Archive for 2012
Hyaaaaaaaa it took me 4 hours to coloring this picture! What a day =_= even though its tiring but I satisfied with the result xD
Ohayouuuu! > <
For everyone who loves to draw anime character must know this tool. I've just learning about this one because I love to coloring with crayons back then, but now we have the digital coloring! I'm still a noob >_<
Here is my first attempt using SAI, sorry if it sucks D:

And so, Its still getting messy T_T
this one, I used blur tool for blending and it took me 2 hours! >A<
I think I should learning about the shining part as well. I know it still bad D: I'm still a newbie for this, but I'll try hard for the next coloring! Ganbarimasu!! >A<
For everyone who loves to draw anime character must know this tool. I've just learning about this one because I love to coloring with crayons back then, but now we have the digital coloring! I'm still a noob >_<
Here is my first attempt using SAI, sorry if it sucks D:

This picture is using water for blending the hair, but I think its failed D: it didn't blend after all. So I try blur instead like the picture below.
this one, I used blur tool for blending and it took me 2 hours! >A<
I think I should learning about the shining part as well. I know it still bad D: I'm still a newbie for this, but I'll try hard for the next coloring! Ganbarimasu!! >A<
CLICK! <<<<<< Sebelumnya
"Kau tidak bawa payung?"
Aku tersentak kaget. Sosok lelaki tegap berdiri di sampingku saat aku termangu menatap hujan. Memang, aku sering sekali melupakan benda yang satu itu. Di saat aku membawa payung lantas hari tidak hujan, ketika aku meninggalkannya di rumah aku terjebak dalam hujan. Alam selalu mempermainkan diriku.
"Tidak." ujarku sambil menahan angin dingin dari semburat hujan.
"Ini, pakailah." katanya sembari menyodorkan payungnya yang berwarna biru aquamarine. Dia lalu merogoh isi tasnya dan mengambil payung yang lain berwarna abu-abu. Heran menurutku, kenapa lelaki ini membawa dua payung ke sekolah? Atau memang dia sengaja untuk mengambil kesempatan jika ada gadis yang kelupaan membawa payungnya?
"Kau tidak mau pulang?" katanya lagi.
Aku tidak tau mau bagaimana membalas ucapannya. Aku hanya diam dan memperhatikan payung birunya yang sekarang ada di tanganku.
"Terima kasih." ujarku dengan gigi bercatrukan, menggigil kedinginan.
Entah bagaimana, lelaki itu kemudian melepaskan jaket coklatnya dan memakaikannya di tubuhku. Sekali lagi aku terkejut melihat sikapnya.
"Pakai saja. Kau bisa mengembalikannya kapan saja, lagipula kita satu sekolah."
"Terima kasih." aku mengucapkannya lagi, kali ini aku merasa wajahku memanas.
***
"Kyaaaaaaaaa!!! Shoot kak!! Baguuuuus!!!"
Saat istirahat. Saat yang tepat untuk melihatnya. Belakangan aku baru mengetahui namanya, Ray. Kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu. Dan aku masih belum mengembalikan jaketnya. Dia pun tidak pernah menemuiku untuk memintanya kembali. Mungkin pun dia sudah melupakan kejadian hari itu. Tapi tidak bagiku, semenjak saat itu, bola mataku rasanya tidak pernah lepas darinya. Hal itu terus kulakukan hampir setahun lebih. Aku hanya bisa mengamatinya dari jauh. Seperti sekarang ini, saat dia bermain basket bersama teman-temannya. Mataku tak pernah lepas dari sosoknya yang tinggi menjulang di lapangan. Sementara para juniorku, anak-anak kelas satu, bersorak sorai untuknya dari lantai dua. Tepat di balkon kelasku yang memang menghadap langsung ke lapangan. Sejak dia bergabung di klub basket dan bersama timnya mewakili sekolah kami memenangkan kejuaraan nasional antar sekolah, Ray memang menjadi idola di sekolah ini. Itu mengapa aku lebih suka memandanginya dari jauh. Aku merasa banyak anak perempuan yang sengaja memilih untuk masuk ke sekolah ini hanya untuk bisa mengenalnya, dan benar saja, sekarang dia punya banyak pengagum, selain aku tentunya.
Sebenarnya aku ingin mengenalnya lebih jauh, aku ingin mengembalikan jaketnya, tapi aku terlalu malu untuk berbicara dengannya. Sejak hari itu aku merasa aku menyukainya. Tidak banyak orang yang menyadari keberadaanku. Biasanya mereka hanya melewatiku begitu saja. Bagaimana pun kebanyakan lelaki di sekolah hanya tertarik pada gadis cantik atau gadis populer saja.
"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!! Kak Ray masukin kak, shoot kak!! Shoot!!!"
Teriakan dari para gadis-gadis juniorku ini benar-benar memekakkan telinga. Apa boleh buat aku pun memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
"Haaah, dasar mereka ini."
"Kau tidak bawa payung?"
Aku tersentak kaget. Sosok lelaki tegap berdiri di sampingku saat aku termangu menatap hujan. Memang, aku sering sekali melupakan benda yang satu itu. Di saat aku membawa payung lantas hari tidak hujan, ketika aku meninggalkannya di rumah aku terjebak dalam hujan. Alam selalu mempermainkan diriku.
"Tidak." ujarku sambil menahan angin dingin dari semburat hujan.
"Ini, pakailah." katanya sembari menyodorkan payungnya yang berwarna biru aquamarine. Dia lalu merogoh isi tasnya dan mengambil payung yang lain berwarna abu-abu. Heran menurutku, kenapa lelaki ini membawa dua payung ke sekolah? Atau memang dia sengaja untuk mengambil kesempatan jika ada gadis yang kelupaan membawa payungnya?
"Kau tidak mau pulang?" katanya lagi.
Aku tidak tau mau bagaimana membalas ucapannya. Aku hanya diam dan memperhatikan payung birunya yang sekarang ada di tanganku.
"Terima kasih." ujarku dengan gigi bercatrukan, menggigil kedinginan.
Entah bagaimana, lelaki itu kemudian melepaskan jaket coklatnya dan memakaikannya di tubuhku. Sekali lagi aku terkejut melihat sikapnya.
"Pakai saja. Kau bisa mengembalikannya kapan saja, lagipula kita satu sekolah."
"Terima kasih." aku mengucapkannya lagi, kali ini aku merasa wajahku memanas.
***
"Kyaaaaaaaaa!!! Shoot kak!! Baguuuuus!!!"
Saat istirahat. Saat yang tepat untuk melihatnya. Belakangan aku baru mengetahui namanya, Ray. Kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu. Dan aku masih belum mengembalikan jaketnya. Dia pun tidak pernah menemuiku untuk memintanya kembali. Mungkin pun dia sudah melupakan kejadian hari itu. Tapi tidak bagiku, semenjak saat itu, bola mataku rasanya tidak pernah lepas darinya. Hal itu terus kulakukan hampir setahun lebih. Aku hanya bisa mengamatinya dari jauh. Seperti sekarang ini, saat dia bermain basket bersama teman-temannya. Mataku tak pernah lepas dari sosoknya yang tinggi menjulang di lapangan. Sementara para juniorku, anak-anak kelas satu, bersorak sorai untuknya dari lantai dua. Tepat di balkon kelasku yang memang menghadap langsung ke lapangan. Sejak dia bergabung di klub basket dan bersama timnya mewakili sekolah kami memenangkan kejuaraan nasional antar sekolah, Ray memang menjadi idola di sekolah ini. Itu mengapa aku lebih suka memandanginya dari jauh. Aku merasa banyak anak perempuan yang sengaja memilih untuk masuk ke sekolah ini hanya untuk bisa mengenalnya, dan benar saja, sekarang dia punya banyak pengagum, selain aku tentunya.
Sebenarnya aku ingin mengenalnya lebih jauh, aku ingin mengembalikan jaketnya, tapi aku terlalu malu untuk berbicara dengannya. Sejak hari itu aku merasa aku menyukainya. Tidak banyak orang yang menyadari keberadaanku. Biasanya mereka hanya melewatiku begitu saja. Bagaimana pun kebanyakan lelaki di sekolah hanya tertarik pada gadis cantik atau gadis populer saja.
"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!! Kak Ray masukin kak, shoot kak!! Shoot!!!"
Teriakan dari para gadis-gadis juniorku ini benar-benar memekakkan telinga. Apa boleh buat aku pun memutuskan untuk kembali ke kelas saja.
"Haaah, dasar mereka ini."
Tag :// novels
Dini hari.
Aku terbangun dari tidurku dan bergegas ingin mengambil handuk yang berwarna biru itu, yang tergantung di sudut kamarku dekat dengan kamar mandi. Aku beranjak dari tempat tidurku tanpa memperdulikan keadaan rambutku yang sangat berantakan seperti sehabis ditabrak oleh angin kencang. Menguap sesaat, aku melangkahkan kakiku ke handuk itu, yang telah kupakai setahun ini. Aku memutuskan untuk mandi sepagi ini, walau udaranya membuat tanganku kebas.
Hari yang biasa. Keadaan yang biasa. Sarapan. Berangkat sekolah. Pulang. Hanya itu yang kulakukan dalam keseharianku. Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, rasanya enggan untukku untuk menikmati sarapan untuk hari ini. Kuambil kotak bekal makananku. Hanya kotak bekal berwarna hijau yang biasa. Kumasukan apapun makanan yang tersedia ke dalamnya. Dan membawanya ke sekolah. Setelah berpamitan dengan orang tuaku, aku pergi menuju sekolah. Aku memang lebih suka berangkat pagi hari, jauh sebelum kebisingan pagi di ibukota negara ini dimulai. Selain itu, aku sangat suka menghirup udara pagi yang masih berbau embun. Aku menarik nafasku dalam-dalam. Ini tahun keduaku di sekolah ini.
Seperti biasa. Aku selalu menjadi orang pertama yang tiba di kelas. Kurapatkan tas punggungku di kursi kayu sekolah. Aku melangkah gontai keluar menuju balkon sekolah karna kelasku berada di lantai dua. Bengong. Ya, memang selalu seperti itu kegiatanku di pagi hari. Aku berdiri disini pun ada alasannya. Dia. Sudah setahun ini aku mengagumi sosoknya. Aku hanya bisa melihatnya dari balkon lantai dua kelasku saat dia melawati lapangan sekolah atau saat dia bermain basket di saat istirahat sekolah bersama teman-temannya. Aku sadar aku bukanlah apa-apa dibanding sosoknya. Aku bahkan tidak selalu terlihat oleh teman sekelasku sendiri. Sebenarnya aku tidak pernah memikirkan hal itu, toh aku lebih suka sendirian. Lebih sunyi. Yang jadi masalah adalah jikalau para guru itu memberikan tugas secara berkelompok. Disitu aku bingung dengan siapa akan menempatkan diri. Tidak ada seorang pun dari mereka yang repot-repot ingin mengajakku bergabung dengan kelompoknya. jika sudah terjadi hal semacam itu, maka saat suatu kelompok tertentu kekurangan orang dan disitulah aku dimasukkan. Biasanya mereka akan menunjukkan tampang apa boleh buatnya saat menerimaku.
Aku menghirup napas dalam-dalam. Memang aku lebih suka sendiri. Tapi terkadang saat aku merasa kesepian, aku ingin punya teman untuk bercerita. Aku ingin punya teman yang bisa berbagi. Tapi entahlah, menurut orang lain, aku ini terlalu aneh untuk menjadi teman mereka. Aku tidak suka apa yang disukai gadis pada umumnya, dan aku menyukai apa yang para gadis itu benci pada umumnya. Jadi sulit buatku untuk menemukan seorang teman wanita yang benar-benar cocok denganku.
Nafasku tertahan. Orang itu tiba di lapangan sekolah saat aku sedang asyik berbicara dalam kepalaku sendiri. Seperti biasa, seperti ada sinar yang menaunginya, dia selalu terlihat berkharisma di mataku. Bola mataku selalu melihat ke arahnya dimanapun dia berada. Saat di kantin, di perpustakaan, bahkan saat upacara mataku akan otomatis menemui sosoknya. Hanya bisa melihatnya dari kejauhan bagiku sudah menjadi ketenangan yang luar biasa untukku menjalani hariku yang membosankan. Aku masih ingat saat itu. Saat aku pertama kali melihatnya...
Kelanjutannya >>>>>CLICK!
Aku terbangun dari tidurku dan bergegas ingin mengambil handuk yang berwarna biru itu, yang tergantung di sudut kamarku dekat dengan kamar mandi. Aku beranjak dari tempat tidurku tanpa memperdulikan keadaan rambutku yang sangat berantakan seperti sehabis ditabrak oleh angin kencang. Menguap sesaat, aku melangkahkan kakiku ke handuk itu, yang telah kupakai setahun ini. Aku memutuskan untuk mandi sepagi ini, walau udaranya membuat tanganku kebas.
Hari yang biasa. Keadaan yang biasa. Sarapan. Berangkat sekolah. Pulang. Hanya itu yang kulakukan dalam keseharianku. Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, rasanya enggan untukku untuk menikmati sarapan untuk hari ini. Kuambil kotak bekal makananku. Hanya kotak bekal berwarna hijau yang biasa. Kumasukan apapun makanan yang tersedia ke dalamnya. Dan membawanya ke sekolah. Setelah berpamitan dengan orang tuaku, aku pergi menuju sekolah. Aku memang lebih suka berangkat pagi hari, jauh sebelum kebisingan pagi di ibukota negara ini dimulai. Selain itu, aku sangat suka menghirup udara pagi yang masih berbau embun. Aku menarik nafasku dalam-dalam. Ini tahun keduaku di sekolah ini.
Seperti biasa. Aku selalu menjadi orang pertama yang tiba di kelas. Kurapatkan tas punggungku di kursi kayu sekolah. Aku melangkah gontai keluar menuju balkon sekolah karna kelasku berada di lantai dua. Bengong. Ya, memang selalu seperti itu kegiatanku di pagi hari. Aku berdiri disini pun ada alasannya. Dia. Sudah setahun ini aku mengagumi sosoknya. Aku hanya bisa melihatnya dari balkon lantai dua kelasku saat dia melawati lapangan sekolah atau saat dia bermain basket di saat istirahat sekolah bersama teman-temannya. Aku sadar aku bukanlah apa-apa dibanding sosoknya. Aku bahkan tidak selalu terlihat oleh teman sekelasku sendiri. Sebenarnya aku tidak pernah memikirkan hal itu, toh aku lebih suka sendirian. Lebih sunyi. Yang jadi masalah adalah jikalau para guru itu memberikan tugas secara berkelompok. Disitu aku bingung dengan siapa akan menempatkan diri. Tidak ada seorang pun dari mereka yang repot-repot ingin mengajakku bergabung dengan kelompoknya. jika sudah terjadi hal semacam itu, maka saat suatu kelompok tertentu kekurangan orang dan disitulah aku dimasukkan. Biasanya mereka akan menunjukkan tampang apa boleh buatnya saat menerimaku.
Aku menghirup napas dalam-dalam. Memang aku lebih suka sendiri. Tapi terkadang saat aku merasa kesepian, aku ingin punya teman untuk bercerita. Aku ingin punya teman yang bisa berbagi. Tapi entahlah, menurut orang lain, aku ini terlalu aneh untuk menjadi teman mereka. Aku tidak suka apa yang disukai gadis pada umumnya, dan aku menyukai apa yang para gadis itu benci pada umumnya. Jadi sulit buatku untuk menemukan seorang teman wanita yang benar-benar cocok denganku.
Nafasku tertahan. Orang itu tiba di lapangan sekolah saat aku sedang asyik berbicara dalam kepalaku sendiri. Seperti biasa, seperti ada sinar yang menaunginya, dia selalu terlihat berkharisma di mataku. Bola mataku selalu melihat ke arahnya dimanapun dia berada. Saat di kantin, di perpustakaan, bahkan saat upacara mataku akan otomatis menemui sosoknya. Hanya bisa melihatnya dari kejauhan bagiku sudah menjadi ketenangan yang luar biasa untukku menjalani hariku yang membosankan. Aku masih ingat saat itu. Saat aku pertama kali melihatnya...
Kelanjutannya >>>>>CLICK!
Tag :// novels
Ohayouuu!! or I should say Konnnichiwa here actually lols. It's been long time I didn't post anything again, hey look! I've just changed my background!! Okay nobody cares *whacked*
Ahh, what should we talk here, oh! I've been interested become a seiyuuuuu! Oh how I wish someday I can become one, though I'm not really sure my voice is nice.. but whatever I want to be a seiyuuu! *shot 3 times*
for those who doesn't know, seiyuu is a voice actor or simply says it as a dubber. I always awe them who perfectly can act their voice through a character. I think becoming a voice actor is much more difficult than an actor itself, because we have to act through our voice, without anyone noticing about us lol!! how cool they are!! I should learn one D:
Tag :// novels
Again about Role playing, a better place to unleash your own imagination with your creativity beyond the reality to fantasy.
here are the example.
We had Twisted Mirror. Or we shorten it as TM, the Main universe in our forum where the roleplayer is sealed in their character their roleplayed's body. What's gotten into you where you are trapped in your character that you love? Happy that finally you could be one of them and taking their role? or sad because you weren't able to catch your own life?
Read on more details here!
But it is about to close! so you only could read it.
The on going saga. Descent of Imperishable Comet.
What things can you do instead of watching the world being destroyed by these unknown comet? can't you feel the ass kicking?! You, the only one who can save the planet! you were dragged along to see it crash. 4 territories of Nirvana is being attacked.
and this saga is still on going, so you couldn't guess what further occasion that might happen.
Read on more details here!
If you feel tired with the battle saga, we also had a slice-of-life roleplays. Which is prohibited for the supernatral beings. It is happen when we are all normal. Here goes one of them.
The Rear Side of Fantasy.
From the first day of New Year in Wammy Academy. It is the first month of the year 2012. Many things are bound to happen this year, yet there are still many people trying to do their New Year's Resolutions. Why do people have to wait for New Year in order to make their resolutions? Probably part of the culture, but who knows.
Read more details here!
Haiii, Minna. What are you waiting for? feeling glitchy to join? don't be! it is FREE! let's have some fun!
JOIN US HERE!
Do you love to Role playing? Did you used to role playing in Friendster? Now when the site is gone, are you afraid that you can't do the fun anymore?
WORRY NOT!
We have the solution! Come and join us! here in Incognito Inside you can do the fun! I, myself have been joined the site since last year. I love roleplaying ALOT!
This is our officially blog In2rp Blog
Naaaaaaaaaaaaaw what are you waiting for? :D visit us and join! We can do much fun in roleplaying! XD
WORRY NOT!
We have the solution! Come and join us! here in Incognito Inside you can do the fun! I, myself have been joined the site since last year. I love roleplaying ALOT!
This is our officially blog In2rp Blog
Naaaaaaaaaaaaaw what are you waiting for? :D visit us and join! We can do much fun in roleplaying! XD
Disini. Aku menginjakkan kakiku sekali lagi di Celestia. Tempat berkumpulnya para Angel. Tempat dimana pertarungan besar kami menyelamatkan Hana. Tempat hancurnya raga Kaze.
Aku mengatur nafasku. Warp Gate milik Gin membuatku merasa aku baru saja melewati pipa saluran air dimana oksigen sangat terbatas di dalamnya. Aku menarik nafasku, meyakinkan diriku sendiri bahwa kali ini aku tidak akan menjadi beban untuk yang lainnya. Aku memalingkan wajahku kearah para souler di belakangku. Daichi, Kaito, Gin, dan seseorang yang baru saja kukenal, Wind pengganti Kaze, Sai. Kali ini aku tidak gentar.
“Baiklah..” Gin memulai instruksinya. “Akan ada banyak Angel di depan, dan mereka pasti akan dengan cepat mendeteksi keberadaan kalian karna kalian “berbeda” dengan mereka, kita harus menajamkan seluruh indra setelah memasuki Celestia. Para Angel akan berlomba-lomba melenyapkan kalian kalau mereka menemukan aura kegelapan, jadi.. hati-hatilah. Setelah kita semua masuk, pastikan kalian semua terus maju tanpa ada keinginan untuk berhenti atau mundur. Apa kalian mengerti?”
Semuanya mengangguk dengan mantap.
Dan semuanya dimulai. Gin menggumamkan sesuatu yang tampak seperti mantra pembuka gerbang. Dia mengumpulkan cahaya di telapaknya, seperti halnya ketika kau ingin membuka pintu yang tersegel sandi kau perlu sesuatu yang berhubungan dengan pintu tersebut atau apa yang ada di dalam untuk membukanya. Gin melangkahkan kakinya dengan mantap dan menempelkan cahaya yang terkumpul di telapak tangannya dengan gerbang tersebut.
Rasanya aneh, kupikir. Kenapa waktu aku pertama kali mengunjungi Celestia, Kaze dengan mudah dapat membuka gerbangnya? Padahal dia Demon, dan Gin.. kenapa butuh lebih banyak prosedur? Kejujurankah yang menjadi proyeksi dari gerbang ini? Tapi kenapa Kaze bisa dengan mudah menembusnya?
“Lama sekali.” Kaito merenggut setelah akhirnya gerbangnya terbuka lebar.
“Jadi ini Celestia..” Sai menyeringai. Kaito langsung melesat masuk, diikuti Daichi.
“Hey! Tunggu! Kalian!” Gin mengejar mereka dari belakang. Aku yang tenggelam dalam pikiranku sendiri, kaget telah tertinggal oleh yang lainnya mengejar mereka, Sai berlari di belakangku.
“Dasar mereka ini.” Aku berlari sekuat tenaga.
----
“Hey Miyu, apa yang bersinar itu?” Gin sekarang berlari di sebelahku.
“Hm?” aku bingung apa maksudnya.
Tangan Gin berusaha meraih dadaku, dengan cepat kutampar pipinya.
“Kau! Apa-apan sih! Dasar cabul!!”
“Aku tak bermaksud, duh sakit.” Gin meraba pipinya yang memerah karna tamparanku.
“Lalu kenapa kau mengarah ke dadaku, huh?”, aku geram.
“Itu.. sesuatu.. bersinar..” Gin mengelus pipinya yang sakit.
Aku melihat ke tempat yang dimaksud Gin. Tapi aku tak menemukan sesuatu pun yang aneh.
“Bohong!”
“Aku bersumpah, Miyu. Sesuatu bersinar dari balik bajumu,”
“Cabul!!”
“Ada apa ini?” Daichi menghampiri aku dan Gin yang sedang bertengkar.
“Gin cabul ingin menyentuh dadaku!”
“Aku apa? Tidak seperti itu, percayalah! Sesuatu bersinar dari balik bajunya, apa kalian tidak bisa lihat?” Gin berusaha menjelaskan. Semua orang berhenti.
“Aku tidak lihat apapun.” Sai memegang dagunya. Kaito memperhatikan kearah yang dimaksud.
“A-apa? Kalian, jangan lihat dadaku!!” aku malu dan berusaha kabur dari mereka.
“Tunggu, Miyu!” Daichi mengejarku. Daichi berhasil menarik tanganku dan aku tidak bisa kabur lagi.
“Apa kau memakai sesuatu yang kau sembunyikan di dalam bajumu, Miyu? Bisa kau keluarkan?” Daichi menatapku.
“Kau jangan ikut-ikutan cabul, Daichi.”
“Tidak maksudku, sesuatu yang lain dari biasanya, sesuatu yang tidak pernah kau pakai sebelumnya.”
Aku berpikir sejenak. Dan sekarang akhirnya sadar apa yang mereka maksud.
“Ah.. Kalung.”
“Kalung?” Daichi mengernyitkan alisnya.
Kukeluarkan kalung tersebut dari dalam bajuku. Menjuntai dari leherku, kalung yang diberikan Sakura pagi ini. Aku ingat Sakura memberiku ini karna Hana dinyatakan menghilang. Kali ini kau mencoba memegangnya dibalik sarung tanganku. Aku tidak mau hal seperti tadi pagi terjadi lagi. Tenggelam dalam sorrow-ku sendiri.
“Ah.. symbol itu..” Gin gemetar melihat bandulnya.
“Kenapa?” aku meredam amarahku, dan sekarang merasa bersalah karna telah menamparnya.
“Seraphim.. symbol Angel tingkat tinggi.” Sai menatapku heran, “Pantas saja hanya Gin yang bisa melihat sinarnya. Darimana kau mendapat benda itu, Miyu?”
“Seseorang memberiku kalung ini tadi pagi. Tadinya hanya kumasukkan kedalam kantung celanaku, tapi aku takut hilang karna aku pelupa, terpaksa aku memakainya di leherku.”
“Siapa?” Kaito bertanya padaku tanpa peduli kenapa aku memakainya di leherku.
“Sakura..”
Kaito bertatapan dengan Daichi.
“Apa Sakura yang Miyu maksudkan ini teman kalian?” Sai berpaling menatap Kaito dan Daichi. Sai murid sekolah lain, tentu saja dia tidak mengenal murid sekolah kami selain Kaito, Daichi dan juga Kaze yang merupakan teman sejak kecilnya. Dan mungkin dia baru berkenalan dengan Gin di luar terowongan waktu tadi.
“Kenapa Sakura memberimu kalung Angel?” Daichi keheranan.
“Haah, apa kita punya banyak waktu?” Kaito bersikap tak acuh, “Nanti saja penjelasannya, kita harus fokus akan misi kita.” Kaito bergeming, “Dan Miyu.. ada baiknya kau tetap sembunyikan kalung itu dibawah bajumu, walau aku tidak yakin itu akan benar-benar tersembunyi, Karna dia bersinar.”
Aku menelan ludahku. Bingung akan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memasukan kembali bandul kalung Hana kedalam bajuku.
“Ayo kita lanjutkan. Sepertinya kita masih aman. Belum ada Angel yang sadar akan keberadaan kita.” Sai memutar matanya melihat ke sekeliling.
“Jadi.. kemana kita menuju?” Aku bertanya entah kepada siapa.
“Daichi, kau ingat dimana?” Kaito terus berlari.
“Ya.. sisi gelap Celestia.”
------
“Maafkan aku..”
“Kenapa kau bisa kehilangan benda itu? Kau ceroboh sekali, Hana.” Frau melipatkan tangannya di dadanya.
“Aku sungguh tidak mengerti. Aku yakin aku masih memakainya malam hari, tapi aku merasa seseorang hadir dalam kamarku. Aku merasa begitu tenang, tidak terancam sekalipun sehingga aku tidak menghentikan tidurku. Tapi, ketika aku bangun di pagi hari.. kalungnya hilang.” Hana menundukkan kepalanya.
“Dan kau berani untuk datang ke Celestia padahal lalai dalam mengerjakan tugasmu? Sekarang kita tidak bisa menyegel itu karnamu. Kita butuh batu Sapphire-nya untuk melengkapi curse-nya, aku sudah menahannya dengan Emerald-ku, tapi itu tidak akan cukup.” Suara Frau tampak kecewa, “ Padahal aku sudah mempercayaimu. Aku bisa saja memaafkanmu, tapi kita punya tugas penting.”
“Maaf..”
“Sudahlah, mari kita mencoba menyegelnya lagi. Aku tidak yakin apa bisa tanpa blue Sapphire, berharap saja yang terbaik.” Frau mengepakkan sayapnya layaknya seekor kupu-kupu dan terbang ke tempat dimana dia akan melakukan ritual penyegelan.
-------
“Sisi gelap? Celestia punya sisi gelap?” Aku mengernyitkan dahiku. Celestia? Tempat suci ini? Punya sisi gelap? Mana mungkin.
“Ya, kau tahu, layaknya sebuah koin yang selalu punya dua sisi. Yin dan Yang. Angel dan Demon. Sebanyak apapun cahaya putih di nadimu, itu tidak akan bisa melenyapkan sisi gelapmu. Karna hitam pun adalah cahaya.” Daichi menjelaskan, “Chamber of Light; Defiler. Tempat yang akan kita datangi.”
Aku terperangah. Banyak hal yang tidak kuketahui dalam dunia ini. Sebelum Eirin bangkit dalam tubuhku, aku tak pernah benar-benar peduli akan hal-hal yang bersampingan. Semuanya tampak sama saja dalam mataku. Sebagai manusia biasa. Semuanya kuanggap biasa terjadi, tanpa pernah membedakan cahaya ataupun sisi gelap. Dan sekarang, walau aku mempunyai lebih banyak sisi gelap dalam hidupku, dan aku tidak terkejut akan hal itu, aku tau dengan pasti apa yang harus kupilih saat ini. Cahaya atau kegelapan. Semuanya masih tampak sama di mataku.
Selagi kita semua berjalan sekarang. Sepertinya Daichi atau Kaito baru saja membuat proteksi kecil disekitar kami sehingga belum ada tanda-tanda bahwa kami ketahuan. Gin, yang berjalan disampingku dengan jubahnya yang menjuntai kebawah, ada rasa yang aneh dalam diriku yang sebenarnya sejak lama ingin kutanyakan padanya.
“Gin.” Panggilku pelan.
“Ya, Miyu?” Dia menoleh kearahku.
“Ada hal yang ingin kutanyakan.” “Apa?”
Aku merasa ragu. Tapi, aku sangat ingin mengetahui jawabannya.
“Kenapa..”
“Hah?” Alisnya mengerut di dahinya.
“Kenapa kau.. membantu kami? Kau.. Angel kan? Sedangkan kami adalah iblis, seharusnya kau juga akan melenyapkan kami bukan?”
Gin tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Aku tahu. Sepertinya aku telah bertanya hal yang tidak seharusnya kutanyakan.
“Tunggu.” Kaito melebarkan tangan kanannya. Menahan kami agar berhenti bergerak.
“Ada apa?” Sai mencoba mengangkat Sword Dessertnya. Walau dia bertanya ada apa, tapi aku tau dengan pasti bahwa dia sebenarnya tau akan apa yang kami bakal hadapi. Dia hanya butuh diberi penjelasan saja.
“Frau..” Daichi, yang sebelumnya pernah bertarung dengannya dan membiarkan wanita itu tetap hidup, mengenalinya.
Aku menahan napasku. Berharap bahwa kehadiranku tidak dirasakannya. Aku sadar itu hal bodoh yang bisa kulakukan karna cepat saja, Frau menyadari keberadaan kami.
“Wah, aku tidak menyangka akan berpapasan dengan kalian, walau aku yakin kalian pasti datang.” Frau mencoba tersenyum manis.
Aku melihat seseorang disana. Seseorang dengan rambut coklat di sebelah Frau. Hana.
“Hana, jadi kau.. pergi ke tempat ini?”
“Miyu, aku mengemban tugas pertamaku, kali ini saja, tolong jangan ganggu aku.” Hana berucap dingin. Dia tampak lain tiap kali melihat aku bersama Daichi. Padahal beberapa hari yang lalu dia menangis di pelukanku, di rumah sakit tempatnya dirawat.
“4 lawan 2, kalian sungguh licik, ditambah lagi, 3 orang dari kalian lelaki.” Frau menghardik.
“Kita bisa melewatkan pertarungan, kalau kau bersuka hati memberikan kami tubuh Kaze.” Daichi mencoba bernegosiasi.
“Daichi.. andai saja bisa seperti itu. Aku sudah tidak mau melawanmu lagi. Tapi ini adalah tugas. Aku tidak bisa berpaling. Walau nyawaku taruhannya.”
“Frau… Aku pernah bilang kan kalau aku tak suka bertarung melawan wanita.” Ujar Daichi sedih.
“Kalau begitu kenapa tidak bersama-sama saja? Toh aku juga akan melenyapkan kalian semua di dalam teritorialku ini. AHAHAHA!” Frau tertawa sinis.
"Bagaimana dengan ritual kita?" Hana bertanya ragu.
"Bagaimana bisa kita menjalankan ritual itu kalau ada pengganggu ini?!"
Frau mengangkat tangannya. Seketika saja, Celestia tempat kami berpijak berubah menjadi arena bertarung yang terkunci. Seperti ada dinding transparan yang melapisi untuk mengunci kami dan tidak bisa kabur.
“Oh, rupanya kau sekarang berkomplot dengan para sampah ini? Lucu sekali, orang-orang yang tidak berguna ditambah orang yang gagal, wahai The Fallen Angel, Gin.” Frau menghardik. Dia menatap kearah Gin dengan sinis.
The Fallen Angel?
“Apa katanya..” Ucapku tak mengerti.
“Seperti yang dia bilang, Miyu.” Gin mencengkram Spearnya erat. “Aku, pernah gagal dalam menjalankan misiku, dan aku sekarang adalah Fallen Angel.”
Masih ada ras yang lain?
“Miyu, saat jaman peperangan dahulu, diantara ras Angel atau Devil ada ras yang merupakan komplotan yang berusaha memberontak, komplotan yang gagal dalam misi mereka atau dalam pengabdian mereka, The Fallen Angel. Devil, yang selalu mengikatkan kontrak mereka dengan manusia dan menjalani tugas sesuai apa yang diperintahkan tuannya, sedangkan para Angel yang beberapa dari mereka juga mengikat kontrak dan menuntun para master-nya kedalam pengabdian Tuhan juga untuk melenyapkan keturunan iblis, satu kawanan yang lain, Fallen Angel, Angel yang gagal dalam menjalankan misi, bersama para Angel biasanya mereka berkomplot untuk menghabisi para Demon. Namun ada beberapa dari mereka, yang berkomplot dengan para Devil, merasa dirinya telah gagal, mereka mempunyai dendam untuk bersama-sama, berkerjasama dengan kegelapan untuk mengagalkan teman mereka sendiri, yakni memberantas para Demon. Singkatnya, mereka membantu para Devil untuk menjauhkannya dari incaran para Angel.” Daichi menjelaskan.
Angel, Devil, dan… Fallen Angel?
Aku menoleh kearah Gin. Dia.. gagal menjadi Angel? Seperti apa.. identitas Gin yang sesungguhnya?
“"Untuk apa kau menatapku seperti itu hah? Kau yang tidak punya harga diri dan bersekutu dengan iblis tidak pantas melihatku! Matamu sudah terkontaminasi, aku pun harus melenyapkan orang tidak berguna sepertimu!” Frau melebarkan sayapnya dan cahaya yang sangat terang mencuat dari kepakan sayapnya. “Hana!”
Hana menggumamkan sesuatu dibelakang Frau. Cahaya keluar dari bawah kakinya dan menaugi seluruh tubuhnya. Tiba-tiba saja ada pentagram di tengah-tengah kami dan sesuatu tampak keluar dari dalam tanah.
“Summon! Cockatrice!”
Tiba-tiba, seekor monster yang menyerupai naga berkaki dua tapi memiliki kepala yang tampak seperti ayam raksasa muncul dari pentagram tersebut, mencuat dari dalam tanah. Suaranya yang menggelegar memekakkan telinga. Wujudnya yang sangat besar dan kakinya yang sangat panjang seperti mampu menghabiskan kami semua hanya dalam sekali injaknya. Aku mengamati tubuhnya, bersiap jika dia mulai bergerak kearah kami.
“Sial! SIAPAPUN JANGAN TATAP MATANYA!” Kaito berteriak.
Aku terkejut. Aku menundukkan kepalaku seperti perintah Kaito. Hampir saja aku menatap matanya yang bulat dan besar. Tapi, bagaimana menyerangnya jika kita tak boleh menatapnya?
Aku mengatur nafasku. Warp Gate milik Gin membuatku merasa aku baru saja melewati pipa saluran air dimana oksigen sangat terbatas di dalamnya. Aku menarik nafasku, meyakinkan diriku sendiri bahwa kali ini aku tidak akan menjadi beban untuk yang lainnya. Aku memalingkan wajahku kearah para souler di belakangku. Daichi, Kaito, Gin, dan seseorang yang baru saja kukenal, Wind pengganti Kaze, Sai. Kali ini aku tidak gentar.
“Baiklah..” Gin memulai instruksinya. “Akan ada banyak Angel di depan, dan mereka pasti akan dengan cepat mendeteksi keberadaan kalian karna kalian “berbeda” dengan mereka, kita harus menajamkan seluruh indra setelah memasuki Celestia. Para Angel akan berlomba-lomba melenyapkan kalian kalau mereka menemukan aura kegelapan, jadi.. hati-hatilah. Setelah kita semua masuk, pastikan kalian semua terus maju tanpa ada keinginan untuk berhenti atau mundur. Apa kalian mengerti?”
Semuanya mengangguk dengan mantap.
Dan semuanya dimulai. Gin menggumamkan sesuatu yang tampak seperti mantra pembuka gerbang. Dia mengumpulkan cahaya di telapaknya, seperti halnya ketika kau ingin membuka pintu yang tersegel sandi kau perlu sesuatu yang berhubungan dengan pintu tersebut atau apa yang ada di dalam untuk membukanya. Gin melangkahkan kakinya dengan mantap dan menempelkan cahaya yang terkumpul di telapak tangannya dengan gerbang tersebut.
Rasanya aneh, kupikir. Kenapa waktu aku pertama kali mengunjungi Celestia, Kaze dengan mudah dapat membuka gerbangnya? Padahal dia Demon, dan Gin.. kenapa butuh lebih banyak prosedur? Kejujurankah yang menjadi proyeksi dari gerbang ini? Tapi kenapa Kaze bisa dengan mudah menembusnya?
“Lama sekali.” Kaito merenggut setelah akhirnya gerbangnya terbuka lebar.
“Jadi ini Celestia..” Sai menyeringai. Kaito langsung melesat masuk, diikuti Daichi.
“Hey! Tunggu! Kalian!” Gin mengejar mereka dari belakang. Aku yang tenggelam dalam pikiranku sendiri, kaget telah tertinggal oleh yang lainnya mengejar mereka, Sai berlari di belakangku.
“Dasar mereka ini.” Aku berlari sekuat tenaga.
----
“Hey Miyu, apa yang bersinar itu?” Gin sekarang berlari di sebelahku.
“Hm?” aku bingung apa maksudnya.
Tangan Gin berusaha meraih dadaku, dengan cepat kutampar pipinya.
“Kau! Apa-apan sih! Dasar cabul!!”
“Aku tak bermaksud, duh sakit.” Gin meraba pipinya yang memerah karna tamparanku.
“Lalu kenapa kau mengarah ke dadaku, huh?”, aku geram.
“Itu.. sesuatu.. bersinar..” Gin mengelus pipinya yang sakit.
Aku melihat ke tempat yang dimaksud Gin. Tapi aku tak menemukan sesuatu pun yang aneh.
“Bohong!”
“Aku bersumpah, Miyu. Sesuatu bersinar dari balik bajumu,”
“Cabul!!”
“Ada apa ini?” Daichi menghampiri aku dan Gin yang sedang bertengkar.
“Gin cabul ingin menyentuh dadaku!”
“Aku apa? Tidak seperti itu, percayalah! Sesuatu bersinar dari balik bajunya, apa kalian tidak bisa lihat?” Gin berusaha menjelaskan. Semua orang berhenti.
“Aku tidak lihat apapun.” Sai memegang dagunya. Kaito memperhatikan kearah yang dimaksud.
“A-apa? Kalian, jangan lihat dadaku!!” aku malu dan berusaha kabur dari mereka.
“Tunggu, Miyu!” Daichi mengejarku. Daichi berhasil menarik tanganku dan aku tidak bisa kabur lagi.
“Apa kau memakai sesuatu yang kau sembunyikan di dalam bajumu, Miyu? Bisa kau keluarkan?” Daichi menatapku.
“Kau jangan ikut-ikutan cabul, Daichi.”
“Tidak maksudku, sesuatu yang lain dari biasanya, sesuatu yang tidak pernah kau pakai sebelumnya.”
Aku berpikir sejenak. Dan sekarang akhirnya sadar apa yang mereka maksud.
“Ah.. Kalung.”
“Kalung?” Daichi mengernyitkan alisnya.
Kukeluarkan kalung tersebut dari dalam bajuku. Menjuntai dari leherku, kalung yang diberikan Sakura pagi ini. Aku ingat Sakura memberiku ini karna Hana dinyatakan menghilang. Kali ini kau mencoba memegangnya dibalik sarung tanganku. Aku tidak mau hal seperti tadi pagi terjadi lagi. Tenggelam dalam sorrow-ku sendiri.
“Ah.. symbol itu..” Gin gemetar melihat bandulnya.
“Kenapa?” aku meredam amarahku, dan sekarang merasa bersalah karna telah menamparnya.
“Seraphim.. symbol Angel tingkat tinggi.” Sai menatapku heran, “Pantas saja hanya Gin yang bisa melihat sinarnya. Darimana kau mendapat benda itu, Miyu?”
“Seseorang memberiku kalung ini tadi pagi. Tadinya hanya kumasukkan kedalam kantung celanaku, tapi aku takut hilang karna aku pelupa, terpaksa aku memakainya di leherku.”
“Siapa?” Kaito bertanya padaku tanpa peduli kenapa aku memakainya di leherku.
“Sakura..”
Kaito bertatapan dengan Daichi.
“Apa Sakura yang Miyu maksudkan ini teman kalian?” Sai berpaling menatap Kaito dan Daichi. Sai murid sekolah lain, tentu saja dia tidak mengenal murid sekolah kami selain Kaito, Daichi dan juga Kaze yang merupakan teman sejak kecilnya. Dan mungkin dia baru berkenalan dengan Gin di luar terowongan waktu tadi.
“Kenapa Sakura memberimu kalung Angel?” Daichi keheranan.
“Haah, apa kita punya banyak waktu?” Kaito bersikap tak acuh, “Nanti saja penjelasannya, kita harus fokus akan misi kita.” Kaito bergeming, “Dan Miyu.. ada baiknya kau tetap sembunyikan kalung itu dibawah bajumu, walau aku tidak yakin itu akan benar-benar tersembunyi, Karna dia bersinar.”
Aku menelan ludahku. Bingung akan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memasukan kembali bandul kalung Hana kedalam bajuku.
“Ayo kita lanjutkan. Sepertinya kita masih aman. Belum ada Angel yang sadar akan keberadaan kita.” Sai memutar matanya melihat ke sekeliling.
“Jadi.. kemana kita menuju?” Aku bertanya entah kepada siapa.
“Daichi, kau ingat dimana?” Kaito terus berlari.
“Ya.. sisi gelap Celestia.”
------
“Maafkan aku..”
“Kenapa kau bisa kehilangan benda itu? Kau ceroboh sekali, Hana.” Frau melipatkan tangannya di dadanya.
“Aku sungguh tidak mengerti. Aku yakin aku masih memakainya malam hari, tapi aku merasa seseorang hadir dalam kamarku. Aku merasa begitu tenang, tidak terancam sekalipun sehingga aku tidak menghentikan tidurku. Tapi, ketika aku bangun di pagi hari.. kalungnya hilang.” Hana menundukkan kepalanya.
“Dan kau berani untuk datang ke Celestia padahal lalai dalam mengerjakan tugasmu? Sekarang kita tidak bisa menyegel itu karnamu. Kita butuh batu Sapphire-nya untuk melengkapi curse-nya, aku sudah menahannya dengan Emerald-ku, tapi itu tidak akan cukup.” Suara Frau tampak kecewa, “ Padahal aku sudah mempercayaimu. Aku bisa saja memaafkanmu, tapi kita punya tugas penting.”
“Maaf..”
“Sudahlah, mari kita mencoba menyegelnya lagi. Aku tidak yakin apa bisa tanpa blue Sapphire, berharap saja yang terbaik.” Frau mengepakkan sayapnya layaknya seekor kupu-kupu dan terbang ke tempat dimana dia akan melakukan ritual penyegelan.
-------
“Sisi gelap? Celestia punya sisi gelap?” Aku mengernyitkan dahiku. Celestia? Tempat suci ini? Punya sisi gelap? Mana mungkin.
“Ya, kau tahu, layaknya sebuah koin yang selalu punya dua sisi. Yin dan Yang. Angel dan Demon. Sebanyak apapun cahaya putih di nadimu, itu tidak akan bisa melenyapkan sisi gelapmu. Karna hitam pun adalah cahaya.” Daichi menjelaskan, “Chamber of Light; Defiler. Tempat yang akan kita datangi.”
Aku terperangah. Banyak hal yang tidak kuketahui dalam dunia ini. Sebelum Eirin bangkit dalam tubuhku, aku tak pernah benar-benar peduli akan hal-hal yang bersampingan. Semuanya tampak sama saja dalam mataku. Sebagai manusia biasa. Semuanya kuanggap biasa terjadi, tanpa pernah membedakan cahaya ataupun sisi gelap. Dan sekarang, walau aku mempunyai lebih banyak sisi gelap dalam hidupku, dan aku tidak terkejut akan hal itu, aku tau dengan pasti apa yang harus kupilih saat ini. Cahaya atau kegelapan. Semuanya masih tampak sama di mataku.
Selagi kita semua berjalan sekarang. Sepertinya Daichi atau Kaito baru saja membuat proteksi kecil disekitar kami sehingga belum ada tanda-tanda bahwa kami ketahuan. Gin, yang berjalan disampingku dengan jubahnya yang menjuntai kebawah, ada rasa yang aneh dalam diriku yang sebenarnya sejak lama ingin kutanyakan padanya.
“Gin.” Panggilku pelan.
“Ya, Miyu?” Dia menoleh kearahku.
“Ada hal yang ingin kutanyakan.” “Apa?”
Aku merasa ragu. Tapi, aku sangat ingin mengetahui jawabannya.
“Kenapa..”
“Hah?” Alisnya mengerut di dahinya.
“Kenapa kau.. membantu kami? Kau.. Angel kan? Sedangkan kami adalah iblis, seharusnya kau juga akan melenyapkan kami bukan?”
Gin tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Aku tahu. Sepertinya aku telah bertanya hal yang tidak seharusnya kutanyakan.
“Tunggu.” Kaito melebarkan tangan kanannya. Menahan kami agar berhenti bergerak.
“Ada apa?” Sai mencoba mengangkat Sword Dessertnya. Walau dia bertanya ada apa, tapi aku tau dengan pasti bahwa dia sebenarnya tau akan apa yang kami bakal hadapi. Dia hanya butuh diberi penjelasan saja.
“Frau..” Daichi, yang sebelumnya pernah bertarung dengannya dan membiarkan wanita itu tetap hidup, mengenalinya.
Aku menahan napasku. Berharap bahwa kehadiranku tidak dirasakannya. Aku sadar itu hal bodoh yang bisa kulakukan karna cepat saja, Frau menyadari keberadaan kami.
“Wah, aku tidak menyangka akan berpapasan dengan kalian, walau aku yakin kalian pasti datang.” Frau mencoba tersenyum manis.
Aku melihat seseorang disana. Seseorang dengan rambut coklat di sebelah Frau. Hana.
“Hana, jadi kau.. pergi ke tempat ini?”
“Miyu, aku mengemban tugas pertamaku, kali ini saja, tolong jangan ganggu aku.” Hana berucap dingin. Dia tampak lain tiap kali melihat aku bersama Daichi. Padahal beberapa hari yang lalu dia menangis di pelukanku, di rumah sakit tempatnya dirawat.
“4 lawan 2, kalian sungguh licik, ditambah lagi, 3 orang dari kalian lelaki.” Frau menghardik.
“Kita bisa melewatkan pertarungan, kalau kau bersuka hati memberikan kami tubuh Kaze.” Daichi mencoba bernegosiasi.
“Daichi.. andai saja bisa seperti itu. Aku sudah tidak mau melawanmu lagi. Tapi ini adalah tugas. Aku tidak bisa berpaling. Walau nyawaku taruhannya.”
“Frau… Aku pernah bilang kan kalau aku tak suka bertarung melawan wanita.” Ujar Daichi sedih.
“Kalau begitu kenapa tidak bersama-sama saja? Toh aku juga akan melenyapkan kalian semua di dalam teritorialku ini. AHAHAHA!” Frau tertawa sinis.
"Bagaimana dengan ritual kita?" Hana bertanya ragu.
"Bagaimana bisa kita menjalankan ritual itu kalau ada pengganggu ini?!"
Frau mengangkat tangannya. Seketika saja, Celestia tempat kami berpijak berubah menjadi arena bertarung yang terkunci. Seperti ada dinding transparan yang melapisi untuk mengunci kami dan tidak bisa kabur.
“Oh, rupanya kau sekarang berkomplot dengan para sampah ini? Lucu sekali, orang-orang yang tidak berguna ditambah orang yang gagal, wahai The Fallen Angel, Gin.” Frau menghardik. Dia menatap kearah Gin dengan sinis.
The Fallen Angel?
“Apa katanya..” Ucapku tak mengerti.
“Seperti yang dia bilang, Miyu.” Gin mencengkram Spearnya erat. “Aku, pernah gagal dalam menjalankan misiku, dan aku sekarang adalah Fallen Angel.”
Masih ada ras yang lain?
“Miyu, saat jaman peperangan dahulu, diantara ras Angel atau Devil ada ras yang merupakan komplotan yang berusaha memberontak, komplotan yang gagal dalam misi mereka atau dalam pengabdian mereka, The Fallen Angel. Devil, yang selalu mengikatkan kontrak mereka dengan manusia dan menjalani tugas sesuai apa yang diperintahkan tuannya, sedangkan para Angel yang beberapa dari mereka juga mengikat kontrak dan menuntun para master-nya kedalam pengabdian Tuhan juga untuk melenyapkan keturunan iblis, satu kawanan yang lain, Fallen Angel, Angel yang gagal dalam menjalankan misi, bersama para Angel biasanya mereka berkomplot untuk menghabisi para Demon. Namun ada beberapa dari mereka, yang berkomplot dengan para Devil, merasa dirinya telah gagal, mereka mempunyai dendam untuk bersama-sama, berkerjasama dengan kegelapan untuk mengagalkan teman mereka sendiri, yakni memberantas para Demon. Singkatnya, mereka membantu para Devil untuk menjauhkannya dari incaran para Angel.” Daichi menjelaskan.
Angel, Devil, dan… Fallen Angel?
Aku menoleh kearah Gin. Dia.. gagal menjadi Angel? Seperti apa.. identitas Gin yang sesungguhnya?
“"Untuk apa kau menatapku seperti itu hah? Kau yang tidak punya harga diri dan bersekutu dengan iblis tidak pantas melihatku! Matamu sudah terkontaminasi, aku pun harus melenyapkan orang tidak berguna sepertimu!” Frau melebarkan sayapnya dan cahaya yang sangat terang mencuat dari kepakan sayapnya. “Hana!”
Hana menggumamkan sesuatu dibelakang Frau. Cahaya keluar dari bawah kakinya dan menaugi seluruh tubuhnya. Tiba-tiba saja ada pentagram di tengah-tengah kami dan sesuatu tampak keluar dari dalam tanah.
“Summon! Cockatrice!”
Tiba-tiba, seekor monster yang menyerupai naga berkaki dua tapi memiliki kepala yang tampak seperti ayam raksasa muncul dari pentagram tersebut, mencuat dari dalam tanah. Suaranya yang menggelegar memekakkan telinga. Wujudnya yang sangat besar dan kakinya yang sangat panjang seperti mampu menghabiskan kami semua hanya dalam sekali injaknya. Aku mengamati tubuhnya, bersiap jika dia mulai bergerak kearah kami.
“Sial! SIAPAPUN JANGAN TATAP MATANYA!” Kaito berteriak.
Aku terkejut. Aku menundukkan kepalaku seperti perintah Kaito. Hampir saja aku menatap matanya yang bulat dan besar. Tapi, bagaimana menyerangnya jika kita tak boleh menatapnya?
My Cursed Heart [Chapter 14 - The Milestone of Sorrow]
//Thursday, February 16, 2012
//Posted by darakyu706
Tag :// novels