku sudah mempercayaimu. Aku bisa saja memaafkanmu, tapi kita punya tugas penting.”
“Maaf..”
“Sudahlah, mari kita mencoba menyegelnya lagi. Aku tidak yakin apa bisa tanpa blue Sapphire, berharap saja yang terbaik.” Frau mengepakkan sayapnya layaknya seekor kupu-kupu dan terbang ke tempat dimana dia akan melakukan ritual penyegelan.
-------
“Sisi gelap? Celestia punya sisi gelap?” Aku mengernyitkan dahiku. Celestia? Tempat suci ini? Punya sisi gelap? Mana mungkin.
“Ya, kau tahu, layaknya sebuah koin yang selalu punya dua sisi. Yin dan Yang. Angel dan Demon. Sebanyak apapun cahaya putih di nadimu, itu tidak akan bisa melenyapkan sisi gelapmu. Karna hitam pun adalah cahaya.” Daichi menjelaskan, “Chamber of Light; Defiler. Tempat yang akan kita datangi.”
Aku terperangah. Banyak hal yang tidak kuketahui dalam dunia ini. Sebelum Eirin bangkit dalam tubuhku, aku tak pernah benar-benar peduli akan hal-hal yang bersampingan. Semuanya tampak sama saja dalam mataku. Sebagai manusia biasa. Semuanya kuanggap biasa terjadi, tanpa pernah membedakan cahaya ataupun sisi gelap. Dan sekarang, walau aku mempunyai lebih banyak sisi gelap dalam hidupku, dan aku tidak terkejut akan hal itu, aku tau dengan pasti apa yang harus kupilih saat ini. Cahaya atau kegelapan. Semuanya masih tampak sama di mataku.
Selagi kita semua berjalan sekarang. Sepertinya Daichi atau Kaito baru saja membuat proteksi kecil disekitar kami sehingga belum ada tanda-tanda bahwa kami ketahuan. Gin, yang berjalan disampingku dengan jubahnya yang menjuntai kebawah, ada rasa yang aneh dalam diriku yang sebenarnya sejak lama ingin kutanyakan padanya.
“Gin.” Panggilku pelan.
“Ya, Miyu?” Dia menoleh kearahku.
“Ada hal yang ingin kutanyakan.” “Apa?”
Aku merasa ragu. Tapi, aku sangat ingin mengetahui jawabannya.
“Kenapa..”
“Hah?” Alisnya mengerut di dahinya.
“Kenapa kau.. membantu kami? Kau.. Angel kan? Sedangkan kami adalah iblis, seharusnya kau juga akan melenyapkan kami bukan?”
Gin tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Aku tahu. Sepertinya aku telah bertanya hal yang tidak seharusnya kutanyakan.
“Tunggu.” Kaito melebarkan tangan kanannya. Menahan kami agar berhenti bergerak.
“Ada apa?” Sai mencoba mengangkat Sword Dessertnya. Walau dia bertanya ada apa, tapi aku tau dengan pasti bahwa dia sebenarnya tau akan apa yang kami bakal hadapi. Dia hanya butuh diberi penjelasan saja.
“Frau..” Daichi, yang sebelumnya pernah bertarung dengannya dan membiarkan wanita itu tetap hidup, mengenalinya.
Aku menahan napasku. Berharap bahwa kehadiranku tidak dirasakannya. Aku sadar itu hal bodoh yang bisa kulakukan karna cepat saja, Frau menyadari keberadaan kami.
“Wah, aku tidak menyangka akan berpapasan dengan kalian, walau aku yakin kalian pasti datang.” Frau mencoba tersenyum manis.
Aku melihat seseorang disana. Seseorang dengan rambut coklat di sebelah Frau. Hana.
“Hana, jadi kau.. pergi ke tempat ini?”
“Miyu, aku mengemban tugas pertamaku, kali ini saja, tolong jangan ganggu aku.” Hana berucap dingin. Dia tampak lain tiap kali melihat aku bersama Daichi. Padahal beberapa hari yang lalu dia menangis di pelukanku, di rumah sakit tempatnya dirawat.
“4 lawan 2, kalian sungguh licik, ditambah lagi, 3 orang dari kalian lelaki.” Frau menghardik.
“Kita bisa melewatkan pertarungan, kalau kau bersuka hati memberikan kami tubuh Kaze.” Daichi mencoba bernegosiasi.
“Daichi.. andai saja bisa seperti itu. Aku sudah tidak mau melawanmu lagi. Tapi ini adalah tugas. Aku tidak bisa berpaling. Walau nyawaku taruhannya.”
“Frau… Aku pernah bilang kan kalau aku tak suka bertarung melawan wanita.” Ujar Daichi sedih.
“Kalau begitu kenapa tidak bersama-sama saja? Toh aku juga akan melenyapkan kalian semua di dalam teritorialku ini. AHAHAHA!” Frau tertawa sinis.
"Bagaimana dengan ritual kita?" Hana bertanya ragu.
"Bagaimana bisa kita menjalankan ritual itu kalau ada pengganggu ini?!"
Frau mengangkat tangannya. Seketika saja, Celestia tempat kami berpijak berubah menjadi arena bertarung yang terkunci. Seperti ada dinding transparan yang melapisi untuk mengunci kami dan tidak bisa kabur.
“Oh, rupanya kau sekarang berkomplot dengan para sampah ini? Lucu sekali, orang-orang yang tidak berguna ditambah orang yang gagal, wahai The Fallen Angel, Gin.” Frau menghardik. Dia menatap kearah Gin dengan sinis.
The Fallen Angel?
“Apa katanya..” Ucapku tak mengerti.
“Seperti yang dia bilang, Miyu.” Gin mencengkram Spearnya erat. “Aku, pernah gagal dalam menjalankan misiku, dan aku sekarang adalah Fallen Angel.”
Masih ada ras yang lain?
“Miyu, saat jaman peperangan dahulu, diantara ras Angel atau Devil ada ras yang merupakan komplotan yang berusaha memberontak, komplotan yang gagal dalam misi mereka atau dalam pengabdian mereka, The Fallen Angel. Devil, yang selalu mengikatkan kontrak mereka dengan manusia dan menjalani tugas sesuai apa yang diperintahkan tuannya, sedangkan para Angel yang beberapa dari mereka juga mengikat kontrak dan menuntun para master-nya kedalam pengabdian Tuhan juga untuk melenyapkan keturunan iblis, satu kawanan yang lain, Fallen Angel, Angel yang gagal dalam menjalankan misi, bersama para Angel biasanya mereka berkomplot untuk menghabisi para Demon. Namun ada beberapa dari mereka, yang berkomplot dengan para Devil, merasa dirinya telah gagal, mereka mempunyai dendam untuk bersama-sama, berkerjasama dengan kegelapan untuk mengagalkan teman mereka sendiri, yakni memberantas para Demon. Singkatnya, mereka membantu para Devil untuk menjauhkannya dari incaran para Angel.” Daichi menjelaskan.
Angel, Devil, dan… Fallen Angel?
Aku menoleh kearah Gin. Dia.. gagal menjadi Angel? Seperti apa.. identitas Gin yang sesungguhnya?
“"Untuk apa kau menatapku seperti itu hah? Kau yang tidak punya harga diri dan bersekutu dengan iblis tidak pantas melihatku! Matamu sudah terkontaminasi, aku pun harus melenyapkan orang tidak berguna sepertimu!” Frau melebarkan sayapnya dan cahaya yang sangat terang mencuat dari kepakan sayapnya. “Hana!”
Hana menggumamkan sesuatu dibelakang Frau. Cahaya keluar dari bawah kakinya dan menaugi seluruh tubuhnya. Tiba-tiba saja ada pentagram di tengah-tengah kami dan sesuatu tampak keluar dari dalam tanah.
“Summon! Cockatrice!”
Tiba-tiba, seekor monster yang menyerupai naga berkaki dua tapi memiliki kepala yang tampak seperti ayam raksasa muncul dari pentagram tersebut, mencuat dari dalam tanah. Suaranya yang menggelegar memekakkan telinga. Wujudnya yang sangat besar dan kakinya yang sangat panjang seperti mampu menghabiskan kami semua hanya dalam sekali injaknya. Aku mengamati tubuhnya, bersiap jika dia mulai bergerak kearah kami.
“Sial! SIAPAPUN JANGAN TATAP MATANYA!” Kaito berteriak.
Aku terkejut. Aku menundukkan kepalaku seperti perintah Kaito. Hampir saja aku menatap matanya yang bulat dan besar. Tapi, bagaimana menyerangnya jika kita tak boleh menatapnya?
My Cursed Heart [Chapter 14 - The Milestone of Sorrow]
//Thursday, February 16, 2012
//Posted by darakyu706
Tag :// novels
New Year's Eve, or is it?
2011. I recall many things happened.
What do I miss a lot?
When I think that I don't even have any friends for real, who accept me as who I am, not because I'm needed. I know it's such melancholic, but having a feeling that you are exist because there is something from you that needed or I simply say it, being used.
but then, it is just a part of my life. I thankful that I found someone whom always there for me. Yep, my boyfriend. Although, we have not meet each other in person but, we've fallen in love.. in days. Sounds weird? Nah, but I truly love him. Even sometimes, I feel... something, (I'd rather not to write it, lol~)
that's that..
Chapter 13. Door to the Past
“Apa?!”, Aku tersedak roti melonku. Sakura memberiku Lemon sodanya. Aku meneguknya, mengambil napas dan kembali mengulang pertanyaanku. “Kau bilang apa tadi, Sakura?”
“Hana, dikabarkan menghilang. Kamarnya kosong ketika Suster jaganya masuk.”
Aku menelan roti melonku yang sekarang rasanya seperti karet melewati tenggorokanku. Hilang?
Sakura tampak murung kembali. Dia merogoh sakunya, dan mengeluarkan sesuatu ke dalam genggamannya yang tampak seperti bandul.
“Ini ditemukan diatas kasurnya. Suster itu memberikannya padaku pagi ini ketika aku berniat menjenguknya.”
Aku meraih bandul dengan rantai coklat keemasan dari tangan Sakura. Di sisi kiri dan kanannya terukir sayap kecil yang melengkung dan sebuah batu biru sapphire melengkapi keindahannya di tengah guratan yang tampak seperti aliran air. Aku mencoba membalikkan bandul tersebut, ada sederet kecil kalimat tertulis diatasnya.
“Coloro che seguono il flusso sarà schiacciato dal ruolo... Ma coloro che sono sopravvissuti contro il flusso condurrà questi dolore.…”
Huh? Aku tidak mengerti sama sekali. Kembali aku memperhatikan sapphire yang ada di sisi depan bandul. Tiba-tiba kesadaranku rasanya seperti tersedot. Damn! Apa ini! Batu Sapphire ini rasanya punya kekuatan lain. Aku merasa dikelilingi oleh sorrow. Aku mencoba berontak dari perasaan ini dan dengan cepat aku menyimpan bandul Hana di dalam sakuku. Akan kutanyakan pada Kaze lebih lanjut apa arti dari kalimat itu dan apa sebenarnya kekuatan batu Sapphire ini.
------
“Markas baru?”, Kaito mengalihkan pandangannya dari laba-laba yang sedang berusaha melengketkan mangsanya.
“Yeah, kau sudah dengar? Gedung sekolah lama ini akan segera dirobohkan.” Kata Daichi dengan tenang.
Hening.
“Kenapa?” aku mencoba memecahkan kesunyian diantara yang lain.
“Yang pasti karna gedung ini sudah tak terpakai tentunya, dan lagi sudah tak terawat, kemungkinan yang lain, mungkin…” Daichi memotong pembicaraannya.
“Mungkin apa?” Aku mengernyitkan alisku.
“Kau ingat Rokku kan? Apa yang pernah kita diskusikan, kalian masih ingat?” Daichi memutar matanya ke arahku dan Kaito.
“Ah… silsilah keluarga di sekolah ini? Dengan kata lain mereka ingin melihat kita menderita, kan?” Kaito mengungkapkan analisinya.
“Tepat seperti yang kupikirkan.” Daichi menggosok lehernya.
“Hanya butuh markas baru kan? Toh kukira itu takkan mempengaruhi kita.” Aku mencoba mengeluarkan aspirasiku, “Bukankah ini untung buat kita? Dengan begini Kaze tak perlu susah payah lagi menyelinap ke sekolah ini. Bagus kan?”
“Mungkin… tapi..” Kaito menatap kearahku. Rasanya sekelilingku membeku.
“Apa?” Aku mencoba tenang.
“Tahukah kau mengapa kami memilih gedung ini sebagai markas? Gedung yang sudah sangat usang ini?”
Daichi bergerak ke arah lemari. Laba-laba yang tadi sedang berusaha memintal mangsanya terpaksa sekarang harus mencari mangsa baru karna Daichi baru saja merusak sarangnya. Daichi mencoba membersihkan lemari yang sudah sangat berdebu itu dan mengumpulkan tenaganya untuk bisa menggesernya ke samping.
“Bantu aku sedikit, Kaito”
“Kau kan Earth, masa tidak kuat mendorong lemari?”
“Sudahlah cepat bantu aku. Kan ini berhubungan dengan Misi kita juga, kau tidak ingat?”
Kaito berjalan dengan malas kearah Daichi, dan sekarang mereka berdua mencoba untuk mendorong lemari kayu berdebu yang bahkan kupikir seharusnya tidak seberat itu untuk digeser. Mereka berdua bersusah payah menggeser dengan mengerahkan seluruh tenaga manusia mereka dan selang beberapa menit kemudian, dengan penuh keringat, mereka berhasil menggeser lemari berdebu si laba-laba itu. Pintu. Di belakang lemari itu ternyata ada sebuah pintu. Pintu dari kayu yang terukir gambar symbol-simbol yunani yang aku tidak mengerti tapi tetap menunjukkan keindahan buatku. Aku menelan ludah. Penasaran dengan apa yang ada di balik pintu tersebut.
Daichi melirik kearah Kaito, dan Kaito mengangguk seakan dia mengerti apa yang ada di pikiran Daichi. Daichi menggumamkan mantra, perlahan-lahan gambar naga yang tertempel di pintu yang bersimbolkan huruf Yunani itu bergerak. Naga itu seolah menjauh.
Klek.
Pintu itu pun terbuka. Angin dingin menyeruak keluar menghujam kulitku. Sebuah lorong yang panjang sekarang membentang di hadapanku.
“Apa.. ini?” Aku bertanya kepada Daichi dan Kaito.
“Lorong waktu. Cepat masuk ” Kaito menjawab. Dan dia mulai masuk kedalam lorong tersebut.
“What?” Aku tidak mengerti. Bagaimana bisa? aku mengikuti di belakang Daichi.
“Somehow, gedung sekolah lama ini menciptakan dimensi tertentu dimana semua aliran waktu melewati dan bergerak ke tempat ini. Kaze yang menemukan lorong ini.” Daichi berjaan di belakangku.
“Aku tetap tak mengerti.” Aku mengernyitkan dahiku. “Kalau ini adalah lorong waktu, berarti kita sekarang berjalan di tengah aliran waktu? Bagaimana bisa kita tidak bertabrakan dengan waktu yang lain?”
“Seperti yang kau lihat.” Daichi menyentuh dinding lorong tersebut. “Masa depan, masa lalu, dan masa kini. Lorong ini lah pembatasnya. Kita sedang berjalan diantara dimensi waktu dan alam astral kita. Ini membuat soul kita menciptakan proteksi tersendiri dari hentaman aliran waktu sehingga kita—para souler¬, bisa dengan mudah menembus waktu. Manusia biasa tentu tidak bisa melihat ini. Waktu, adalah benda abstrak. Seperti cinta.” Daichi menyeringai.
Aku semakin bingung dengan penjelasan Daichi. Jadi sekarang, aku sedang jalan-jalan diantara waktu? Diamanakah aku sekarang? Masa depan? Masa lalu? Masa kini?
“Lalu.. sekarang kita mau apa di lorong waktu ini?” aku mencoba mencari jawaban atas apa yang sedang kami perbuat.
“Kita harus menemukan tubuh Kaze. Ini misi kita. ” Kaito berjalan dengan cepat di depanku. Rasanya lorong ini begitu panjang dan aku merasa takut kalau tidak ada ujungnya. Napasku rasanya sedikit sesak.
“Tubuh Kaze? Dimana? Misi?” sekarang aku terengah-engah. Entah karna tekanan dari waktu yang mengalir di sekitarku atau karna aku yang mencoba mengejar Kaito. Dia punya kaki yang lebih panjang dariku, dan dia berjalan sangat cepat. Hell.
“Celestia.” Daichi bergumam.
Aku menghentikan langkahku tiba-tiba dan Daichi berhenti secara tiba-tiba sebelum menabrakku. Kaget akan apa yang baru saja diucapkan Daichi aku menoleh kearahnya.
“Celestia katamu? Tempat perang kita terakhir itu? Disana kan banyak Angel dan Kaze pun tidak ada, bagaimana kalau kita tertangkap?”
“Karna itulah kita punya mata-mata.” Kaito mulai bersemangat. “Dan teruslah berjalan, jangan berhenti disana atau kau akan kehilangan waktu mudamu!”
Aku berlari mengejar Kaito.
“Mata-mata? Siapa? Kenapa kalian tidak pernah memberi tahuku kalian punya mata-mata?”
“Kukira kau sudah pernah bertemu dengannya Miyu.” Daichi berjalan lagi dengan cepat di belakangku.
“Benarkah?” aku semakin bingung dengan semua ini.
“Ya, dan kita akan bertemu dengannya di ujung lorong ini.”
----
Kaze menguap. Ah, mereka mengunjungi Time Tunnel rupanya, pikir Kaze.
“Dasar Kaito. Aku sudah bilang akan lakukan sendiri. Yasudah lah, toh Sai juga disana.”
Kaze melompat keatas tempat tidur Miyu. Berbaring disana seolah tidak ada beban berat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari misi mereka kali ini.
-----
Aku menghembuskan nafasku. Rasanya aku sudah berlari sekuat tenaga di lorong ini. tapi mana ujungnya?
“Kaito, perjalanan kita masih jauh kah?” aku mencoba mengatur nafasku.
“Sedikit lagi..” dan dia tiba-tiba berbelok. Aku pun mengikutinya.
Dan itu dia. Cahaya. Aku merasa paru-paruku melebar lagi.
“Lama sekali..”
Seseorang dengan memakai tudung transparan menunggu kami di ujung terowongan waktu. Dia sedang bertransformasi rupanya. Dan.. tunggu. Aku kenal dia..
“Gin? Kenapa kau ada disini?”
“Wah, Miyu, apa Daichi atau Kaito tidak memberitahumu? Kalian jahat sekali.” Gin merengut kearah Kaito. Kaito melengos tidak peduli.
Aku melihat seseorang yang lain disana. Seseorang yang tinggi dan sedikit berkulit hitam. Siapa?
“Ah, aku lupa memberitahumu. Dia Sai. Wind.” Kaito seakan bisa membaca pikiranku.
“Heeeeyyy! Kalian memperkenalkan Sai tapi tidak memperkenalkan diriku! Dasar! Padahal aku juga punya jabatan penting disini!” Gin menghardik.
Kaito menghela nafas. “Baiklah baiklah, ini dia sang mata-mata. Gin. Angel. Happy?” Kaito bersikap dingin. Gin masih cemberut.
Gin mata-mata?! Angel?
Aku seperti menerima pukulan di kepalaku. Gin seorang Angel?
“Tenang. Dia berpihak pada kita, yah.. saat ini.” Daichi mengusap kepalaku.
“Hai Miyu, Aku Sai, senang bertemu denganmu. Water eh? Terlihat jelas.” Sai terkikik.
“Baiklah cukup basa-basinya, kita punya misi penting sekarang.” Kaito bersiap bertransformasi.
“Jadi, adakah seseorang yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi disini, apa yang kita lakukan, dan dimana ini?” Aku benar-benar depresi.
“Haha, Miyu. Kau lucu sekali.” Sai tertawa.
“Kita sedang kembali ke masa lalu Miyu, saat di Celestia. Sekarang, kita akan merebut kembali tubuh Kaze yang tersegel.” Daichi sudah bertransformasi rupanya.
“Miyu, cobalah bertransformasi.” Kaito menatapku
“A-aku? Aku belum bisa bertransformasi penuh.” Aku gugup.
“Kau bisa.” Sai menyentuh kepalaku.
Aku merasa seperti terlempar. Eirin muncul di hadapanku.
“Ayo ucapkan sama-sama.. Miyu..”
“Animus vinctus in aquam fluere, influit!”
Aliran energi berkumpul menyeruak ke dalam badanku. Eirin menyatu dengan jiwaku. Aku merasakan sensasi yang seperti merobek tulangku. Aku membuka mataku. Aku tampak seperti Eirin.
“Baik, mulai dari sini. Aku yang akan memimpin. Ingat untuk berjarak setidaknya 100 meter dariku, okay?” Gin maju.
“Hmph.” Kaito menyetujui.
“Kalian siap?” Sai mengerling kearahku dan Daichi. Aku mengangguk.
“Let’s go to Celestia..”
Gin menghentakan kakinya dan kami semua masuk kedalam lingkaran yang tampak seperti gerbang putih.
“Apa?!”, Aku tersedak roti melonku. Sakura memberiku Lemon sodanya. Aku meneguknya, mengambil napas dan kembali mengulang pertanyaanku. “Kau bilang apa tadi, Sakura?”
“Hana, dikabarkan menghilang. Kamarnya kosong ketika Suster jaganya masuk.”
Aku menelan roti melonku yang sekarang rasanya seperti karet melewati tenggorokanku. Hilang?
Sakura tampak murung kembali. Dia merogoh sakunya, dan mengeluarkan sesuatu ke dalam genggamannya yang tampak seperti bandul.
“Ini ditemukan diatas kasurnya. Suster itu memberikannya padaku pagi ini ketika aku berniat menjenguknya.”
Aku meraih bandul dengan rantai coklat keemasan dari tangan Sakura. Di sisi kiri dan kanannya terukir sayap kecil yang melengkung dan sebuah batu biru sapphire melengkapi keindahannya di tengah guratan yang tampak seperti aliran air. Aku mencoba membalikkan bandul tersebut, ada sederet kecil kalimat tertulis diatasnya.
“Coloro che seguono il flusso sarà schiacciato dal ruolo... Ma coloro che sono sopravvissuti contro il flusso condurrà questi dolore.…”
Huh? Aku tidak mengerti sama sekali. Kembali aku memperhatikan sapphire yang ada di sisi depan bandul. Tiba-tiba kesadaranku rasanya seperti tersedot. Damn! Apa ini! Batu Sapphire ini rasanya punya kekuatan lain. Aku merasa dikelilingi oleh sorrow. Aku mencoba berontak dari perasaan ini dan dengan cepat aku menyimpan bandul Hana di dalam sakuku. Akan kutanyakan pada Kaze lebih lanjut apa arti dari kalimat itu dan apa sebenarnya kekuatan batu Sapphire ini.
------
“Markas baru?”, Kaito mengalihkan pandangannya dari laba-laba yang sedang berusaha melengketkan mangsanya.
“Yeah, kau sudah dengar? Gedung sekolah lama ini akan segera dirobohkan.” Kata Daichi dengan tenang.
Hening.
“Kenapa?” aku mencoba memecahkan kesunyian diantara yang lain.
“Yang pasti karna gedung ini sudah tak terpakai tentunya, dan lagi sudah tak terawat, kemungkinan yang lain, mungkin…” Daichi memotong pembicaraannya.
“Mungkin apa?” Aku mengernyitkan alisku.
“Kau ingat Rokku kan? Apa yang pernah kita diskusikan, kalian masih ingat?” Daichi memutar matanya ke arahku dan Kaito.
“Ah… silsilah keluarga di sekolah ini? Dengan kata lain mereka ingin melihat kita menderita, kan?” Kaito mengungkapkan analisinya.
“Tepat seperti yang kupikirkan.” Daichi menggosok lehernya.
“Hanya butuh markas baru kan? Toh kukira itu takkan mempengaruhi kita.” Aku mencoba mengeluarkan aspirasiku, “Bukankah ini untung buat kita? Dengan begini Kaze tak perlu susah payah lagi menyelinap ke sekolah ini. Bagus kan?”
“Mungkin… tapi..” Kaito menatap kearahku. Rasanya sekelilingku membeku.
“Apa?” Aku mencoba tenang.
“Tahukah kau mengapa kami memilih gedung ini sebagai markas? Gedung yang sudah sangat usang ini?”
Daichi bergerak ke arah lemari. Laba-laba yang tadi sedang berusaha memintal mangsanya terpaksa sekarang harus mencari mangsa baru karna Daichi baru saja merusak sarangnya. Daichi mencoba membersihkan lemari yang sudah sangat berdebu itu dan mengumpulkan tenaganya untuk bisa menggesernya ke samping.
“Bantu aku sedikit, Kaito”
“Kau kan Earth, masa tidak kuat mendorong lemari?”
“Sudahlah cepat bantu aku. Kan ini berhubungan dengan Misi kita juga, kau tidak ingat?”
Kaito berjalan dengan malas kearah Daichi, dan sekarang mereka berdua mencoba untuk mendorong lemari kayu berdebu yang bahkan kupikir seharusnya tidak seberat itu untuk digeser. Mereka berdua bersusah payah menggeser dengan mengerahkan seluruh tenaga manusia mereka dan selang beberapa menit kemudian, dengan penuh keringat, mereka berhasil menggeser lemari berdebu si laba-laba itu. Pintu. Di belakang lemari itu ternyata ada sebuah pintu. Pintu dari kayu yang terukir gambar symbol-simbol yunani yang aku tidak mengerti tapi tetap menunjukkan keindahan buatku. Aku menelan ludah. Penasaran dengan apa yang ada di balik pintu tersebut.
Daichi melirik kearah Kaito, dan Kaito mengangguk seakan dia mengerti apa yang ada di pikiran Daichi. Daichi menggumamkan mantra, perlahan-lahan gambar naga yang tertempel di pintu yang bersimbolkan huruf Yunani itu bergerak. Naga itu seolah menjauh.
Klek.
Pintu itu pun terbuka. Angin dingin menyeruak keluar menghujam kulitku. Sebuah lorong yang panjang sekarang membentang di hadapanku.
“Apa.. ini?” Aku bertanya kepada Daichi dan Kaito.
“Lorong waktu. Cepat masuk ” Kaito menjawab. Dan dia mulai masuk kedalam lorong tersebut.
“What?” Aku tidak mengerti. Bagaimana bisa? aku mengikuti di belakang Daichi.
“Somehow, gedung sekolah lama ini menciptakan dimensi tertentu dimana semua aliran waktu melewati dan bergerak ke tempat ini. Kaze yang menemukan lorong ini.” Daichi berjaan di belakangku.
“Aku tetap tak mengerti.” Aku mengernyitkan dahiku. “Kalau ini adalah lorong waktu, berarti kita sekarang berjalan di tengah aliran waktu? Bagaimana bisa kita tidak bertabrakan dengan waktu yang lain?”
“Seperti yang kau lihat.” Daichi menyentuh dinding lorong tersebut. “Masa depan, masa lalu, dan masa kini. Lorong ini lah pembatasnya. Kita sedang berjalan diantara dimensi waktu dan alam astral kita. Ini membuat soul kita menciptakan proteksi tersendiri dari hentaman aliran waktu sehingga kita—para souler¬, bisa dengan mudah menembus waktu. Manusia biasa tentu tidak bisa melihat ini. Waktu, adalah benda abstrak. Seperti cinta.” Daichi menyeringai.
Aku semakin bingung dengan penjelasan Daichi. Jadi sekarang, aku sedang jalan-jalan diantara waktu? Diamanakah aku sekarang? Masa depan? Masa lalu? Masa kini?
“Lalu.. sekarang kita mau apa di lorong waktu ini?” aku mencoba mencari jawaban atas apa yang sedang kami perbuat.
“Kita harus menemukan tubuh Kaze. Ini misi kita. ” Kaito berjalan dengan cepat di depanku. Rasanya lorong ini begitu panjang dan aku merasa takut kalau tidak ada ujungnya. Napasku rasanya sedikit sesak.
“Tubuh Kaze? Dimana? Misi?” sekarang aku terengah-engah. Entah karna tekanan dari waktu yang mengalir di sekitarku atau karna aku yang mencoba mengejar Kaito. Dia punya kaki yang lebih panjang dariku, dan dia berjalan sangat cepat. Hell.
“Celestia.” Daichi bergumam.
Aku menghentikan langkahku tiba-tiba dan Daichi berhenti secara tiba-tiba sebelum menabrakku. Kaget akan apa yang baru saja diucapkan Daichi aku menoleh kearahnya.
“Celestia katamu? Tempat perang kita terakhir itu? Disana kan banyak Angel dan Kaze pun tidak ada, bagaimana kalau kita tertangkap?”
“Karna itulah kita punya mata-mata.” Kaito mulai bersemangat. “Dan teruslah berjalan, jangan berhenti disana atau kau akan kehilangan waktu mudamu!”
Aku berlari mengejar Kaito.
“Mata-mata? Siapa? Kenapa kalian tidak pernah memberi tahuku kalian punya mata-mata?”
“Kukira kau sudah pernah bertemu dengannya Miyu.” Daichi berjalan lagi dengan cepat di belakangku.
“Benarkah?” aku semakin bingung dengan semua ini.
“Ya, dan kita akan bertemu dengannya di ujung lorong ini.”
----
Kaze menguap. Ah, mereka mengunjungi Time Tunnel rupanya, pikir Kaze.
“Dasar Kaito. Aku sudah bilang akan lakukan sendiri. Yasudah lah, toh Sai juga disana.”
Kaze melompat keatas tempat tidur Miyu. Berbaring disana seolah tidak ada beban berat dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari misi mereka kali ini.
-----
Aku menghembuskan nafasku. Rasanya aku sudah berlari sekuat tenaga di lorong ini. tapi mana ujungnya?
“Kaito, perjalanan kita masih jauh kah?” aku mencoba mengatur nafasku.
“Sedikit lagi..” dan dia tiba-tiba berbelok. Aku pun mengikutinya.
Dan itu dia. Cahaya. Aku merasa paru-paruku melebar lagi.
“Lama sekali..”
Seseorang dengan memakai tudung transparan menunggu kami di ujung terowongan waktu. Dia sedang bertransformasi rupanya. Dan.. tunggu. Aku kenal dia..
“Gin? Kenapa kau ada disini?”
“Wah, Miyu, apa Daichi atau Kaito tidak memberitahumu? Kalian jahat sekali.” Gin merengut kearah Kaito. Kaito melengos tidak peduli.
Aku melihat seseorang yang lain disana. Seseorang yang tinggi dan sedikit berkulit hitam. Siapa?
“Ah, aku lupa memberitahumu. Dia Sai. Wind.” Kaito seakan bisa membaca pikiranku.
“Heeeeyyy! Kalian memperkenalkan Sai tapi tidak memperkenalkan diriku! Dasar! Padahal aku juga punya jabatan penting disini!” Gin menghardik.
Kaito menghela nafas. “Baiklah baiklah, ini dia sang mata-mata. Gin. Angel. Happy?” Kaito bersikap dingin. Gin masih cemberut.
Gin mata-mata?! Angel?
Aku seperti menerima pukulan di kepalaku. Gin seorang Angel?
“Tenang. Dia berpihak pada kita, yah.. saat ini.” Daichi mengusap kepalaku.
“Hai Miyu, Aku Sai, senang bertemu denganmu. Water eh? Terlihat jelas.” Sai terkikik.
“Baiklah cukup basa-basinya, kita punya misi penting sekarang.” Kaito bersiap bertransformasi.
“Jadi, adakah seseorang yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi disini, apa yang kita lakukan, dan dimana ini?” Aku benar-benar depresi.
“Haha, Miyu. Kau lucu sekali.” Sai tertawa.
“Kita sedang kembali ke masa lalu Miyu, saat di Celestia. Sekarang, kita akan merebut kembali tubuh Kaze yang tersegel.” Daichi sudah bertransformasi rupanya.
“Miyu, cobalah bertransformasi.” Kaito menatapku
“A-aku? Aku belum bisa bertransformasi penuh.” Aku gugup.
“Kau bisa.” Sai menyentuh kepalaku.
Aku merasa seperti terlempar. Eirin muncul di hadapanku.
“Ayo ucapkan sama-sama.. Miyu..”
“Animus vinctus in aquam fluere, influit!”
Aliran energi berkumpul menyeruak ke dalam badanku. Eirin menyatu dengan jiwaku. Aku merasakan sensasi yang seperti merobek tulangku. Aku membuka mataku. Aku tampak seperti Eirin.
“Baik, mulai dari sini. Aku yang akan memimpin. Ingat untuk berjarak setidaknya 100 meter dariku, okay?” Gin maju.
“Hmph.” Kaito menyetujui.
“Kalian siap?” Sai mengerling kearahku dan Daichi. Aku mengangguk.
“Let’s go to Celestia..”
Gin menghentakan kakinya dan kami semua masuk kedalam lingkaran yang tampak seperti gerbang putih.
Tag :// novels
Chapter 12. New Breeze
Kuro bisa bicara? Aku bermimpi kan?
Kepalaku jadi pusing. Apa yang terjadi? Kuro masih berdiri di depanku dan menatapku dengan tajam.
“Kuro.. Kau.. kucing kan?”, aku masih tidak percaya dengan penglihatanku.
“Sudahlah, cepat ambil pakaianmu dan dengarkan aku”. Kuro melompat turun dari bathtubeku dan keluar dari kamar mandiku.
Apa ini? Aku memeriksa dahiku. Normal, aku tidak demam. Aku mencubit pipiku. Sakit. Aku tidak bermimpi. Berarti..
Hidupku memang sudah melebihi batas normal semenjak Eirin terlahir dari dalam diriku. Aku mulai banyak memasuki dunia yang memang susah untuk dijelaskan dengan logika. Tapi, tiba-tiba ada seekor kucing hitam yang bicara di depanku? Orang pikir aku pasti sudah gila.
Aku menarik handukku dan menyudahi mandikku, dengan cepat aku berpakaian dan keluar dari kamar mandi menuju kamarku. Kuro sudah duduk diatas kasur menungguku. Aku memeriksa sekeliling kamarku memastikan tidak ada yang mendengar. Kukunci pintu dan aku berjalan kearah Kuro dengan gemetar.
“Si-siapa kau, to-tolong jangan ganggu aku tuan jin”, aku terpaku beberapa langkah dari Kuro. Sengaja kubuat jarak diantara kami kalau-kalau terjadi sesuatu seperti.. sesuatu itu melompat keluar misalnya.
“Cih, tuan jin katamu? Jahat sekali, kau masih belum menyadarinya kah, Miyu-chan?”
Ah panggilan itu. Kata –chan terbayang-bayang dalam benakku. Yang selalu memanggilku dengan tambahan kata seperti itu semenjak kami bertemu..
“K-kaze?!”
“Dasar lambat.” Kaze menggeliat diatas kasurku.
Otakku berputar dengan cepat. Kenapa Kaze menjadi Kuro? Akankah Kaze masuk kedalam tubuh Kuro ataukah memang Kuro adalah Kaze?
“Kenapa kau masuk ke dalam tubuh Kuro?” aku mencoba dugaanku yang pertama.
“Masuk katamu? Hey, sejak awal namaku memang Kaze. Kau saja yang merubahnya seenaknya.”
“Maksudmu sejak awal Kaze adalah kucing yang bernama Kuro?”
“Sudahlah hentikan bermain detektif-detektifnya, kutegaskan sekali lagi aku memang Kaze, tapi sekarang sedang berwujud seekor kucing.”
Aku menelan ludahku. Kuro adalah Kaze?
“Tapi kenapa?”
“Kenapa aku menjadi kucing maksudmu? Yah, semenjak kejadian di Celestia itu aku sudah menghabiskan seluruh energiku. Dan juga aku sudah lagi bukan wind. Aku terlahir kembali sebagai dark. Aku menghancurkan badanku sendiri karna kekuatan dark yang kupakai melebihi batas saat itu untukku yang baru lahir. Aku kembali ke dunia ini karna aku tahu kau pasti akan terus-terusan menangis, tapi karna tubuh manusiaku sudah hancur jadi apa boleh buat, aku kembali dalam bentuk kucing sampai tubuh baruku nanti selesai dibuat.”
Lagi, otakku berputar. Ya, aku memang menunggu Kaze untuk kembali. Tapi aku tidak pernah menyangka dia akan kembali dalam bentuk kucing. Jadi semenjak awal Kuro itu adalah Kaze? Ah! Aku tersadar sesuatu. Pipiku memerah, aku malu sekali.
“Dasar kucing cabul!!” kulempar bantal kearah Kaze. “Kenapa kau tidak bilang dari awal, hah?! Kau sudah melihat tubuhku, argh! Aku tidak bisa menikah!”
“Cih, siapa yang mengajakku mandi bersama? Lagipula aku tidak tertarik pada tubuh anak SD”, Kaze melenggang pergi dengan santai.
“APA?!”, rasanya aku ingin sekali mencabuti seluruh bulu di tubuh kucing Kaze.
***
Aku masih kesal pada Kaze. dia apa-apaan sih? Kenapa dia tidak bicara dari awal kalau dia itu Kaze? aku menggenggam dasiku dengan kencang.
“Yo!”, seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh kearahnya.
“Kau sakit perut Miyu?”, Tanya Daichi yang mengira genggamanku yang kuat pada dasiku karna aku menahan sakit.
“Tidak kok,” jawabku.
kami berjalan beriringan kesekolah. Ini pertama kalinya bagiku berjalan disamping Daichi, aku merasa cemas. Bukan aku tak suka berjalan bersamanya, aku hanya takut akan fansnya.
“Sudah tenang saja Miyu,” Kata Daichi yang seakan bisa membaca pikiranku.
“Ah-ahahaha,” aku tertawa lemas.
“Syukurlah kau sudah tertawa lagi, kukira semalaman kau akan membuat banjir di daerah sini.”
“Maksudmu apa, hah?” aku menepuk kepala Daichi sambil terkekeh.
“Yah, siapa tau air matamu berubah menjadi lautan, kau kan Water,”
“Itu tidak mungkin! Kau berlebihan,” aku menepak kepala Daichi sekali lagi.
“Tapi mungkin lebih bagus kalau airmatamu dirubah saja menjadi Aquamarine, kalau dijual pasti laku mahal.”
Sekali lagi aku ingin menepak kepala Daichi tapi dia sudah berhasil menghindariku.
“Miyu!” Sakura berteriak dari arah gerbang kearahku. Sepertinya dia memang sengaja menunggu kedatanganku. Dia berlari kearahku seperti anak-anak yang ingin memamerkan mainan barunya kepada temannya.
“Ada apa?” aku dan Daichi keheranan melihat Sakura yang bertingkah lain dari biasanya. Sakura memang penuh rasa humor, tapi belakangan dia jadi pemurung karna sahabat baiknya koma.
“Hana! Dia sudah sadar.” Sakura tersenyum cerah padaku.
“Benarkah?” aku merasakan luapan kegembiraan yang luar biasa. Kaze kembali dan Hana sudah sadar dari komanya.
“Baiklah, bagaimana kalau kita semua nanti menjenguknya? Aku juga akan mengajak Kaito.” Kata Daichi.
“Ah.. itu..”
“Kenapa?” Daichi mengerutkan dahinya.
“Hey kalian menghalangi jalan masuk.” Kaito muncul dan berkata dengan acuhnya, disampingnya, Eari, menggenggam lengannya layaknya anak kecil yang takut kehilangan boneka teddynya. Aku menelan ludahku.
“Oh, Kaito.” Mata Daichi berputar kearah Eari, “Dia kenalanmu?”
“Ya.. bisa dibilang seperti itu.” Kaito seperti malas ingin menjelaskan.
Akhirnya kami memasuki sekolah bersama-sama. 5 orang berjalan beriringan layaknya membentuk barisan upacara, terlihat sangat aneh, bagiku paling tidak.
“Kita berpisah disini.” Kata Daichi yang hendak ke ruang OSIS terlebih dahulu, “Sampai jumpa nanti Miyu, Kaito.”
Dan Daichi melangkah meninggalkan kami.
Awkward situation. Kaito dan temannya yang selalu menggandeng lengannya berjalan di depanku dan Sakura. Rasanya seperti aku ingin membenamkan wajahku. Aku tidak mau melihat pemandangan seperti ini, Sakura menoleh ke arahku.
“Hey.. Miyu, dia itu siapa sih? Nempel-nempel terus dengan Kaito.” Sakura berbisik kepadaku. Aku mencoba untuk tersenyum pada Sakura tapi gagal. Senyumku malah terlihat seperti seringai.
“Baiklah Kaito, makan siang nanti bersamaku ya, aku sudah membuatkan bekal untukmu.” Eari melepaskan lengan Kaito, tersenyum, lalu menuju ke kelasnya sendiri.
Aku dan Sakura bergegas masuk ke kelas kami tanpa memperhatikan Kaito yang mencoba untuk tersenyum gagal sepertiku tadi.
________________
“Dasar Miyu, aku dikunci di kamar seperti ini, levelku kan lebih tinggi dari kucing biasa.” Kaze menggumam. Dia mencakar-cakar pintu berharap kalau pintunya bisa terbuka. “Sial, aku tidak bisa pakai kekuatanku.” Kaze menyerah.
“Haaahh.. Miyu bodoh, padahal aku mau memperkenalkan Wind baru penggantiku, Semoga mereka bisa bertemu.” Kaze menguap dan kembali tidur bak kucing.
“KLUB MAGIC”
Rasanya aku selalu lupa meminta Daichi untuk mengganti nama klub. Kenapa harus magic? Kita tidak berhubungan dengan sulap sama sekali. Tidak ada kosong.. kosong.. apalah. Memang sih, Kaze perah menjelaskan tentang arti dari Magic ini, tapi aku merasa aneh saja.
Aku membuka pintu ruang Klub. Yeah, sepi.. rasanya semenjak Kaze menghilang—jadi kucing maksudku, jarang member yang lain rajin memeriksa tempat ini.
Astaga! Aku teringat sesuatu, aku belum beritahu member yang lain kalau Kaze jadi kucing! Apa harus kuberitahu? Atau lebih baik mereka tahu sendiri?
Aku melangkah ke kursi di dekat jendela. Rasanya semuanya terjadi begitu cepat. Ada hal yang membuatku tidak bisa bernafas tenang. Kenapa harus Hana yang diculik? Mungkin karna dia sahabatku? Tapi Hana tidak tahu-menahu dan tidak ada hubungannya dengan masalah soul. Aku bahkan juga tidak tahu kalau Hana adalah seorang souler… tunggu,. Kaze pun tidak mengetahuinya. Hana seperti dipaksakan untuk menjadi seorang Angel, karna Frau tahu aku seorang Demon? Argh! Rasanya aku tidak bisa berpikir apa alasannya.
“Kau sedang memikirkan apa?”
Aku terkejut, lagi. Kenapa aku tidak pernah bisa merasakan keberadaannya?
“Ohh.. tidak… ” Aku menundukkan kepalaku. Entah kenapa aku tidak berani menatap Kaito.
“Aku tidak bisa menemukannya.. ini aneh.. di dunia sana pun tidak terdeteksi.”
“Maksudmu?”
“Kaze”
“Ah, itu...”
Daichi membuka pintu klub memotong pembicaraanku.
“Ah, kalian disini rupanya.”
“Ada apa?”, Aku berusaha mencari alasan untuk berjauhan dengan Kaito.
“Semalam, rasanya Kaze datang di mimpiku..”
“Hah?”
“Dia bilang, carilah ‘Wind’ penggantiku.”
“Maksudmu?” aku mengerutkan dahiku.
“Entahlah, dia hanya berkata seperti itu di dalam mimpiku dan menghilang.”
“Wind baru? Kenapa?”
Apa dia kehilangan kekuatannya? Dan menyuruh kami mencari penggantinya? Apa itu artinya dia tidak bisa lagi menjadi manusia?
“Begitukah? Kalau Kaze sudah bicara seperti itu, kita harus menurutinya.” Kaito berpikir.
“Tapi kenapa Wind? Kaze kan Wind. kenapa kita butuh Wind lagi?”
“Bodoh.” Daichi menepuk kepalaku, “Kau tidak ingat apa yang terjadi terakhir kali?”
Aku mencoba mengingat pertarungan Kaze dan Seraph terakhir kali. Ledakan hitam itu…
“Ya, Kaze telah menjadi Dark,” Daichi menjawabnya sebelum aku membuka mulutku.
“Eternal Darkness..” Kaito menambahkan.
“Jadi… dia adalah Dark… apa element seseorang bisa berubah?”
“Bukan.. aslinya dia memang Dark.”
“Aku… tidak mengerti.”
“Kita tunggu saja sampai Kaze kembali, biar dia sendiri yang akan menjelaskannya.” Daichi menepuk kepalaku lagi.
“Ah.. Kaze sebenarnya—“
Bel berbunyi. Waktu istirahat siang habis. Daichi dan Kaito beranjak pergi. Aku tidak punya kesempatan untuk berbicara? Menyebalkan.
_________________
“Hana…” Air mata Sakura berjatuhan. Sepertinya dia sangat merindukan sahabat baiknya.”
“Kau sudah merasa baikan?”, Aku menatap Hana yang tampak lebih kurus sekarang. Sakura duduk di sebelahku.
“Kau… apa kau sudah kembai normal?”, Aku melihatnya cemas
“Miyu.. maafkan aku.. tapi sungguh, aku tidak tahu kenapa aku bisa jadi begini.”, Hana mengusap kepalanya.
“Maksudmu, kau tidak ingat?”
“Bukan.. ada sesuatu.. yang membuatku tidak bisa tenang, aku ingat semuanya, tapi.. aku sungguh tidak ingin melakukan hal itu.” Hana menundukkan kepalanya.
Aku bingung.
“Kalian membicarakan apa?” Sakura menatapku bingung.
“Ah, tidak”, aku menyeringai. “Ini kami bawakan buah-buahan untukmu. Dimakan, ya!”
Sakura mengernyitkan dahinya, Aku merasa sesuatu berjalan tidak normal. Hana memakan jeruknya sambil seperti memikirkan sesuatu.
_________________
“Heh, bangun” Aku menendang tubuh kucing Kaze yang sedang tertidur di lantai.
“Miyu! Kau! Liat saja kalau aku kembali jadi manusia. Matilah kau!” Kaze berguling malas.
“Sudahlah, itu tidak penting. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”
“Apa?”
“Aku merasa ada yang aneh dengan Hana.”
“Dengan tiba-tiba dia menjadi Angel karna tau kau Demon padahal kau tidak menyangka bahkan dia mengetahui semua tentang ini?”
Aku melongo menatap Kaze.
“Aku tau ada hal aneh. Ada seseorang di balik semua ini. Tapi buktiku belum cukup. Tinggal kita menunggu waktu saja dan semuanya akan jadi jelas.”
Otakku berpikir dengan kecepatan yang diatas normal. Semua ini sangat membingungkan.
“By the way, apa Daichi memberitahukan mu sesuatu?”, Kaze menguap.
“Daichi?” aku mencoba mengingat apa yang dia katakana di sekolah tadi, “Ah! Wind baru? Penggantimu, eh?”
“Aku tidak akan menjelaskan siapa dia. Tugas kalian lah untuk mencarinya. Anggap saja latihan untuk kalian merasakan setiap Element yang tertanam dalam dari seseorang”.
“Dasar pelit.” Cibirku, “Ayolah, Give me some clue!”
“Never.” Kaze kembali tidur.
Cih. Kutendang sekali lagi ekornya. Tapi dia tidak terusik.
____________
Hana meraba lehernya. Sesuatu mengganjal di bagian tengkuknya. Dia merasa ada sesuatu yang tertinggal disana. Dia merasakannya. Ada lengkungan sayap kecil di lehernya. Dia telah dicap. Hana bergidik. Mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi namun ingatannya sebelum berperang seperti telah dihapus. Dia hanya bisa mengingat ada orang yang telah menariknya ke dalam masalah ini. Dan dia yakin dia mengenalnya..
Aku harus menemukannya. Sesuatu itu..
Hana bangkit dari tempat tidurnya. Melempar selimut rumah sakit keatas kasurnya dan mencabut jarum infus di tangan kirinya. Dia keluar.
________
“Aku sudah tau kau yang akan menjadi penggantinya.” Kaito berbicara kepada seorang lelaki berperawakan tinggi. Kulitnya sedikit menghitam karna matahari. Tubuhnya yang tinggi menunjukkan setidaknya dia adalah pemain basket.
“Haha, jadi aku akan bergabung dengan kalian, eh?”
“Ya.. selamat bergabung.. Sai.”
“Yeah yeah.”
Dan mereka berdua bertransformasi, kemudian menghilang di kegelapan malam.
Tag :// novels
Chapter 12. New Breeze
Kuro bisa bicara? Aku bermimpi kan?
Kepalaku jadi pusing. Apa yang terjadi? Kuro masih berdiri di depanku dan menatapku dengan tajam.
“Kuro.. Kau.. kucing kan?”, aku masih tidak percaya dengan penglihatanku.
“Sudahlah, cepat ambil pakaianmu dan dengarkan aku”. Kuro melompat turun dari bathtubeku dan keluar dari kamar mandiku.
Apa ini? Aku memeriksa dahiku. Normal, aku tidak demam. Aku mencubit pipiku. Sakit. Aku tidak bermimpi. Berarti..
Hidupku memang sudah melebihi batas normal semenjak Eirin terlahir dari dalam diriku. Aku mulai banyak memasuki dunia yang memang susah untuk dijelaskan dengan logika. Tapi, tiba-tiba ada seekor kucing hitam yang bicara di depanku? Orang pikir aku pasti sudah gila.
Aku menarik handukku dan menyudahi mandikku, dengan cepat aku berpakaian dan keluar dari kamar mandi menuju kamarku. Kuro sudah duduk diatas kasur menungguku. Aku memeriksa sekeliling kamarku memastikan tidak ada yang mendengar. Kukunci pintu dan aku berjalan kearah Kuro dengan gemetar.
“Si-siapa kau, to-tolong jangan ganggu aku tuan jin”, aku terpaku beberapa langkah dari Kuro. Sengaja kubuat jarak diantara kami kalau-kalau terjadi sesuatu seperti.. sesuatu itu melompat keluar misalnya.
“Cih, tuan jin katamu? Jahat sekali, kau masih belum menyadarinya kah, Miyu-chan?”
Ah panggilan itu. Kata –chan terbayang-bayang dalam benakku. Yang selalu memanggilku dengan tambahan kata seperti itu semenjak kami bertemu..
“K-kaze?!”
“Dasar lambat.” Kaze menggeliat diatas kasurku.
Otakku berputar dengan cepat. Kenapa Kaze menjadi Kuro? Akankah Kaze masuk kedalam tubuh Kuro ataukah memang Kuro adalah Kaze?
“Kenapa kau masuk ke dalam tubuh Kuro?” aku mencoba dugaanku yang pertama.
“Masuk katamu? Hey, sejak awal namaku memang Kaze. Kau saja yang merubahnya seenaknya.”
“Maksudmu sejak awal Kaze adalah kucing yang bernama Kuro?”
“Sudahlah hentikan bermain detektif-detektifnya, kutegaskan sekali lagi aku memang Kaze, tapi sekarang sedang berwujud seekor kucing.”
Aku menelan ludahku. Kuro adalah Kaze?
“Tapi kenapa?”
“Kenapa aku menjadi kucing maksudmu? Yah, semenjak kejadian di Celestia itu aku sudah menghabiskan seluruh energiku. Dan juga aku sudah lagi bukan wind. Aku terlahir kembali sebagai dark. Aku menghancurkan badanku sendiri karna kekuatan dark yang kupakai melebihi batas saat itu untukku yang baru lahir. Aku kembali ke dunia ini karna aku tahu kau pasti akan terus-terusan menangis, tapi karna tubuh manusiaku sudah hancur jadi apa boleh buat, aku kembali dalam bentuk kucing sampai tubuh baruku nanti selesai dibuat.”
Lagi, otakku berputar. Ya, aku memang menunggu Kaze untuk kembali. Tapi aku tidak pernah menyangka dia akan kembali dalam bentuk kucing. Jadi semenjak awal Kuro itu adalah Kaze? Ah! Aku tersadar sesuatu. Pipiku memerah, aku malu sekali.
“Dasar kucing cabul!!” kulempar bantal kearah Kaze. “Kenapa kau tidak bilang dari awal, hah?! Kau sudah melihat tubuhku, argh! Aku tidak bisa menikah!”
“Cih, siapa yang mengajakku mandi bersama? Lagipula aku tidak tertarik pada tubuh anak SD”, Kaze melenggang pergi dengan santai.
“APA?!”, rasanya aku ingin sekali mencabuti seluruh bulu di tubuh kucing Kaze.
***
Aku masih kesal pada Kaze. dia apa-apaan sih? Kenapa dia tidak bicara dari awal kalau dia itu Kaze? aku menggenggam dasiku dengan kencang.
“Yo!”, seseorang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh kearahnya.
“Kau sakit perut Miyu?”, Tanya Daichi yang mengira genggamanku yang kuat pada dasiku karna aku menahan sakit.
“Tidak kok,” jawabku.
kami berjalan beriringan kesekolah. Ini pertama kalinya bagiku berjalan disamping Daichi, aku merasa cemas. Bukan aku tak suka berjalan bersamanya, aku hanya takut akan fansnya.
“Sudah tenang saja Miyu,” Kata Daichi yang seakan bisa membaca pikiranku.
“Ah-ahahaha,” aku tertawa lemas.
“Syukurlah kau sudah tertawa lagi, kukira semalaman kau akan membuat banjir di daerah sini.”
“Maksudmu apa, hah?” aku menepuk kepala Daichi sambil terkekeh.
“Yah, siapa tau air matamu berubah menjadi lautan, kau kan Water,”
“Itu tidak mungkin! Kau berlebihan,” aku menepak kepala Daichi sekali lagi.
“Tapi mungkin lebih bagus kalau airmatamu dirubah saja menjadi Aquamarine, kalau dijual pasti laku mahal.”
Sekali lagi aku ingin menepak kepala Daichi tapi dia sudah berhasil menghindariku.
“Miyu!” Sakura berteriak dari arah gerbang kearahku. Sepertinya dia memang sengaja menunggu kedatanganku. Dia berlari kearahku seperti anak-anak yang ingin memamerkan mainan barunya kepada temannya.
“Ada apa?” aku dan Daichi keheranan melihat Sakura yang bertingkah lain dari biasanya. Sakura memang penuh rasa humor, tapi belakangan dia jadi pemurung karna sahabat baiknya koma.
“Hana! Dia sudah sadar.” Sakura tersenyum cerah padaku.
“Benarkah?” aku merasakan luapan kegembiraan yang luar biasa. Kaze kembali dan Hana sudah sadar dari komanya.
“Baiklah, bagaimana kalau kita semua nanti menjenguknya? Aku juga akan mengajak Kaito.” Kata Daichi.
“Ah.. itu..”
“Kenapa?” Daichi mengerutkan dahinya.
“Hey kalian menghalangi jalan masuk.” Kaito muncul dan berkata dengan acuhnya, disampingnya, Eari, menggenggam lengannya layaknya anak kecil yang takut kehilangan boneka teddynya. Aku menelan ludahku.
“Oh, Kaito.” Mata Daichi berputar kearah Eari, “Dia kenalanmu?”
“Ya.. bisa dibilang seperti itu.” Kaito seperti malas ingin menjelaskan.
Akhirnya kami memasuki sekolah bersama-sama. 5 orang berjalan beriringan layaknya membentuk barisan upacara, terlihat sangat aneh, bagiku paling tidak.
“Kita berpisah disini.” Kata Daichi yang hendak ke ruang OSIS terlebih dahulu, “Sampai jumpa nanti Miyu, Kaito.”
Dan Daichi melangkah meninggalkan kami.
Awkward situation. Kaito dan temannya yang selalu menggandeng lengannya berjalan di depanku dan Sakura. Rasanya seperti aku ingin membenamkan wajahku. Aku tidak mau melihat pemandangan seperti ini, Sakura menoleh ke arahku.
“Hey.. Miyu, dia itu siapa sih? Nempel-nempel terus dengan Kaito.” Sakura berbisik kepadaku. Aku mencoba untuk tersenyum pada Sakura tapi gagal. Senyumku malah terlihat seperti seringai.
“Baiklah Kaito, makan siang nanti bersamaku ya, aku sudah membuatkan bekal untukmu.” Eari melepaskan lengan Kaito, tersenyum, lalu menuju ke kelasnya sendiri.
Aku dan Sakura bergegas masuk ke kelas kami tanpa memperhatikan Kaito yang mencoba untuk tersenyum gagal sepertiku tadi.
________________
“Dasar Miyu, aku dikunci di kamar seperti ini, levelku kan lebih tinggi dari kucing biasa.” Kaze menggumam. Dia mencakar-cakar pintu berharap kalau pintunya bisa terbuka. “Sial, aku tidak bisa pakai kekuatanku.” Kaze menyerah.
“Haaahh.. Miyu bodoh, padahal aku mau memperkenalkan Wind baru penggantiku, Semoga mereka bisa bertemu.” Kaze menguap dan kembali tidur bak kucing.
“KLUB MAGIC”
Rasanya aku selalu lupa meminta Daichi untuk mengganti nama klub. Kenapa harus magic? Kita tidak berhubungan dengan sulap sama sekali. Tidak ada kosong.. kosong.. apalah. Memang sih, Kaze perah menjelaskan tentang arti dari Magic ini, tapi aku merasa aneh saja.
Aku membuka pintu ruang Klub. Yeah, sepi.. rasanya semenjak Kaze menghilang—jadi kucing maksudku, jarang member yang lain rajin memeriksa tempat ini.
Astaga! Aku teringat sesuatu, aku belum beritahu member yang lain kalau Kaze jadi kucing! Apa harus kuberitahu? Atau lebih baik mereka tahu sendiri?
Aku melangkah ke kursi di dekat jendela. Rasanya semuanya terjadi begitu cepat. Ada hal yang membuatku tidak bisa bernafas tenang. Kenapa harus Hana yang diculik? Mungkin karna dia sahabatku? Tapi Hana tidak tahu-menahu dan tidak ada hubungannya dengan masalah soul. Aku bahkan juga tidak tahu kalau Hana adalah seorang souler… tunggu,. Kaze pun tidak mengetahuinya. Hana seperti dipaksakan untuk menjadi seorang Angel, karna Frau tahu aku seorang Demon? Argh! Rasanya aku tidak bisa berpikir apa alasannya.
“Kau sedang memikirkan apa?”
Aku terkejut, lagi. Kenapa aku tidak pernah bisa merasakan keberadaannya?
“Ohh.. tidak… ” Aku menundukkan kepalaku. Entah kenapa aku tidak berani menatap Kaito.
“Aku tidak bisa menemukannya.. ini aneh.. di dunia sana pun tidak terdeteksi.”
“Maksudmu?”
“Kaze”
“Ah, itu...”
Daichi membuka pintu klub memotong pembicaraanku.
“Ah, kalian disini rupanya.”
“Ada apa?”, Aku berusaha mencari alasan untuk berjauhan dengan Kaito.
“Semalam, rasanya Kaze datang di mimpiku..”
“Hah?”
“Dia bilang, carilah ‘Wind’ penggantiku.”
“Maksudmu?” aku mengerutkan dahiku.
“Entahlah, dia hanya berkata seperti itu di dalam mimpiku dan menghilang.”
“Wind baru? Kenapa?”
Apa dia kehilangan kekuatannya? Dan menyuruh kami mencari penggantinya? Apa itu artinya dia tidak bisa lagi menjadi manusia?
“Begitukah? Kalau Kaze sudah bicara seperti itu, kita harus menurutinya.” Kaito berpikir.
“Tapi kenapa Wind? Kaze kan Wind. kenapa kita butuh Wind lagi?”
“Bodoh.” Daichi menepuk kepalaku, “Kau tidak ingat apa yang terjadi terakhir kali?”
Aku mencoba mengingat pertarungan Kaze dan Seraph terakhir kali. Ledakan hitam itu…
“Ya, Kaze telah menjadi Dark,” Daichi menjawabnya sebelum aku membuka mulutku.
“Eternal Darkness..” Kaito menambahkan.
“Jadi… dia adalah Dark… apa element seseorang bisa berubah?”
“Bukan.. aslinya dia memang Dark.”
“Aku… tidak mengerti.”
“Kita tunggu saja sampai Kaze kembali, biar dia sendiri yang akan menjelaskannya.” Daichi menepuk kepalaku lagi.
“Ah.. Kaze sebenarnya—“
Bel berbunyi. Waktu istirahat siang habis. Daichi dan Kaito beranjak pergi. Aku tidak punya kesempatan untuk berbicara? Menyebalkan.
_________________
“Hana…” Air mata Sakura berjatuhan. Sepertinya dia sangat merindukan sahabat baiknya.”
“Kau sudah merasa baikan?”, Aku menatap Hana yang tampak lebih kurus sekarang. Sakura duduk di sebelahku.
“Kau… apa kau sudah kembai normal?”, Aku melihatnya cemas
“Miyu.. maafkan aku.. tapi sungguh, aku tidak tahu kenapa aku bisa jadi begini.”, Hana mengusap kepalanya.
“Maksudmu, kau tidak ingat?”
“Bukan.. ada sesuatu.. yang membuatku tidak bisa tenang, aku ingat semuanya, tapi.. aku sungguh tidak ingin melakukan hal itu.” Hana menundukkan kepalanya.
Aku bingung.
“Kalian membicarakan apa?” Sakura menatapku bingung.
“Ah, tidak”, aku menyeringai. “Ini kami bawakan buah-buahan untukmu. Dimakan, ya!”
Sakura mengernyitkan dahinya, Aku merasa sesuatu berjalan tidak normal. Hana memakan jeruknya sambil seperti memikirkan sesuatu.
_________________
“Heh, bangun” Aku menendang tubuh kucing Kaze yang sedang tertidur di lantai.
“Miyu! Kau! Liat saja kalau aku kembali jadi manusia. Matilah kau!” Kaze berguling malas.
“Sudahlah, itu tidak penting. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”
“Apa?”
“Aku merasa ada yang aneh dengan Hana.”
“Dengan tiba-tiba dia menjadi Angel karna tau kau Demon padahal kau tidak menyangka bahkan dia mengetahui semua tentang ini?”
Aku melongo menatap Kaze.
“Aku tau ada hal aneh. Ada seseorang di balik semua ini. Tapi buktiku belum cukup. Tinggal kita menunggu waktu saja dan semuanya akan jadi jelas.”
Otakku berpikir dengan kecepatan yang diatas normal. Semua ini sangat membingungkan.
“By the way, apa Daichi memberitahukan mu sesuatu?”, Kaze menguap.
“Daichi?” aku mencoba mengingat apa yang dia katakana di sekolah tadi, “Ah! Wind baru? Penggantimu, eh?”
“Aku tidak akan menjelaskan siapa dia. Tugas kalian lah untuk mencarinya. Anggap saja latihan untuk kalian merasakan setiap Element yang tertanam dalam dari seseorang”.
“Dasar pelit.” Cibirku, “Ayolah, Give me some clue!”
“Never.” Kaze kembali tidur.
Cih. Kutendang sekali lagi ekornya. Tapi dia tidak terusik.
____________
Hana meraba lehernya. Sesuatu mengganjal di bagian tengkuknya. Dia merasa ada sesuatu yang tertinggal disana. Dia merasakannya. Ada lengkungan sayap kecil di lehernya. Dia telah dicap. Hana bergidik. Mencoba mengingat kembali apa yang telah terjadi namun ingatannya sebelum berperang seperti telah dihapus. Dia hanya bisa mengingat ada orang yang telah menariknya ke dalam masalah ini. Dan dia yakin dia mengenalnya..
Aku harus menemukannya. Sesuatu itu..
Hana bangkit dari tempat tidurnya. Melempar selimut rumah sakit keatas kasurnya dan mencabut jarum infus di tangan kirinya. Dia keluar.
________
“Aku sudah tau kau yang akan menjadi penggantinya.” Kaito berbicara kepada seorang lelaki berperawakan tinggi. Kulitnya sedikit menghitam karna matahari. Tubuhnya yang tinggi menunjukkan setidaknya dia adalah pemain basket.
“Haha, jadi aku akan bergabung dengan kalian, eh?”
“Ya.. selamat bergabung.. Sai.”
“Yeah yeah.”
Dan mereka berdua bertransformasi, kemudian menghilang di kegelapan malam.
Tag :// novels