Chapter nine: Each, and Every person’s path
Celestia, nama tempat yang sekarang kami datangi. Aku, Daichi, Kaito, juga Kaze menginjakkan kaki kami di depan hamparan kabut putih di atas awan. Di depan kami tampak istana yang megah, bangunan di sekelilingnya tampak teratur dengan campuran tanaman merambat yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga dengan berbagai warna, seperti heaven. Gambaran yang diinginkan semua orang. Tempat yang penuh kedamaian. Tapi disini, aku akan mengambil sahabatku kembali.
“Kau sudah siap Miyu?” Kaze menatapku lurus.
Aku mengangguk. Menunjukkan kesediaanku. Apapun yang akan terjadi aku sudah siap dengan resikonya. Walau maut menghantui kami.
“Berhati-hatilah”, Kaze menerobos masuk ke dalam kabut putih yang pekat, dia sebagai leader kami berada di depan sebagai penunjuk jalan, juga sebagai “mata” jika ada seseorang yang akan menyerang kami. Aku berlari di belakang Kaito dan Daichi berlari di belakangku. Aroma wewangian bunga memaksa masuk ke hidung kami.
“Don’t let your guard down” suara Kaze menggema.
Kami terus berlari lurus. Tetap memastikan bahwa Angel lain tidak terlalu memperhatikan pergerakan kami. Kaze membekali kami semua dengan speed di kaki kami sehingga kami bisa bergerak cepat meskipun kami sulit melihat di bawah kabut putih yang rupanya memang sengaja tidak akan bisa ditembus oleh para demons untuk menjaga keamanan Celestia. Cahaya yang menyilaukan juga makin memperparah kondisi penglihatan kami. Aku tidak bisa melihat apapun selain jubah merah Kaito yang melambai di hadapanku.
“A-ha! Rupanya kita punya pengunjung disini.” Rokku tertawa kecil melihat kami yang berusaha berjuang maju dibawah kabut yang sulit untuk dilihat dengan mata biasa. Sayap putihnya yang runcing mencoba menahan kami untuk melaju.
“Kau lagi,” Kaito maju mendekati Rokku.
“Ah, kau sudah sembuh? Bagus sekali, Tuhan masih berbelas kasihan kepadamu.”
”Biarkan kami lewat. Kami sedang tidak ingin bermain-main denganmu.”
“Mana bisa? Kalian pasti ingin mengobrak-abrik tempat ini, iya kan? Kalian tidak ubahnya seperti si bodoh Ifrit yang suka sekali mengacau disini”
“Kau,” Badan Kaito mulai dipenuhi api. Dia lalu memalingkan wajahnya dari Rokku kearah kami.
“Dengar,” Kata Kaito, “Biar aku yang mengurus Rokku, kalian pergilah selagi aku menahannya.”
“Tapi,” aku mulai cemas.
“Sudahlah Miyu, percaya saja pada Kaito.” Kaze meyakinkanku.
“Baiklah,” aku menggengam erat spearku.
“Pada hitungan ke tiga,” Daichi memimpin,”Siap? TIGA!”
What! Kaget bercampur bingung akan intruksi Daichi aku memaksakan kakiku untuk berlari. Daichi bodoh. Kenapa langsung tiga tanpa melewati satu dan dua?!.
“Mau kemana kali—urgh!” Rokku terkena Fireball Kaito.
“Jangan mengalihkan pandanganmu pada lawanmu.” Bola api berpusing cepat di tangan kanan Kaito.
“Haha, jadi kau ingin melawanku lagi? Baiklah kuterima tantanganmu. Kali ini aku tidak akan kalah!” Rokku bergerak dengan cepat kearah Kaito dengan Rapiernya.
***
Aku mulai terengah-engah. Aku memang tidak mempunyai stamina yang kuat dalam bergerak.
“Kaze, kau bisa merasakan dimana Hana?”
“Ya, aku bisa merasakannya di suatu tempat yang tinggi.”
Kami terus berlari menembus kabut yang mengelilingi istana. Aku menoleh kebelakang. Kaito, semoga kau baik-baik saja.
***
Rapier Rokku mencoba menusuk Dagger Kaito. Kaito mencoba menahannya dengan sekuat tenaga.
“Kau, kau yang tenggelam dalam kegelapan, berani sekali kau menghampiri tempat kami, tidakkah kau tahu kalau ini adalah tempat suci? Demon seperti kalian tidak pantas berada di sini.”
“Memangnya kenapa kalau demon,” Kaito masih berusaha keras menahan Rapier Rokku, “Kita semua sama dari awal penciptaan, fate yang membedakan kita dan juga kita sendiri yang memilih tujuan hidup kita, aku tidak malu meskipun aku adalah seorang Demon, meskipun aku dibenci banyak orang tapi.. ini adalah hidupku dan aku yang akan memilih jalanku!” Kaito menebas Rapier Rokku sampai dia terjatuh ke belakang.
Rokku berdiri.
“Sama katamu? Kita tidak sama. Angel punya kesepakatan sendiri semenjak kami dilahirkan. Kami lebih berharga daripada kalian. Kami lebih dibutuhkan! Sword of Light!” Rapier Rokku bersinar dikelilingi cahaya.
“Kalian sungguh naïf.” Kaito mengibaskan Double Daggernya yang sekarang sudah dipenuhi api yang berpusing cepat, “Kalian tidak bisa merasakan apa yang kami rasakan, aku kasian pada kalian.”
“Diamlah! Kau tidak tahu betapa menderitanya kami karna para Demons! Dan karna kau, aku kehilangan 2 sayapku. Sayap yang aku bahkan mempertaruhkan hidupku untuk mendapatkannya. Aku benar-benar akan menghapusmu! Semoga kau mendapatkan kembali jalan kebenaranmu!”
Rokku mengibaskan Rapiernya. Melangkah dengan cepat kearah Kaito dan dia mengacungkan pedangnya tepat ke lengan kiri Kaito.
Jleb.
Darah mengalir dari lengan Kaito. Rapier Rokku yang runcing menembus lengan kiri Kaito dan masih menancap di tubuhnya.
“Khh,” Kaito menahan Rapier Rokku supaya tidak menancap lebih dalam lagi. Darah membanjiri lengan kirinya.
***
“Disini,” Kaze menyentuh dinding di depan kami. Semula yang aku kira dinding putih tebal itu perlahan-lahan berubah menjadi gerbang setelah di sentuh oleh Kaze. Gerbang yang dipenuhi dengan mawar itu pun terbuka dengan sendirinya seolah menantang kami untuk masuk.
“Well well, lihat siapa yang datang.” Frau melayang diatas kami.
“Frau! Dimana Hana?!” ucapku setengah berteriak. Suaraku menggema di seluruh ruangan.
“Jadi kau kesini untuk menariknya ke dalam kegelapan bersamamu? Tidak, tidak akan kubiarkan seperti itu. ini tempat suci, berani sekali kalian ke--!?”
Serangan Death scythe Kaze yang tiba-tiba nyaris menebas Frau.
Frau mendelik kearah Kaze. “Berani sekali,”
Daichi maju melewati kami, menghadang Kaze yang bersiap untuk menebas lagi.
“Biar aku yang menahannya,” Kata Daichi kepada Kaze.
“Kau yakin?”
“Ya, kalian lanjutkanlah mencari Hana, dan cepatlah!”
***
Kaito berusaha keras mengeluarkan Rapier Rokku dari lengannya. Napasnya mulai berantakan. Dan dia berhasil mencabutnya walau darah masih membasahi jubahnya.
“Kalian sungguh naïf, kalian lebih memilih untuk tidak menjalankan perasaan kalian karna kalian terlalu takut jatuh di dalam kegelapan,” Kaito berdiri dengan perlahan,”Biar kuberi tahu satu hal, merasakan bermacam-macam perasaan itu sungguh indah, tidakkah kau tahu itu? tidakkah kau merasa hidup dengan adanya berbagai macam perasaan yang mengalir di dalam dirimu?”
Kaito mengumpulkan api dan mengalirkan ke Daggernya. Dengan kecepatan kilat dia menghilang dari pandangan Rokku dan muncul tepat di belakangnya sambil menancapkan Daggernya ke punggung Rokku.
Rokku terjerembab berlutut.
“Urgh.. aku.. hanya menjalankan apa yang diperintahkan untukku,” Rokku berbalik dengan cepat, menangkupkan kedua tangannya, memunculkan Rapier kedua dari balik jubahnya. Kaito yang menyadari adanya Rapier kedua di tangan Rokku mundur dengan cepat ke belakang.
Rokku mencoba berdiri walau punggungnya sekarang bersimbah darah. Sekarang ada 2 Rapier di tangannya.
“Aku mengorbankan segalanya demi menjadi seorang Angel, aku mengorbankan semua keinginan manusiawiku demi mendapatkan sayap, aku hanya tahu berbagai perasaan itu tapi tidak bisa menikmatinya, sekarang kau pasti berpikir kalau itu sangat menyedihkan? Tidak, aku senang menjadi Angel. Aku senang semua orang menyukaiku. Aku senang dapat menjalankan tugasku karna kami lebih dibutuhkan!”
Rokku menempatkan kedua Rapiernya di masing-masing tangannya. Cahaya yang menaungi Celestia membentuk lingkaran-lingkaran kapsul yang melayang dan terbang terserap ke dalam tubuh Rokku. Dia mulai membelah diri, Rokku membuat kloning dirinya. Mereka yang berjumlah banyak sekarang mengelilingi Kaito.
Kaito menoleh kearah kloningan Rokku, menghitung segala kemungkinannya berdasarkan jumlah yang sekarang mengelilinginya. Kaito menjentikkan jarinya.
“Inferno.”
Percikan api keluar dari jentikkan tangan Kaito dan menyebar ke seluruh ruangan. Ruangan Celestia yang damai perlahan berubah menjadi padang api. Tubuh Kaito berpijar layaknya obor raksasa.
***
“Kau tidak malu melawan seorang wanita?” Frau masih berdiri santai di hadapan Daichi.
“Aku memang menghormati wanita, tapi tujuanku disini adalah prioritas utamaku. Jadi, maafkan aku.”
Daichi memasang kuda-kuda, bersiap kalau sewaktu-waktu Frau tiba-tiba mengeluarkan serangan.
“Wajahmu lumayan tampan untuk ukuran seorang Demon,” Frau melesat maju dan memegang dagu Daichi, “Kau tidak mau menjadi Angel?”
“Tidak, terima kasih. Aku cukup puas dengan hidupkku sekarang.”
“Ahahaha, kalian para Demon benar-benar bodoh, bagaimana kalau kita bermain-main lebih dulu?”
Serbuk sari mawar di sekeliling ruangan berterbangan dan berkumpul di telapak tangan Frau diselingi dengan cahaya. Dari kilatan cahaya itu muncul Beast Arrow di tangannya yang ramping.
Daichi mundur beberapa langkah.berpijak dengan kuat di bumi, dan mulai memikirkan rencana untuk bertahan.
***
“Fire Lance!”
Kaito menembakkan api yang muncul dari tangannya seperti tombak ke arah cloning-kloning Rokku. 1 dari mereka menjerit karna terbakar.
“Sepertinya kau melemah, huh?”
Rokku memberi instruksi kepada para kloningannya untuk menyerang Kaito, mereka semua lari bersatu menyerbu Kaito.
Kaito mulai terdesak.
“Fire Dart!”
Bola-bola api kecil berjatuhan dari langit, menyapu kloningan Rokku. Mereka semua jatuh bergulingan karna terbakar.
“Sial,” Rokku menggertakan giginya. Berkonsentrasi penuh pada Kaito dengan sisa-sisa energinya Rokku mengumpulkan cahaya di sekitar Celestia. Tubuhnya sedikit melemah karna serangan terakhir Kaito masih meninggalkan luka yang menganga si punggungnya.
“Ame Reconstruire,”
Kedua Rapier Rokku bercahaya, dan mereka bersatu. Kilatan cahaya yang keluar dari bersatunya Rapier Rokku tegak membelah langit. Rapiernya berubah menjadi Divine Long Sword.
“Aku hanya menjalankan tugasku, aku diharuskan untuk menghapus kegelapan di muka bumi. Kau tidak pernah mengerti, kau hanya hidup di dalam kegelapan. Aku yang akan melangkah lebih jauh daripadamu. Karna itu.. aku harus menghabisimu!”
“Mille la Lumiere!”
Seribu pedang muncul dari arah Divine Long Sword Rokku, menghujam dengan cepat kearah Kaito. Kaito yang mulai kehabisan energi karna membakar kloningan Rokku tidak sempat menghindar. Walhasil, serangan Rokku mengenai telak di badan Kaito.
“AAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRGGGGGGGGGHHHHHHHH!!!!!!!!”
Suara teriakan Kaito yang panjang menggema. Darah mengucur dari tubuhnya yang tersayat-sayat. Dia jatuh, terjerembab. Luka yang didapatnya sangat berat.
“Selesai,” Rokku mendekati tubuh Kaito yang tergolek lemah di tanah. Matanya tertutup. Rokku puas. Dia pun melangkah menjauhi badan Kaito, sambil menyeret Divine Long Swordnya dan hendak menolong Frau.
“Kau pemalas!”
“…..”
Aliran ingatan masa lalu Kaito mengalir di alam bawah sadarnya. Kaito yang sedang tidak sadarkan diri di dunia nyata kembali melihat alunan kisah yang terjadi di masa lalunya. Ingatan-ingatan yang seperti Jigsaw Puzzle muncul satu demi satu bergantian dengan cepat.
Kaito mencengkram dengan erat gelas di tangannya sampai retak. Darah mengucur dari tangannya. Kenangannya sehabis berkelahi dengan ayahnya mucul di benaknya. Aura kegelapan menaunginya. Kebencian seakan menelannya ke dalam kegelapan. Disaat seperti itulah, sesosok makhluk bangkit, berdiri di belakang Kaito, sama tinggi dengannya.
”Biarkan aku memberimu kekuatan,” Makhluk dengan rambut putih dan berjubah hitam serta mengeluarkan aura merah tersebut menyentuh punggung Kaito. Kaito tersentak kaget dan mundur beberapa langkah dengan gemetar.
“Siapa kau?”
“Namaku Ermac, aku ada di dalam dirimu, aku adalah kau, dan aku bangkit karna dirimu.”
Ingatan itu semakin memudar dan berganti dengan ingatan lain.
“Maafkan aku..”
Sesosok wanita muda membungkuk di hadapan Kaito, perasaan aneh menjalari tubuh Kaito, ya, dia sudah ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya.
Ingatannya bergantian.
“Namaku Miyu Sasakura, mohon bantuannya.”
Gadis berambut biru muncul di pikirannya. Anak baru pindahan yang sekarang bersekolah di Raigaku mengambil perhatiannya.
Sesuatu membuat Kaito kembali ingin meraih apa yang disesalinya di masa lalu. Aura Kaito meningkat tajam di sekitar badannya, dia menggerakan jari-jarinya.
“Aku… tidak akan kalah…”
Dia masih hidup. Kaito membuka matanya dan masih mencoba berdiri walau bersusah payah, dia mengelap darah dari bibirnya.
“Apiku.. tidak akan pernah padam.. tidak akan kubiarkan kau.. menghalangiku!”
Mata Kaito menatap tajam pada Rokku. Aura merah di sekeliling Kaito meningkat. Dia berubah menjadi berserk.
“Aku akan memperjuangkan hidupku, keinginanku, dan siapapun yang menghalangiku akan kubakar! HRAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!”
Lantai Inferno mengeluarkan api yang besar. Rokku terlihat tidak siap karna dia mengira Kaito sudah mati. Api dari bawah tanah menyatu dengan badan Kaito. Kaito mengucapkan spell.
“Aile d’incendie”
Sayap merah muncul di punggung Kaito. Rokku mencoba kabur tapi sepertinya lantai Inferno Kaito membakar kakinya dan membuatnya semakin lemah.
Kaito mengepakkan sayap merahnya. Dia melayang-layang sebentar dan mengumpulkan semua energi nya yang tersisa pada sayapnya. Dan akhirnya tibalah pada serangan terakhirnya..
“Tempete de Feu!”
Kaito berputar-putar searah jarum jam. Api di sekitar Inferno berkumpul pada sayapnya. Dia terbang melayang-layang dan berputar semakin cepat. Rokku tampak ketakutan. Sekeliling Inferno tercipta badai. Kaito terbang mencuat ke atas dengan api berputar-putar di bawahnya. Kaito terus terbang ke atas dengan cepat, dan sampai pada puncaknya dia berhenti. Api yang terkumpul di sayapnya diledakkan dari tubuh Kaito dan terciptalah tornado. Tornado itu berdesing ke segala arah dengan cepat dan menghampiri Rokku. Rooku tidak sempat lari atau pun melakukan pertahanan. Tornado Kaito membakar habis Rokku.
“Gaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh!!!!!!”
Rokku terbakar habis api Kaito, tubuhnya terkoyak hangus. Dia terbakar cukup lama sampai tornado Kaito menghilang.
“Done..”
Kesadaran Kaito mulai menjauh. Dia terbang melayang turun perlahan, sayap apinya melebur perlahan-lahan di udara. Dia kehabisan energi. Dia semakin turun dengan cepat. Dan akhirnya terjatuh ditanah, lantai Inferno menghilang. Kaito kehilangan kesadarannya di depan tubuh Rokku yang sekarat dan gosong.
***
Aku dan Kaze tiba di lantai tertinggi di Celestia. Cahayanya sangat menyilaukan mataku. Aku hampir tidak bisa melihat dengan jelas karna terlalu terang. Hamparan kabut putih pun mulai menipis, diselingi dengan cahaya yang menyilaukan. Di depan kami lagi-lagi ada gerbang. Gerbang yang sangat besar. Aku menoleh kearah Kaze. Kaze mengangguk padaku. Dia menjulurkan tangannya dan menyentuh gerbang yang sangat besar itu. gerbang itu pun terbuka dan cahaya putih yang keluar dari ruangan langit di dalamnya semakin menyilaukan.
“Disini, aku yakin, hati-hati, Miyu,”
***
“Jadi kau benar-benar tidak ingin menyebrang ke arah kebenaran? Aku melihat adanya potensi di dalam dirimu, kau sungguh baik hati.”
Daichi tersenyum, “Maaf, tapi aku masih ingin merasakan apa arti kehidupan. Aku tidak ingin seperti kalian yang hanya terpaku pada tugas.”
Frau mulai terbakar,”Apa katamu?”
Frau terbang melayang mundur beberapa langkah, sambil mengarahkan panahnya ke arah Daichi.
“Kehidupan kau bilang? Kehidupan yang seperti apa? Ah, biar kutebak. Kau ingin hidup dengan gadis berambut biru itu?”
Muka Daichi memerah.
“Haha, jadi benar rupanya. Hidup seperti itukah yang kau inginkan? Hidup bersama orang yang sudah mengambil seseorang yang berharga untuk sahabatnya? Bukankah dia sudah menampikmu? Tapi dia masih mendekatimu? Sungguh perempuan munafik!”
“Hentikan.”
“Dan sekarang dia kesini bersamamu untuk menariknya kembali? Dia mempertaruhkan nyawanya hanya untuk kebohongan alibi yang ingin dia buat? Perempuan yang jahat sekali!”
“Hentikan!”
“Tanpa rasa bersalah dia memaksa Hana kembali? Tanpa memikirkan perasaannya dia bersenang-senang denganmu, kembali kesini dan lalu apa? Ingin melukai perasaannya lagi? Benar-benar keterlaluan.”
“Aku bilang HENTIKAN!”
Daichi mulai marah. “Memangnya kenapa kalau aku menyukainya? Memangnya kenapa kalau aku ingin hidup bersamanya? Walau aku menyukainya sekalipun, aku tidak mempunyai hak untuk memaksakan keinginanku. Meskipun dia tidak menyukaiku, meskipun aku tidak ada di pikirannya.. tapi, aku tetap akan melindunginya, aku tetap akan menjaganya sepenuh jiwa ragaku.”
Frau terdiam mendengar kata-kata Daichi.
“Kalian sama-sama munafik. Apa untungnya kalau orang yang kita sukai tidak menyukai kita kembali? Menyerah sajalah, lepaskan perasaanmu itu. Mungkin sedikit pencerahan bisa menetralkan pikiranmu kembali.”
Seketika saja ruangan yang dimana sebelumnya dipenuhi oleh bunga mawar, sekarang berubah menjadi area pertarungan yang sangat luas. Daichi bersiap dengan Double Edge Axenya.
“Biar kuberi tahu satu hal, perasaan yang kau jalani saat ini tidak akan membuatmu bahagia, lebih baik menyerah saja dan terima apapun yang sudah menjadi takdirmu.”
Daichi tersenyum lagi,”Tidak, aku akan memperjuangkan apa yang akan menjadi takdirku.”
“Hmph,” seringai terlihat dari bibir mungil Frau. Frau mengangkat Beast Arrownya ke atas sambil melayang-layang di udara, mengumpulkan cahaya Celestia ke dalamnya, dan sekarang Frau terbang di sekitar area pertarungan dengan kecepatan tinggi. Dan Daichi sulit menebak arah serangan Frau.
“Gaeric ver Armora”
Daichi mengaktifkan mantranya sehingga badannya menjadi sekuat besi dengan Iron Skin. Dia memperhatikan sekeliling, mempertajam penglihatannya diantara kabut putih Celestia yang semakin mempersulitnya untuk melihat dimana Frau. Hanya suara desingan sayap Frau yang bergerak sangat cepat yang bisa didengar Daichi, dan anehnya, suaranya ada dimana-mana.
“Flash Arrow,”
Semburat cahaya putih yang panjang datang dengan cepat dan langsung mengarah ke dada Daichi. Daichi yang tidak melihat panah yang datang dengan cepat tidak sempat menangkisnya. Panah Frau yang melaju kearah Daichi tiba-tiba terpental beberapa inci dari dada Daichi, namun di saat yang bersamaan, panah tersebut meledak dan mengeluarkan ledakan cahaya yang sangat menyilaukan. Daichi yang tersentak kaget dengan matanya yang terbelalak terkena efek ledakan Flasbang panah Frau. Daichi terdorong mundur beberapa langkah.
“Ugh—“
Daichi tidak bisa melihat apapun. Pandangannya menjadi putih, efek dari serangan Flashbang panah Frau. Dia buta sesaat. Daichi sempoyongan.
“Apa ini,” Daichi menggosok kedua matanya. Dia mengerjapkan kedua matanya. Berusaha mendapatkan kembali titik fokusnya. Semuanya terlihat putih.
“Kau sungguh menyedihkan,” Frau melayang-layang di udara. Kembali mengumpulkan para soul yang bercahaya di sekeliling Celestia kearah Arrownya. Entah karna jumlah cahaya di Celestia yang memang dipersiapkan untuk para Angel menghadapi Demon atau arena pertarungan yang sekarang sangat luas ini, cahaya yang terkumpul di Beast Arrow Frau banyak sekali. Mereka seperti terhisap ke Arrownya, dan ini membuatnya berevolusi. Ledakan cahaya muncul, dan Arrow Frau berubah menjadi Compressed Soul Arrow.
“DISPERSION!”
Frau berteriak, menembakkan Soul Arrow yang beribu-ribu jumlahnya dan menyerupai kelopak bunga mawar, yang dipadatinya menjadi sangat kecil dan banyak–sekarang menyerupai jarum. Kelopak-kelopak itu melayang-layang dengan cepat di sekeliling Daichi, menyebar ke berbagai penjuru. Daichi yang tidak bisa melihat apapun, mencoba menaikkan indra pendengarannya.
“Petales de la Fleur!”
Kelopak-kelopak itu mengarah tajam kearah Daichi. Kelopaknya yang banyak membuat keadaan sekarang menjadi seperti hujan jarum di Celestia. Kelopak jarum Frau mengoyak Iron skin Daichi. Jumlahnya yang sangat banyak dan menancap di tubuh Daichi membuat retakan di kulit-besi-nya. Daichi tidak bisa menghindar karna gerakan Frau yang sagat halus, layaknya burung kenari yang sedang terbang di udara. Iron Skinnya pecah berkeping-keping. Daichi terduduk lemas. Pandangannya mulai kembali normal sedikit demi sedikit.
“Tidakkah kau lihat? Keinginanmu hanyalah nafsu sesaat. Hilangkanlah perasaan itu dan kembali ke jalan kebenaran.” Frau, yang entah mengapa terdengar seperti, memohon.
“Aku.. akan tetap berada di jalanku.. aku yang menentukkan sendiri jalan kehidupanku!”
Daichi berdiri, menyentuh tangan kanannya. Sesuatu yang tampaknya memang sudah lama berada di sana tetapi tidak pernah diaktifkan dan dipedulikan, sekarang di munculkan kembali. Sesuatu seperti.. mata.
“Kau tidak akan pernah bisa menikmati kehidupanmu jika kau terus-terusan menolak apa yang bisa kau ubah dengan nasibmu. Temukanlah jalan kebenaranmu sendiri! Jalan apapun yang benar-benar kau inginkan di hidupmu.”
Daichi mengangkat punggung tangan kanannya. Frau yang sedikit lelah setelah mengeluarkan Petales de la Fleur, menatap Daichi yang bergerak mendekatinya dengan cepat. Daichi memaksa Frau untuk melihat kearah mata di tangannya.
“Maafkan aku.. Gorgon eyes!”
Pandangan Frau seperti terhisap ke punggung tangan kanan Daichi. Sedikit demi sedikit tubuhnya tidak bisa digerakkan. Sayapnya berubah menjadi batu. Dia jatuh ke lantai area.
“Hentikan..”
Frau tidak bisa menolak curse Daichi. Perlahan-lahan Frau berubah menjadi batu. Kakinya sudah tertahan ke dalam field. Badannya menjadi petrified.
“Jangan..”
Frau menangis. Tubuh bawahnya sudah mengeras dan sekarang kutukannya menjalar ke lehernya. Tiba-tiba Daichi merasakan aliran guncangan yang sangat hebat diantara distorsi kutukan Gorgon Eyes nya ke Frau. Aliran ingatan masa lalu Frau. Mengguncang pikirannya. Daichi terbawa ke ingatan masa lalu Frau. Frau berubah menjadi batu.
“I guess no one reads one like this, but many thanks to Ms. Yamauchi and Mr. Kawamura to translating this into English. By the way, Kieko. Congratulations on your marriage. I wish you every happiness.”
“Excellent! Pengucapan dan intonasinya sempurna! Pertahankan terus Frau.”
“Baik bu..”
“Anak itu selalu dapat pujian ya! Bisa apa saja, cantik, pintar, gaya, benar-benar sosok pujaan.”
“Orang tuanya juga hebat dari keluarga elit!”
Semua bisik-bisik mereka terdengar olehku.
“Tapi.. tidak ada lelaki yang berani mendekatinya, karena dia terlalu sempurna!”
Terlalu sempurna.. ah, kenapa image-ku jadi seperti itu, aku hanyalah gadis biasa, seperti yang lain, selain itu.. bukan mauku dipuja-puja begini.
“Gawat, Frau. Seorang model dari agency mama terluka saat pemotretan di luar negri. Mama harus segera kesana, mungkin satu minggu baru pulang.”
“Tapi papa kan juga sedang tugas luar, ma?!”
“Ya habis bagaimana lagi!”
“Tapi mama, besok kan aku..”
“Ah! Mobil mama sudah datang, mama akan segera berangkat, jadilah anak yang baik selama mama tidak ada, Frau.”
Terjadi lagi. Ini sudah berulang kali. Aku akan melewati hari besarku sendirian lagi. Hari ulang tahunku. Hari di mana aku memutuskan untuk menjalani hidup di dunia.
“Siapa dia, padahal lengannya di perban seperti itu, tapi dia tetap memaksa memasukan bola.”
Aku termangu melihat sesosok pemuda dengan rambut acak-acakan yang sedang bermain basket, lengan kirinya di perban. Tapi dia tetap berusaha untuk melakukan shoot ke dalam ring. Aku merasakan hal yang aneh di dalam perasaanku. Sepertinya aku jatuh cinta padanya.
Hari ini ulang tahunku. Sendirian. Tanpa ada orang tuaku atau teman yang menemaniku. Aku melangkahkan lagi kakiku ke lapangan basket tempat pertama aku melihatnya. Kuberanikan diriku untuk melihatnya lebih dekat. Dan dia disana. Tetap bermain basket dengan tangan kirinya yang di perban.
Semakin aku memandanganya, aku semakin menyukainya. Sosoknya yang bersusah payah untuk melakukan tembakan ke dalam ring dengan satu tangannya terlihat keren di mataku. Tiba-tiba bolanya bergulir ke arahku. Tanpa sadar aku meraihnya.
“Ah maaf, aku tidak menyadari ada orang lain disini.” Dia tersenyum padaku, dan entah kenapa air mataku bergulir seiring dengan senyumannya. Kumohon.. temani aku di hari ulang tahunku.
“Eh kenapa kau menangis?!”
Kami jadi lebih sering bertemu. Lelaki itu bernama Shin. Semakin lama perasaanku semakin mendalam kepadanya. Aku terus memendam perasaanku sampai lama sekali. Setiap hari yang kuhabiskan dengannya membuatku ingin menjadi bagian dari hidupnya. Shin sangat baik padaku. Aku benar-benar menyukainya.
“Shin… aku.. menyukaimu, kau mau pacaran denganku?”
Akhirnya kuberanikan diriku untuk menyatakan perasaanku padanya. Jantungku serasa ingin meledak. Aku malu sekali saat mengutarakannya.
“…..”
“Maaf, Frau… kau terlalu sempurna untukku..”
Aku berlari, cinta pertamaku kandas. Aku terus berlari tanpa tujuan dan menangis. Shin sangat berarti bagiku. Dan sekarang aku kehilangan cintaku, karna aku terlalu sempurna. Aku tidak ingin menjadi sempurna. Aku hanya ingin menjadi biasa. Tolong.. seseorang tolong aku.. Tuhan..
“Thou shall leave thee unreachable foolishness. Thou shall be an imaginary thee lightness.”
Blanc menghampiriku. Aku tersedot ke dalam cahaya yang menghapus semua kesedihanku. Perasaanku hilang. Dengan cepat aku bisa melupakan Shin. Dengan cepat aku bisa melupakan cinta pertamaku.. aku dipilih menjadi Angel. Aku diharuskan menjalankan tugasku.. aku akan melakukannya.. disini, di Celestia. Aku bertemu Rokku, aku mempunyai teman. Aku diterima karna kesempurnaanku. Aku ditakdirkan menjadi sempurna..
“Benediction de Lumiere”
Daichi tersentak. Dia merasakan aliran chakra yang mengalir di dalam patung batu Frau. Daichi berkeringat, sesuatu yang kuat dari dalam mengalir seperti ingin menghancurkan segel batunya. Tiba-tiba retakan terjadi. Dengan cepat cahaya menembus keluar dari retakan-retakan yang terjadi di kutukan-batu Daichi. Retakannya semakin banyak, sinar-sinar menyilaukan keluar dari sana. Makin lama retakannya semakin lebar dan membesar.
Praaangg.
Segel-batu Daichi pecah berkeping-keping.
“Bagaimana bisa,” Daichi terkejut.
“Aku, akan menjalankan tugasku,” Frau dikelilingi cahaya. Walau terengah-engah tapi dia seperti mendapat kekuatannya kembali. Frau memejamkan matanya, mengumpulkan semua cahaya yang bersinar terang di sekeliling tubuhnya ke dalam Compressed Soul Arrownya.
“Meteore Rain”
Frau melepaskan cahaya dari Compressed Soul Arrownya ke langit. Cahaya yang berdesing dengan cepat lalu meledak di langit, menyebabkan tumpahan cahaya-cahaya kecil seperti hujan, namun sayangnya hujan ini terasa tajam. Tangan Daichi yang terkena efek samping sehabis menggunakan gorgon eyes berubah menjadi batu. Daichi melihat ke atas. Bersiap untuk memblok serangan Frau dengan tangannya yang lain.
“Khh--!”
Daichi memblokir serangan Frau, tampak seperti payung besar yang transparan menghalangi panah Frau untuk menaklukan Daichi. Daichi berhasil menahan serangan Frau, namun panah Frau terus-terusan berjatuhan. Daichi yang hanya memblokir serangannya dengan satu tangan mulai terdesak. Pertahanannya mulai goyah.
“Uhh—”
Payung transparan Daichi tertembus. Pertahanannya hancur. Panah-panah yang seperti meteor menghujani badan Daichi.
“Gyaaaaaa!!!!”
Daichi terjatuh. Panah-panah Frau menyisakan luka sayatan di badannya. Frau terbang melayang turun setelah memakai kekuatannya yang tersisa.
“Kau, yang hampir mirip denganku, tinggalkan saja dia! Lupakan semua perasaan itu sebelum berkembang lebih jauh atau kau akan menyesal,” Frau terisak.
Daichi terengah-engah, mencoba bangun walau darah mengucur dari badan dan bibirnya. Daichi memegangi lengan kanannya yang masih sedikit mengeras.
“Aku.. sudah menetapkan diriku akan melindunginya..”, Daichi bangkit.
“Gaeric ver Armora”
Daichi mengaktifkan Iron Skinnya sekali lagi, namun kali ini dia lebih memusatkan pada tangan dan kakinya. Energi yang terkumpul sekarang dibuatnya menjadi solid, dan ini menjadikannya kedua telapak tangannya dipersenjatai dengan Fist dan Boots di kakinya. Energi Daichi meningkat. Tangan kanannya kembali normal. Gerakannya mejadi cepat, Frau kaget melihat perubahan pergerakan Daichi, dia terbang melesat mundur, namun Daichi tidak kalah cepat darinya. Boots di kakinya membuatnya seperti mempunyai pegas untuk menambah kecepatannya. Dia sekarang bergerak lebih cepat dari sebelumnya, berkali-kali lebih cepat. Frau ketakutan. Dia terus-terusan terbang mundur, namun sekali lagi, Daichi bisa mengejarnya berkat efek pegas di kakinya.
“Biar kuberi tahu satu hal,” Posisi Daichi sekarang dekat dengan Frau, “Bukan hanya kau yang bisa mengeluarkan meteor.”
Daichi mengerahkan seluruh energinya dan memusatkannya pada Fistnya.
“Meteore Ecraser!”
Seribu tinjuan di luncurkan oleh Daichi kepada Frau. Frau yang makin melemah tidak bisa mengelak serangan cepat Daichi. Tinjuan Daichi yang bertubi-tubi dan memakai power yang kuat, melukai Frau dengan berat. Frau kena telak serangan Daichi.
“Arrghh!! Hentikan! Hentikan! Kyaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!”
Frau terluka berat. Sayapnya terkoyak. Dia terjatuh ke tanah. Daichi memperlambat gerakannya. Dan sekarang dia terduduk lemas setelah menggunakan semua kekuatannya. Frau tak berdaya. Dia menatap Daichi dengan lemas.
“Kenapa.. kau tidak membunuhku..?”
Daichi tersenyum lemah.
“Aku sudah bilang, kan.. Aku menghormati wanita..”
***
“Hana!”
Itu dia. Aku melihatnya. Aku melihat Hana. Rambutnya yang berwarna coklat menjuntai dengan indah. Tetapi dia terperangkap. Sesuatu yang seperti sangkar besar menaunginya. Kedua mata Hana tertutup. Sekelilingnya cahaya yang pekat seakan ingin menerobos masuk ke dalam kulit cantiknya.
“Itu dia, Kaze! Cepat kita keluarkan dia!”, aku berlari kearah sangkar-Hana.
“Tunggu! Miyu!”, Kaze menahanku.
“Who is there?”
Sesosok makhluk dengan telinga meruncing—elf melayang turun, sayapnya yang terdiri dari 3 pasang sayap dengan ukuran yang cukup besar, mengepak dengan lembut di hamparan Celestia.
“I feel something presence which is not allowed here.”
Kaze bergerak maju untuk melindungiku. Lututku bergetar melihat sayap besar Seraph. Aku takut. Tapi aku sudah berjanji akan melewati apapun resikonya. Aku sudah berjanji akan menarik kembali sahabatku. Ya, janji adalah janji. Janji harus ditepati.
“Rupanya kau sudah terusik dengan kedatangan kami, hey Seraph. Kami ke Celestia hanya ingin mengambil sesuatu yang kecil. Kau cinta damai bukan?”, Kaze masih terlihat tenang.
Seraph mengepakkan sayapnya sekali lagi dengan lembut. Tapi dia kelihatan seperti berfikir sesuatu. Sementara itu, sangkar Hana semakin bersinar terang, cahaya yang berada di sekeliling Hana semakin ingin mengoyak kulitnya dan menembus masuk. Sementara aku, sudah waktunya untuk menyelamatkan sahabatku, pikirku. aku pun bersiap dengan Spearku kalau-kalau hal yang memang tidak kuinginkan, terjadi.
Post a Comment