Archive for May 2011
Chapter 11 : A Surprising Guest
“Aku gagal menjadi temannya, aku gagal melindunginya..”
“Miyu…”
Air mataku berjatuhan. Kaze pergi. Aku tidak bisa melindunginya. Teman macam apa aku ini. Eirin berjalan ke arahku. Dia memelukku. Rasa dingin menjalar di tubuhku. Kesedihanku yang tertahan mengalir di pundaknya.
“Aku sungguh tidak berguna..”
“Sudahlah, Miyu..”, Eirin mengusap airmataku.
“Aku telah membunuhnya.. hanya untuk keegoisanku.. aku telah membunuhnya..”
“Miyu, sadarlah,” Eirin menatap lurus mataku, “Tenang Miyu, Kaze.. tidak akan pernah mati.”
***
Tiga hari berlalu semenjak kejadian di Celestia. Hana masih di rumah sakit dan belum tersadar dari komanya. Walau akhirnya semuanya dapat kembali seperti semula, tapi aku tetap saja merasa terpukul atas hilangnya Kaze. Aku melangkahkan kakiku dengan berat ke ruangan klub. Aku membuka pintunya perlahan-lahan dan berharap kalau Kaze sedang berlatih pernafasan seperti biasanya. Kosong. Aku menghela nafasku.
Aku berjalan kearah meja di tengah ruangan yang biasa kami pakai untuk berdiskusi. Aku teringat pertama kali aku bertemu Kaze. Dia selalu menolongku. Aku menundukkan kepalaku, aku menangis dalam diam.
“Miyu?”,
“Kaito? Kenapa kau ada disini?”, aku terkejut.
“Kenapa katamu? Kita kan satu klub.”
Ahh. Bodohnya aku. Aku lupa hal itu.
Kaito duduk di sebelahku dan memperhatikan mataku yang basah. Dia menepuk kepalaku.
“Tenang saja, Kaze pasti kembali.”
***
Aku menatap langit. Jalan sendirian sepulang sekolah rasanya jadi lebih sepi dari sebelumnya. Sakura harus mengikuti klubnya sepulang sekolah, jadi kami tidak bisa pulang bersama. Aku merindukan Hana. Dia pasti akan cemas kalau melihatku bersedih begini. Ah kenapa langit rasanya luas sekali.
“Meow,”
Suara kucing? Aku menoleh ke asal suara tersebut. Seekor kucing hitam terduduk di atas kardus terbuka menatap ke arahku dengan memelas. Aku menatap sekelilingku. Aku merasa kasihan pada kucing itu. aku mengangkatnya dan menggendongnya.
“Kasihan sekali, apa kau dibuang oleh pemilikmu?” aku mengusap kepalanya.
“……”, kucing itu diam penuh misteri.
“Baiklah aku akan merawatmu.”
***
Aku berendam di bathtube kamar mandiku sambil memandikan Kuro yang kotor. Aku menamakannya Kuro sesuai dengan bulunya yang berwarna hitam. Aku mengusap-usapkan busa ke seluruh badannya dan dia kelihatan memberontak.
“Tenang Kuro, aku hanya ingin membersihkanmu.” , kataku sambil mengusap bahuku. Bekas luka dari serangan Seraph masih bisa kurasakan. Semuanya berlalu seperti mimpi buruk di hidupku.
“Kau tahu, kau mengingatkanku pada seseorang.” Aku membilas badan Kuro yang dipenuhi busa, “Seseorang yang gagal kulindungi. Seseorang yang selalu melindungiku.”
Air mataku menetes. Kuro melompat ke badanku, membuat busa-busa bercipratan ke wajahku. Dia mengusap kakinya di pipiku. Aku memandanginya. Dia seperti Kaze. Aku memeluknya sambil terus membilasnya.
“Kuro, apa kau tahu dimana Kaze sekarang?”
Aku memandangi vas bunga mawar yang terpampang di sudut kamar mandi tanpa tahu apa yang sedang kulihat. Kuro melompat keluar dari bathtubeku dan mengeringkan tubuhnya. Aku menatap langit-langit kamar mandiku. Kutenggelamkan seluruh badan sampai daguku di air busa dalam bathtubeku. Sekali saja aku ingin bertemu lagi..
***
Jam 05.45
Udara pagi yang dingin terasa menusuk tulangku. Hujan yang deras mengalir semalaman membasahi bum. Kuro menggeliat bangun dari tempat tidur keranjangnya yang kubuat dari parsel biskuit tahun lalu. Dia menguap dan memandangku. Aku memutuskan untuk membawanya ke sekolah, toh aku bisa menaruhnya di ruang klub selama pelajaran berlangsung.
Aku berjalan dengan gontai kearah sekolah, rasanya akhhir-akhir ini aku jadi malas untuk berangkat ke sekolah. Tanah yang masih basah karna hujan menguapkan aroma yang menyegarkan. Kuro berada di pelukanku, kali ini dia lebih tenang dari sebelumnya, mungkin juga karna masih terlalu pagi sehingga dia masih bermalas-malasan untuk menggerakkan ototnya.
Aku menghentikan langkahku. Aku melihat sosok seorang lelaki di depanku. Aku dan Kuro langsung mencari tempat untuk bersembunyi. Kaito? Sedang apa dia?
“Sudah lama.. Eari..”
“Sepertinya kau bertambah tinggi ya, Kaito”
Seorang gadis cantik berambut coklat lurus dengan sedikit keriting di bawahnya tersenyum kearah Kaito. Dia menepuk kepala Kaito. Kaito.. ekspresinya tidak bisa kutebak.
“Sssstt.. diam Kuro.” Aku berbisik kepada Kuro yang bergerak-gerak di pelukanku.
“Aku baru hari ini tiba dari London, ayahku bilang kau bersekolah di Rainen Gakuen, jadi aku memutuskan untuk pindah ke sekolah ini.” , Rambutnya yang halus tertiup angin.
“Oh..”
“Kaito.. kau tidak pernah berubah ya?”, sekali lagi gadis itu melempar senyumnya kepada Kaito. Aku yang perempuan saja melihatnya sungguh cantik, bagaimana kalau para lelaki yang melihatnya?
“Jangan selalu membahas masa lalu.” , Kaito beranjak pergi dari tempat itu.
“Ah, tunggu Kaito!”, Eari mengejarnya di belakangnya.
Aku terpaku. Gadis di masa lalunya? Mungkin dia…
”Auch!” ,Kuro mencakar lenganku dan memberontak dari pelukanku, dia melompat keatas gerbang sekolah. Aku mengejarnya.
“Kuro! Cepat turun!”, aku berteriak memanggilnya tapi dia pura-pura tidak mendengarku.
“Miyu? Ada apa?”
“Ah, Daichi”, Daichi mendadak muncul di belakangku, dia kelihatan lebih dewasa semenjak pertarungan terakhir di Celestia, ”Itu kucingmu?”
“Iya, namanya Kuro, err… kau bisa membantuku?”
“Tapi kita kan dilarang membawa hewan ke sekolah.”
“Kumohon Daichi, rahasiakan hal ini, kumohon”, aku menangkupkan kedua tanganku memohon kepada Daichi.
“Baiklah,” Daichi menghela nafas.
Dia memanjat gerbang sekolah, mengambil Kuro yang menggeliat, dan memanjat turun dengan perlahan. Para gadis penggemar Daichi yang kebetulan lewat berhenti menyaksikan adegan-penyelamatan-Kuro. Mereka berkerumun dan bersorak meneriaki kata “kyaa” dan “hebat”.
“Sial”, Daichi memberikan Kuro kepadaku, “Maaf Miyu, aku duluan ya.”,
Daichi kabur ke dalam sekolah. aku terkekeh. Dia selalu seperti itu saat para penggemarnya muncul.
“Kuro, kau dihukum tidak boleh ikut lagi besok kalau kau tetap seperti ini!”, Kuro memasukkan kepalanya ke dalam lenganku.
Aku melangkahkan kakiku ke kelas yang rasanya sudah lama sekali kutinggalkan. Kuro sudah aman di ruang klub. Aku melihat Kaito yang kembali melakukan aktifitasnya seperti saat aku pertama kali melihatnya. Memandang keluar jendela. Sakura tampak lebih kurus daripada yang pernah kuingat. Mungkin absennya Hana mempengaruhi mentalnya karna bagaimanapun juga mereka sudah berteman semenjak kecil.
“Pagi Miyu.” Sakura tersenyum lemah.
“Pagi.” Aku membalas senyumnya.
Aku duduk di kursiku. Aku gugup. Pemandangan yang barusan kulihat rasanya ingin kutanyakan pada Kaito namun rasanya aku takut.
“Kaito..” , aku menelan ludahku.
“Ya?” , dia berbalik menoleh ke arahku.
“Gadis yang kau temui tadi pagi..”
“Ah, Eari maksudmu? Dia.. bisa dibilang seseorang di masa laluku.”, Kaito kembali menoleh ke luar jendela.
Seseorang.. di masa lalu?
Aku terpaku di tempatku. Tenggelam di dalam pikiranku sendiri sampai pelajaran pun sudah dimulai.
***
Seseorang di masa lalu itu.. apakah seseorang yang dia sukai? Otakku masih terus berpikir. Aku mengulum roti melonku. Apa sih yang aku pikirkan! Aku mengacak-acak rambutku.
“Hey Kuro, menurutmu, seseorang di masa lalu itu, kalau kita terus mengingatnya, berarti apa?”
Kuro seperti tidak mendengarku. Dia sibuk memakan Whiskasnya. Aku kesal tapi aku tidak bisa marah kepadanya. Aku mengelus kepala Kuro. Otakku tidak bisa berpikir yang lain selain apa yang kulihat pagi ini. Kaito dan Eari..
Jam sekolah sudah selesai. Aku mengecek ruang klub sekali lagi. Tetap kosong tanpa adanya Kaze. Aku mengambil Kuro dan melangkahkan kakiku ke gerbang sekolah. Suara lembut yang kudengar tadi pagi tertangkap di telingaku. Aku dan Kuro bersembunyi di samping lemari loker, tempat terdekat dan tercepat yang masuk di otakku.
“Sayang sekali kita tidak sekelas. Padahal aku berharap sekali bisa duduk di sampingmu.”
Kaito terdiam. Dia sibuk menalikan sepatunya.
“Kaito, kau tidak melupakkan janjimu kan?” Eari mendekati Kaito.
“Aku tidak pernah lupa.”
“Kau tahu,” Eari memainkan jarinya,”5 tahun di London aku terus memikirkanmu. Aku selalu berharap saat ini datang. Aku terus memikirkan jawabanku yang terakhir itu. Sepertinya aku telah berbuat kesalahan.” Eari menatap sepatunya.
Aku memeluk erat Kuro. Rasanya udara mulai menipis di sekitarku. Entah karna posisiku yang terselip di loker sepatu atau karna memang adrenalinku yang terpacu dengan cepat.
“Bisakah, kita memulainya lagi.. dari awal?”
“Aku memang menyukaimu.”
Tenggorokanku rasanya tercekat. Tubuhku rasanya kelu. Kuro jatuh karna peganganku yang mengendur. Bodoh.. aku sungguh bodoh..
Aku berlari sejauh yang bisa kulakukan. Tidak pernah sekalipun aku memikirkan bahwa orang yang kusukai menyukai orang lain. Ah.. ternyata tidak ada celah dihatinya untukku bisa masuk. Rasanya aku bodoh sekali. Aku terus berlari menjauh sambil terisak.
“Tapi, perasaan itu cepat datang dan cepat hilang dengan waktu. Aku memang menyukaimu, tapi itu sekarang hanyalah masa laluku.” Kaito berangsur pergi meninggalkan Eari yang menatap punggungnya dengan lembut.
DUKK.
Aku tersungkur. Rasanya bahuku seperti tertimpa akan sesuatu. Aku memegang bahuku yang sekarang berdenyut nyeri. Bola basket berbouncing di belakangku. Sakit…
“Miyu! Maaf sekali! Aku tidak sengaja.” Daichi berlari ketempatku dan mengelus bahuku.
“Daichi…” aku terisak. Aku baru tersadar kalau aku berhenti di lapangan basket dan Daichi tengah berlatih basket.
“Eh?! Sakit sekali ya? Ah maaf Miyu, aku tidak melihatmu berlari.”, Daichi kebingungan melihatku menangis. Dia menyangka aku menangis karna kesakitan bola basketnya mengenai bahuku.
“Beritahu aku..”, aku berusaha berbicara ditengah isakanku,”Bagaimana melupakan apa yang kita sukai..”
“Eh?”
“Beritahu aku.. Daichi..”, air mataku terus mengalir.
“Melupakan yang kita sukai ya..” Daichi berpikir sejenak dan mengambil bola basketnya.” Aku suka bermain basket. Walau karna suatu kecelakaan yang menyebabkan satu kakiku tidak bisa digunakkan lagi, aku akan memakai kakiku yang lain untuk tetap bermain basket. Bagaimana bila yang satu lagi itu tetap tidak bisa digunakan? Aku akan tetap bermain basket walau dengan kursi roda.”
“Kalau tetap tidak mungkin?”
Daichi menspin bola basketnya di telunjuknya,”Kalau tidak bisa lagi, aku akan memohon kepada Tuhan agar dilahirkan kembali dan akan tetap bermain basket, habis aku suka basket. Perasaan suka itu karna kita tidak bisa melupakannya makannya kita suka, kan?”.
Aku tertegun menatap Daichi. Kata-katanya serasa melonggarkan kembali paru-paruku yang sedari tadi menyempit.
“Eh, salah ya?”, Daichi salah tingkah ketika aku tertegun menatapnya.
“Daichi.. sekarang aku tahu kenapa mereka mengidolakanmu.”, aku tersenyum tulus kepadanya.
“Err..”, Semburat merah tergaris di pipinya. Dia mengambil bola basketnya dan memberikannya padaku.
“Daripada kau menangis terus, Miyu. Lebih baik kau menyalurkannya... dengan basket”, Daichi berdiri, ”Ayo kita battle 1 on 1.” Daichi menantangku.
Aku menepuk bola basket Daichi dan tersenyum simpul, “Baik! Kalau aku menang kau traktir aku ice cream ya!”
Daichi menyeringai kepadaku. Aku berlari ke tengah lapangan. Aku melakukan shoot 3 point. Walau aku benci olahraga namun basket satu-satunya olahraga yang sedikit kugemari.
“Wah! Aku kira kau tidak bisa olahraga, Miyu” Daichi terkejut. Daichi mengambil bola.
“Jangan menghitung anak ayam sebelum menetas.” Aku menyeringai dan berusaha kembali merebut bolanya dari Daichi.
Aku belum pernah menikmati berolah raga seperti saat ini. Bermain basket dengan Daichi rasanya kembali melapangkan hatiku. Keluh kesah yang bergemuruh didadaku rasanya semuanya lenyap bersamaan dengan nafasku. Aku terus menggerakkan badanku sampai semua perasaan sedih yang berkecamuk di batinku beberapa hari ini hilang melebur dengan peluhku.
***
“Sial aku kalah!”, Daichi terengah-engah.
Aku duduk menatap langit yang sekarang berwarna oranye sambil mengatur nafasku. Aku terkekeh.
“Sudahlah Daichi, aku tahu kau sengaja mengalah untukku, kan?”
Daichi duduk di sampingku dan tertawa, ”Sial, aku benar-benar kalah.”
Dan kami berdua tertawa. Daichi terlentang menatap langit.
“Terima kasih, Daichi.”
“Eh? Untuk apa?”
“Rasanya semua kesedihanku menghilang karnamu, terima kasih sudah membangkitkan semangatku.”
“Ah, aku tidak melakukan apapun Miyu, aku hanya menantangmu bermain basket, itu saja,” Daichi menatap langit yang sekarang dipenuhi oleh para angsa yang sedang bermigrasi ke selatan.
“Mungkin sekarang aku memang masih berupa telur, tapi sang bebek yang buruk rupa pun suatu saat akan menjadi angsa yang cantik, kan?”, aku ikut memperhatikan kerumunan angsa yang sekarang terbang semakin menjauh.
“Yah, bagaimanapun, kita memang harus selalu melihat ke depan.”, Daichi bangun dan menyorongkan tangannya kepadaku.
“Yuk, aku akan mentraktirmu ice cream sebagai permintaan maafku juga sudah memukul bahumu tadi dengan bola basketku.”
“Jangan menyesal, makanku tidak sedikit.”, aku terkekeh dan meraih tangan Daichi yang membantuku berdiri.
***
Aku melemparkan badanku di atas tempat tidurku. Tiba-tiba berolahraga membuat badanku pegal-pegal. Aku senang Daichi bisa membuatku melupakan semua hal sedih yang terjadi belakangan ini. Rasanya aku bisa bergantung pada Daichi setelah Kaze menghilang, walau pun dia bukan orang yang kuharapkan sebagai pegangan
Aku melirik jam dinding bergambar humpty lock yang menempel di kamarku. Jam 06.30 sore atau lebih tepatnya 18.30. Seragamku basah karna keringatku. Ah! Aku melupakan sesuatu, Kuro!
Aku beranjak bangun dari tempat tidurku. Baru saja aku ingin meraih handphoneku, aku melihat bayangan Kuro dengan ekor mataku. Dia sedang tertidur di keranjang-parsel-biskuit-tahun lalunya. Aku bernafas lega.
“Hey Kuro, saatnya mandi.”
Aku menggendongnya dan dia tersentak di dalam pelukanku, seperti biasa Kuro selalu memberontak kalau kuajak mandi, sifat khas kucing.
Aku melepaskan seluruh pakaianku. Bahuku masih sedikit berdenyut nyeri karna tabrakan dengan bola basket Daichi tadi. Di samping itu, bolanya tepat mengenai bekas luka yang ditorehkan Seraph. Rasanya benar-benar sakit. Kuro berdiri di atas dinding ventilasi kamar mandiku. Aku memijat bahuku. Khh.. nyeri sekali rasanya. Kuro memperhatikanku dengan tajam. Aku berjalan masuk ke dalam bathtubeku. Kupejamkan mataku, kuingat kembali hal-hal yang pernah diucapkan Kaze untukku. Konsentrasi, rasakan energi dari air mengalir dalam badanku. Aku menghembuskan nafasku pelan. Aku memusatkan energiku pada tangan kananku, lalu memijat bahuku. Tangan kananku terasa hangat. Aliran energi yang terpusat perlahan memberikan rasa nyaman pada bahuku. Aku tidak sadar apa yang telah terjadi tapi aku merasa bahuku lebih ringan dari sebelumnya. Perlahan kubuka mataku dan menatap Kuro yang tengah berdiri di ujung bathtubeku.
“Kuro, cepat masuk ke dalam bathtube.”
Aku menenggelamkan seluruh badanku, Kaito.. Eari.. Daichi.. Kaze dan Hana.
Rasanya kehidupanku entah sejak kapan menjadi berat sekali. Beban fate yang sudah digariskan untukku rasanya membuatku ingin lari sejauh yang aku bisa. Aku tidak tahu apakah ini hukuman untukku karna aku pernah membunuh seseorang di masa laluku, ya.. yoshiki..seandainya dia tidak bunuh diri.. seandainya aku tidak pernah bertemu Kaito..
Aku mengeluarkan kepalaku dari dalam air. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Yoshiki..
“Lagi-lagi menangis.”
Aku tersentak. Kuro berdiri di pinggir bathtube dan menatapku dengan tajam.
“Kau cengeng sekali, Miyu-chan”.
Aku terperangah menatap Kuro. D-d-dia bicara?!!
“K-Kuro.. kau.. kucing kan? Aku pasti berhalusinasi.”
“Bodoh. Masa tidak sadarkah? Sudahlah cepat keluar dari air, wajahmu sudah seperti mayat hidup”
Aku tidak bisa berkata-kata. Aku ternganga. Badanku rasanya bergetar. Aku pasti sudah sangat lelah sampai berhalusinasi. Kuro bisa bicara?! AKU BERMIMPI KAN?!
“Aku gagal menjadi temannya, aku gagal melindunginya..”
“Miyu…”
Air mataku berjatuhan. Kaze pergi. Aku tidak bisa melindunginya. Teman macam apa aku ini. Eirin berjalan ke arahku. Dia memelukku. Rasa dingin menjalar di tubuhku. Kesedihanku yang tertahan mengalir di pundaknya.
“Aku sungguh tidak berguna..”
“Sudahlah, Miyu..”, Eirin mengusap airmataku.
“Aku telah membunuhnya.. hanya untuk keegoisanku.. aku telah membunuhnya..”
“Miyu, sadarlah,” Eirin menatap lurus mataku, “Tenang Miyu, Kaze.. tidak akan pernah mati.”
***
Tiga hari berlalu semenjak kejadian di Celestia. Hana masih di rumah sakit dan belum tersadar dari komanya. Walau akhirnya semuanya dapat kembali seperti semula, tapi aku tetap saja merasa terpukul atas hilangnya Kaze. Aku melangkahkan kakiku dengan berat ke ruangan klub. Aku membuka pintunya perlahan-lahan dan berharap kalau Kaze sedang berlatih pernafasan seperti biasanya. Kosong. Aku menghela nafasku.
Aku berjalan kearah meja di tengah ruangan yang biasa kami pakai untuk berdiskusi. Aku teringat pertama kali aku bertemu Kaze. Dia selalu menolongku. Aku menundukkan kepalaku, aku menangis dalam diam.
“Miyu?”,
“Kaito? Kenapa kau ada disini?”, aku terkejut.
“Kenapa katamu? Kita kan satu klub.”
Ahh. Bodohnya aku. Aku lupa hal itu.
Kaito duduk di sebelahku dan memperhatikan mataku yang basah. Dia menepuk kepalaku.
“Tenang saja, Kaze pasti kembali.”
***
Aku menatap langit. Jalan sendirian sepulang sekolah rasanya jadi lebih sepi dari sebelumnya. Sakura harus mengikuti klubnya sepulang sekolah, jadi kami tidak bisa pulang bersama. Aku merindukan Hana. Dia pasti akan cemas kalau melihatku bersedih begini. Ah kenapa langit rasanya luas sekali.
“Meow,”
Suara kucing? Aku menoleh ke asal suara tersebut. Seekor kucing hitam terduduk di atas kardus terbuka menatap ke arahku dengan memelas. Aku menatap sekelilingku. Aku merasa kasihan pada kucing itu. aku mengangkatnya dan menggendongnya.
“Kasihan sekali, apa kau dibuang oleh pemilikmu?” aku mengusap kepalanya.
“……”, kucing itu diam penuh misteri.
“Baiklah aku akan merawatmu.”
***
Aku berendam di bathtube kamar mandiku sambil memandikan Kuro yang kotor. Aku menamakannya Kuro sesuai dengan bulunya yang berwarna hitam. Aku mengusap-usapkan busa ke seluruh badannya dan dia kelihatan memberontak.
“Tenang Kuro, aku hanya ingin membersihkanmu.” , kataku sambil mengusap bahuku. Bekas luka dari serangan Seraph masih bisa kurasakan. Semuanya berlalu seperti mimpi buruk di hidupku.
“Kau tahu, kau mengingatkanku pada seseorang.” Aku membilas badan Kuro yang dipenuhi busa, “Seseorang yang gagal kulindungi. Seseorang yang selalu melindungiku.”
Air mataku menetes. Kuro melompat ke badanku, membuat busa-busa bercipratan ke wajahku. Dia mengusap kakinya di pipiku. Aku memandanginya. Dia seperti Kaze. Aku memeluknya sambil terus membilasnya.
“Kuro, apa kau tahu dimana Kaze sekarang?”
Aku memandangi vas bunga mawar yang terpampang di sudut kamar mandi tanpa tahu apa yang sedang kulihat. Kuro melompat keluar dari bathtubeku dan mengeringkan tubuhnya. Aku menatap langit-langit kamar mandiku. Kutenggelamkan seluruh badan sampai daguku di air busa dalam bathtubeku. Sekali saja aku ingin bertemu lagi..
***
Jam 05.45
Udara pagi yang dingin terasa menusuk tulangku. Hujan yang deras mengalir semalaman membasahi bum. Kuro menggeliat bangun dari tempat tidur keranjangnya yang kubuat dari parsel biskuit tahun lalu. Dia menguap dan memandangku. Aku memutuskan untuk membawanya ke sekolah, toh aku bisa menaruhnya di ruang klub selama pelajaran berlangsung.
Aku berjalan dengan gontai kearah sekolah, rasanya akhhir-akhir ini aku jadi malas untuk berangkat ke sekolah. Tanah yang masih basah karna hujan menguapkan aroma yang menyegarkan. Kuro berada di pelukanku, kali ini dia lebih tenang dari sebelumnya, mungkin juga karna masih terlalu pagi sehingga dia masih bermalas-malasan untuk menggerakkan ototnya.
Aku menghentikan langkahku. Aku melihat sosok seorang lelaki di depanku. Aku dan Kuro langsung mencari tempat untuk bersembunyi. Kaito? Sedang apa dia?
“Sudah lama.. Eari..”
“Sepertinya kau bertambah tinggi ya, Kaito”
Seorang gadis cantik berambut coklat lurus dengan sedikit keriting di bawahnya tersenyum kearah Kaito. Dia menepuk kepala Kaito. Kaito.. ekspresinya tidak bisa kutebak.
“Sssstt.. diam Kuro.” Aku berbisik kepada Kuro yang bergerak-gerak di pelukanku.
“Aku baru hari ini tiba dari London, ayahku bilang kau bersekolah di Rainen Gakuen, jadi aku memutuskan untuk pindah ke sekolah ini.” , Rambutnya yang halus tertiup angin.
“Oh..”
“Kaito.. kau tidak pernah berubah ya?”, sekali lagi gadis itu melempar senyumnya kepada Kaito. Aku yang perempuan saja melihatnya sungguh cantik, bagaimana kalau para lelaki yang melihatnya?
“Jangan selalu membahas masa lalu.” , Kaito beranjak pergi dari tempat itu.
“Ah, tunggu Kaito!”, Eari mengejarnya di belakangnya.
Aku terpaku. Gadis di masa lalunya? Mungkin dia…
”Auch!” ,Kuro mencakar lenganku dan memberontak dari pelukanku, dia melompat keatas gerbang sekolah. Aku mengejarnya.
“Kuro! Cepat turun!”, aku berteriak memanggilnya tapi dia pura-pura tidak mendengarku.
“Miyu? Ada apa?”
“Ah, Daichi”, Daichi mendadak muncul di belakangku, dia kelihatan lebih dewasa semenjak pertarungan terakhir di Celestia, ”Itu kucingmu?”
“Iya, namanya Kuro, err… kau bisa membantuku?”
“Tapi kita kan dilarang membawa hewan ke sekolah.”
“Kumohon Daichi, rahasiakan hal ini, kumohon”, aku menangkupkan kedua tanganku memohon kepada Daichi.
“Baiklah,” Daichi menghela nafas.
Dia memanjat gerbang sekolah, mengambil Kuro yang menggeliat, dan memanjat turun dengan perlahan. Para gadis penggemar Daichi yang kebetulan lewat berhenti menyaksikan adegan-penyelamatan-Kuro. Mereka berkerumun dan bersorak meneriaki kata “kyaa” dan “hebat”.
“Sial”, Daichi memberikan Kuro kepadaku, “Maaf Miyu, aku duluan ya.”,
Daichi kabur ke dalam sekolah. aku terkekeh. Dia selalu seperti itu saat para penggemarnya muncul.
“Kuro, kau dihukum tidak boleh ikut lagi besok kalau kau tetap seperti ini!”, Kuro memasukkan kepalanya ke dalam lenganku.
Aku melangkahkan kakiku ke kelas yang rasanya sudah lama sekali kutinggalkan. Kuro sudah aman di ruang klub. Aku melihat Kaito yang kembali melakukan aktifitasnya seperti saat aku pertama kali melihatnya. Memandang keluar jendela. Sakura tampak lebih kurus daripada yang pernah kuingat. Mungkin absennya Hana mempengaruhi mentalnya karna bagaimanapun juga mereka sudah berteman semenjak kecil.
“Pagi Miyu.” Sakura tersenyum lemah.
“Pagi.” Aku membalas senyumnya.
Aku duduk di kursiku. Aku gugup. Pemandangan yang barusan kulihat rasanya ingin kutanyakan pada Kaito namun rasanya aku takut.
“Kaito..” , aku menelan ludahku.
“Ya?” , dia berbalik menoleh ke arahku.
“Gadis yang kau temui tadi pagi..”
“Ah, Eari maksudmu? Dia.. bisa dibilang seseorang di masa laluku.”, Kaito kembali menoleh ke luar jendela.
Seseorang.. di masa lalu?
Aku terpaku di tempatku. Tenggelam di dalam pikiranku sendiri sampai pelajaran pun sudah dimulai.
***
Seseorang di masa lalu itu.. apakah seseorang yang dia sukai? Otakku masih terus berpikir. Aku mengulum roti melonku. Apa sih yang aku pikirkan! Aku mengacak-acak rambutku.
“Hey Kuro, menurutmu, seseorang di masa lalu itu, kalau kita terus mengingatnya, berarti apa?”
Kuro seperti tidak mendengarku. Dia sibuk memakan Whiskasnya. Aku kesal tapi aku tidak bisa marah kepadanya. Aku mengelus kepala Kuro. Otakku tidak bisa berpikir yang lain selain apa yang kulihat pagi ini. Kaito dan Eari..
Jam sekolah sudah selesai. Aku mengecek ruang klub sekali lagi. Tetap kosong tanpa adanya Kaze. Aku mengambil Kuro dan melangkahkan kakiku ke gerbang sekolah. Suara lembut yang kudengar tadi pagi tertangkap di telingaku. Aku dan Kuro bersembunyi di samping lemari loker, tempat terdekat dan tercepat yang masuk di otakku.
“Sayang sekali kita tidak sekelas. Padahal aku berharap sekali bisa duduk di sampingmu.”
Kaito terdiam. Dia sibuk menalikan sepatunya.
“Kaito, kau tidak melupakkan janjimu kan?” Eari mendekati Kaito.
“Aku tidak pernah lupa.”
“Kau tahu,” Eari memainkan jarinya,”5 tahun di London aku terus memikirkanmu. Aku selalu berharap saat ini datang. Aku terus memikirkan jawabanku yang terakhir itu. Sepertinya aku telah berbuat kesalahan.” Eari menatap sepatunya.
Aku memeluk erat Kuro. Rasanya udara mulai menipis di sekitarku. Entah karna posisiku yang terselip di loker sepatu atau karna memang adrenalinku yang terpacu dengan cepat.
“Bisakah, kita memulainya lagi.. dari awal?”
“Aku memang menyukaimu.”
Tenggorokanku rasanya tercekat. Tubuhku rasanya kelu. Kuro jatuh karna peganganku yang mengendur. Bodoh.. aku sungguh bodoh..
Aku berlari sejauh yang bisa kulakukan. Tidak pernah sekalipun aku memikirkan bahwa orang yang kusukai menyukai orang lain. Ah.. ternyata tidak ada celah dihatinya untukku bisa masuk. Rasanya aku bodoh sekali. Aku terus berlari menjauh sambil terisak.
“Tapi, perasaan itu cepat datang dan cepat hilang dengan waktu. Aku memang menyukaimu, tapi itu sekarang hanyalah masa laluku.” Kaito berangsur pergi meninggalkan Eari yang menatap punggungnya dengan lembut.
DUKK.
Aku tersungkur. Rasanya bahuku seperti tertimpa akan sesuatu. Aku memegang bahuku yang sekarang berdenyut nyeri. Bola basket berbouncing di belakangku. Sakit…
“Miyu! Maaf sekali! Aku tidak sengaja.” Daichi berlari ketempatku dan mengelus bahuku.
“Daichi…” aku terisak. Aku baru tersadar kalau aku berhenti di lapangan basket dan Daichi tengah berlatih basket.
“Eh?! Sakit sekali ya? Ah maaf Miyu, aku tidak melihatmu berlari.”, Daichi kebingungan melihatku menangis. Dia menyangka aku menangis karna kesakitan bola basketnya mengenai bahuku.
“Beritahu aku..”, aku berusaha berbicara ditengah isakanku,”Bagaimana melupakan apa yang kita sukai..”
“Eh?”
“Beritahu aku.. Daichi..”, air mataku terus mengalir.
“Melupakan yang kita sukai ya..” Daichi berpikir sejenak dan mengambil bola basketnya.” Aku suka bermain basket. Walau karna suatu kecelakaan yang menyebabkan satu kakiku tidak bisa digunakkan lagi, aku akan memakai kakiku yang lain untuk tetap bermain basket. Bagaimana bila yang satu lagi itu tetap tidak bisa digunakan? Aku akan tetap bermain basket walau dengan kursi roda.”
“Kalau tetap tidak mungkin?”
Daichi menspin bola basketnya di telunjuknya,”Kalau tidak bisa lagi, aku akan memohon kepada Tuhan agar dilahirkan kembali dan akan tetap bermain basket, habis aku suka basket. Perasaan suka itu karna kita tidak bisa melupakannya makannya kita suka, kan?”.
Aku tertegun menatap Daichi. Kata-katanya serasa melonggarkan kembali paru-paruku yang sedari tadi menyempit.
“Eh, salah ya?”, Daichi salah tingkah ketika aku tertegun menatapnya.
“Daichi.. sekarang aku tahu kenapa mereka mengidolakanmu.”, aku tersenyum tulus kepadanya.
“Err..”, Semburat merah tergaris di pipinya. Dia mengambil bola basketnya dan memberikannya padaku.
“Daripada kau menangis terus, Miyu. Lebih baik kau menyalurkannya... dengan basket”, Daichi berdiri, ”Ayo kita battle 1 on 1.” Daichi menantangku.
Aku menepuk bola basket Daichi dan tersenyum simpul, “Baik! Kalau aku menang kau traktir aku ice cream ya!”
Daichi menyeringai kepadaku. Aku berlari ke tengah lapangan. Aku melakukan shoot 3 point. Walau aku benci olahraga namun basket satu-satunya olahraga yang sedikit kugemari.
“Wah! Aku kira kau tidak bisa olahraga, Miyu” Daichi terkejut. Daichi mengambil bola.
“Jangan menghitung anak ayam sebelum menetas.” Aku menyeringai dan berusaha kembali merebut bolanya dari Daichi.
Aku belum pernah menikmati berolah raga seperti saat ini. Bermain basket dengan Daichi rasanya kembali melapangkan hatiku. Keluh kesah yang bergemuruh didadaku rasanya semuanya lenyap bersamaan dengan nafasku. Aku terus menggerakkan badanku sampai semua perasaan sedih yang berkecamuk di batinku beberapa hari ini hilang melebur dengan peluhku.
***
“Sial aku kalah!”, Daichi terengah-engah.
Aku duduk menatap langit yang sekarang berwarna oranye sambil mengatur nafasku. Aku terkekeh.
“Sudahlah Daichi, aku tahu kau sengaja mengalah untukku, kan?”
Daichi duduk di sampingku dan tertawa, ”Sial, aku benar-benar kalah.”
Dan kami berdua tertawa. Daichi terlentang menatap langit.
“Terima kasih, Daichi.”
“Eh? Untuk apa?”
“Rasanya semua kesedihanku menghilang karnamu, terima kasih sudah membangkitkan semangatku.”
“Ah, aku tidak melakukan apapun Miyu, aku hanya menantangmu bermain basket, itu saja,” Daichi menatap langit yang sekarang dipenuhi oleh para angsa yang sedang bermigrasi ke selatan.
“Mungkin sekarang aku memang masih berupa telur, tapi sang bebek yang buruk rupa pun suatu saat akan menjadi angsa yang cantik, kan?”, aku ikut memperhatikan kerumunan angsa yang sekarang terbang semakin menjauh.
“Yah, bagaimanapun, kita memang harus selalu melihat ke depan.”, Daichi bangun dan menyorongkan tangannya kepadaku.
“Yuk, aku akan mentraktirmu ice cream sebagai permintaan maafku juga sudah memukul bahumu tadi dengan bola basketku.”
“Jangan menyesal, makanku tidak sedikit.”, aku terkekeh dan meraih tangan Daichi yang membantuku berdiri.
***
Aku melemparkan badanku di atas tempat tidurku. Tiba-tiba berolahraga membuat badanku pegal-pegal. Aku senang Daichi bisa membuatku melupakan semua hal sedih yang terjadi belakangan ini. Rasanya aku bisa bergantung pada Daichi setelah Kaze menghilang, walau pun dia bukan orang yang kuharapkan sebagai pegangan
Aku melirik jam dinding bergambar humpty lock yang menempel di kamarku. Jam 06.30 sore atau lebih tepatnya 18.30. Seragamku basah karna keringatku. Ah! Aku melupakan sesuatu, Kuro!
Aku beranjak bangun dari tempat tidurku. Baru saja aku ingin meraih handphoneku, aku melihat bayangan Kuro dengan ekor mataku. Dia sedang tertidur di keranjang-parsel-biskuit-tahun lalunya. Aku bernafas lega.
“Hey Kuro, saatnya mandi.”
Aku menggendongnya dan dia tersentak di dalam pelukanku, seperti biasa Kuro selalu memberontak kalau kuajak mandi, sifat khas kucing.
Aku melepaskan seluruh pakaianku. Bahuku masih sedikit berdenyut nyeri karna tabrakan dengan bola basket Daichi tadi. Di samping itu, bolanya tepat mengenai bekas luka yang ditorehkan Seraph. Rasanya benar-benar sakit. Kuro berdiri di atas dinding ventilasi kamar mandiku. Aku memijat bahuku. Khh.. nyeri sekali rasanya. Kuro memperhatikanku dengan tajam. Aku berjalan masuk ke dalam bathtubeku. Kupejamkan mataku, kuingat kembali hal-hal yang pernah diucapkan Kaze untukku. Konsentrasi, rasakan energi dari air mengalir dalam badanku. Aku menghembuskan nafasku pelan. Aku memusatkan energiku pada tangan kananku, lalu memijat bahuku. Tangan kananku terasa hangat. Aliran energi yang terpusat perlahan memberikan rasa nyaman pada bahuku. Aku tidak sadar apa yang telah terjadi tapi aku merasa bahuku lebih ringan dari sebelumnya. Perlahan kubuka mataku dan menatap Kuro yang tengah berdiri di ujung bathtubeku.
“Kuro, cepat masuk ke dalam bathtube.”
Aku menenggelamkan seluruh badanku, Kaito.. Eari.. Daichi.. Kaze dan Hana.
Rasanya kehidupanku entah sejak kapan menjadi berat sekali. Beban fate yang sudah digariskan untukku rasanya membuatku ingin lari sejauh yang aku bisa. Aku tidak tahu apakah ini hukuman untukku karna aku pernah membunuh seseorang di masa laluku, ya.. yoshiki..seandainya dia tidak bunuh diri.. seandainya aku tidak pernah bertemu Kaito..
Aku mengeluarkan kepalaku dari dalam air. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Yoshiki..
“Lagi-lagi menangis.”
Aku tersentak. Kuro berdiri di pinggir bathtube dan menatapku dengan tajam.
“Kau cengeng sekali, Miyu-chan”.
Aku terperangah menatap Kuro. D-d-dia bicara?!!
“K-Kuro.. kau.. kucing kan? Aku pasti berhalusinasi.”
“Bodoh. Masa tidak sadarkah? Sudahlah cepat keluar dari air, wajahmu sudah seperti mayat hidup”
Aku tidak bisa berkata-kata. Aku ternganga. Badanku rasanya bergetar. Aku pasti sudah sangat lelah sampai berhalusinasi. Kuro bisa bicara?! AKU BERMIMPI KAN?!
Tag :// novels
.....................
...............
..........
....
"Maaf... maafkan aku miyu.. "
Perlahan aku membuka mataku dari tidurku. Aku merasakan seluruh hal yang rasanya tidak asing tapi hanya samar-samar yang teringat di dalam memory ku.
"...Drein fu il rein far?" (what happen to me?). "Drias fu il moun fa?" (where am i now ?)
Aku yang bingung menatap dekorasi kamar dan tempat tidur yang bernuansa abad pertengahan dan dihiasi
dengan ornamen-ornamen nuansa Gothic yang aneh, aku merasa ini seperti tempat bersemayam sang kematian itu sendiri. Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing menyapaku.
"Hier koir fim lecesten Cherub..", (welcome back your majesty Cherub..)
Aku mencari sumber suara itu dan melihat Lucifer, the fallen angel berdiri menatapku sambil tersenyum.
"Ignior Lucifer , drein fu il rein far ? , drias fu il moun fa ?" sahutku penuh tanya.
"Lecesten Cherub , foer li hum keit trhu mien sil korl Lecesten."
(Majesty Cherub , you are now in Majesty Chamber)" jawab Lucifer
" Il seer Ignior Lucifer", (i see Lucifer)
kamarku ? apa yg terjadi dengan ini semua , ingatanku samar-samar sekali. Ditengah kebingungan ku tiba-tiba Lucifer berkata
"Lecesten Cherub , Youn Fo Cedremium lein Lechesten , slein il fa" (Majesty Cherub , Lord Of Creation call you, Follow me now.
"il slein fa , ignior"
perlahan aku berdiri dari duduk ku dan mengikutinya. Sesampainya disuatu tempat yang sangat mirip dengan mimpiku tiba-tiba ada suara yg sangat agung menyapaku.
"Cherub Loreneir , willom fim mien" (Cherub Loreneir , welcome to this place)
aku yg mencari sumber suara itu tidak menemukan apapun kecuali cahaya yang terang dan sangatlah megah. Aku hanya bisa terdiam sesaat hingga suara yang sama itu berkata lagi.
"Cherub , Il Meroyin foer koir fa" (cherub , I return your memory now)
tiba-tiba kepalaku terasa ingin pecah. Sakit yang sangat tidak tertahankan. ingatan ku tiba-tiba kembali. saking sakitnya serentak aku merasa semua terasa gelap.
aku pingsan..
lama kemudian aku terbangun ditempat yg aku kenal karena ingatanku telah kembali
"hmmm Taman Kegelapan di dalam Istana Kegelapan , well aku sudah pulang lagi"
tiba-tiba ada beberapa mahkluk datang mengagetkan
"Cherub , God of Darkness , selamat datang kembali !!!"
"Yep i'm back my friend" jawabku
di depan ku aku melihat
Neir Lumina , Goddess of Light
Agni Grifera , God of Fire
Sekundes Dhaos , God of Time
Sylvanus Elena , Goddess of Wind
There Litier , Goddess of Thunder
Gaeus Emerand , God of Earth
Aquenos Virdien , Goddess of Water
kami ber 8 adalah Dewa dan Dewi yg mengatur 8 element dasar dari seluruh kehidupan
"hey bagaimana kabar kalian , lama tak bertemu " tanya ku sambil tersenyum
jawab Agni. " seperti biasa , tak ada yg berubah , tapi kami semua menunggu misimu dari Lord of Creation selesai"
"jangan terlalu bermalas2an di Middle World , Cherub" sahut Sylvanus
"ah tidak lah semua sesuai rencana walau kalian pasti tau ada sedikit halangan yg tidak terduga dari Celestia
,tapi tenang saja semua pasti terkendali , aku sudah menemukan 3 dari 5 manusia yg terpilih untuk jaman yg baru Middle World" ,jawabku tenang
"kakkkk cherubbb , aku mau ikut ke Middle Earth , aku mau bertemu tiga orang itu" rengek Aquenos
"TIDAK BOLEH , kau pasti mau buat kekacauan lagi nanti disana " jawabku agak jengkel
"tenang saja Cherub sayang , Aquenos cm ingin berkenalan dengan mereka kok" ,Neir berusaha menenangkan ku sambil memelukku dari belakang
"heh lepaskan pelukanmu , ingat kita berbeda "
aku berusaha melepaskan diri dari pelukan Neir
"hahahaha tetap saja tidak berubah sifatmu Cherub " tawa Sekundes sambil menyindir sikapku ke Neir.
"maaf yah aku tidak akan merubah sifatku dan aku tidak mau merusak keseimbangan ini" jawabku
"umm... Cherub.... di Middle Earth ada banyak bunga ?" tanya There
"duh ini lagi , masih tetap tidak waras otaknya , iya ada banyak" jawabku ke There
There memang sering tidak beres , sering bertanya hal yg diluar topik atau melakukan hal - hal yg tidak jelas.
tiba-tiba Gaeus berkata "hmm , cherub saranku cepatlah temukan 5 orang itu , usia Middle Earth sudah sangat tua "
"ya aku tau itu.. , lebih baik aku tidak membuang-buang waktu lagi , baiklah Saudara - Saudari ku aku pergi lagi ke sana"
jawabku sambil bersiap - siap untuk pergi
setelah sekian lama tidak berkumpul , aku harus pergi lagi dari mereka untuk melanjutkan tugas ku di Middle Earth
atau lebih tepat Bumi....
setelah sampai di depan portal
tiba-tiba ada 7 Demon menghampiriku dan salah satu nya berteriak memanggil
"Hey Master , mau pergi sendirian tanpa kami ?"
aku berpaling dan menjawab
"ayo kita berangkat , yah itu terserah kalian mau ikut aku sekarang atau nanti "
"hahaha , kami ikut sekarang Master"
baiklah , Lucifer, Diablos, Baal, Fieros, Xylados, Kilothas, Laharl
saatnya bertugas
mereka lah 7 Demon Lord yg akan menjadi Followerku
Lucifer , The Fallen Angel
Diablos , The Dark Messenger
Baal , The Lord of Terror
Fieros , The Dark Fiery Beast
Xylados , The Death Shadow
Kilothas , The Dark Mercenary
Laharl , The Half Demon Overlord
"LET THE MISSION START" teriak ku sambil memasuki portal
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
"ughhhh kepalaku pusing" ujarku
kembali lagi ke bumi, siap bertugas lagi
tiba-tiba Lucifer muncul dan berkata "Master, fisikmu hancur pada saat battle di Celestia , jadi kami membuatkan fisik baru yang nanti bisa menampung seluruh kekuatan asli mu "
"baguslah kalau begitu" jawabku
"tapi....."
"tapi apa, Lu ?"
"untuk sementara bertahanlah dengan bentuk seperti itu dulu sampai fisik yg baru jadi"
"maksudmu ?" ,tanyaku bingung.
"lihatlah ke kaca"
aku melihat ke kaca di kamarku...
aku merasa ada yg aneh
aku melihat kucing hitam
....................
aku adalah kucing ?
"TIDAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!" teriakku panik
seorang Kurouiki Kaze adalah KUCING ?
oh tidakkkkk sampai kapan aku jadi kucing ?
pikiranku panik
"Master, jangan panik , fisik itu tidak akan lama sekali.. , lebih baik carilah hubungi dan cari 3 manusia terpilih itu"
"ya baiklah panik juga tidak ada gunanya" ujarku pasrah
aku akan menemui Miyu dulu , dia pasti yg paling merasa bersalah karena kematian ku
baru aku akan mencari yang lainnya , huff saatnya kembali lagi menjadi Kurouki Kaze
tapi dalam bentuk kucing , well aku harap semuanya bakal lancar.........
------------------------
...............
..........
....
"Maaf... maafkan aku miyu.. "
Perlahan aku membuka mataku dari tidurku. Aku merasakan seluruh hal yang rasanya tidak asing tapi hanya samar-samar yang teringat di dalam memory ku.
"...Drein fu il rein far?" (what happen to me?). "Drias fu il moun fa?" (where am i now ?)
Aku yang bingung menatap dekorasi kamar dan tempat tidur yang bernuansa abad pertengahan dan dihiasi
dengan ornamen-ornamen nuansa Gothic yang aneh, aku merasa ini seperti tempat bersemayam sang kematian itu sendiri. Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing menyapaku.
"Hier koir fim lecesten Cherub..", (welcome back your majesty Cherub..)
Aku mencari sumber suara itu dan melihat Lucifer, the fallen angel berdiri menatapku sambil tersenyum.
"Ignior Lucifer , drein fu il rein far ? , drias fu il moun fa ?" sahutku penuh tanya.
"Lecesten Cherub , foer li hum keit trhu mien sil korl Lecesten."
(Majesty Cherub , you are now in Majesty Chamber)" jawab Lucifer
" Il seer Ignior Lucifer", (i see Lucifer)
kamarku ? apa yg terjadi dengan ini semua , ingatanku samar-samar sekali. Ditengah kebingungan ku tiba-tiba Lucifer berkata
"Lecesten Cherub , Youn Fo Cedremium lein Lechesten , slein il fa" (Majesty Cherub , Lord Of Creation call you, Follow me now.
"il slein fa , ignior"
perlahan aku berdiri dari duduk ku dan mengikutinya. Sesampainya disuatu tempat yang sangat mirip dengan mimpiku tiba-tiba ada suara yg sangat agung menyapaku.
"Cherub Loreneir , willom fim mien" (Cherub Loreneir , welcome to this place)
aku yg mencari sumber suara itu tidak menemukan apapun kecuali cahaya yang terang dan sangatlah megah. Aku hanya bisa terdiam sesaat hingga suara yang sama itu berkata lagi.
"Cherub , Il Meroyin foer koir fa" (cherub , I return your memory now)
tiba-tiba kepalaku terasa ingin pecah. Sakit yang sangat tidak tertahankan. ingatan ku tiba-tiba kembali. saking sakitnya serentak aku merasa semua terasa gelap.
aku pingsan..
lama kemudian aku terbangun ditempat yg aku kenal karena ingatanku telah kembali
"hmmm Taman Kegelapan di dalam Istana Kegelapan , well aku sudah pulang lagi"
tiba-tiba ada beberapa mahkluk datang mengagetkan
"Cherub , God of Darkness , selamat datang kembali !!!"
"Yep i'm back my friend" jawabku
di depan ku aku melihat
Neir Lumina , Goddess of Light
Agni Grifera , God of Fire
Sekundes Dhaos , God of Time
Sylvanus Elena , Goddess of Wind
There Litier , Goddess of Thunder
Gaeus Emerand , God of Earth
Aquenos Virdien , Goddess of Water
kami ber 8 adalah Dewa dan Dewi yg mengatur 8 element dasar dari seluruh kehidupan
"hey bagaimana kabar kalian , lama tak bertemu " tanya ku sambil tersenyum
jawab Agni. " seperti biasa , tak ada yg berubah , tapi kami semua menunggu misimu dari Lord of Creation selesai"
"jangan terlalu bermalas2an di Middle World , Cherub" sahut Sylvanus
"ah tidak lah semua sesuai rencana walau kalian pasti tau ada sedikit halangan yg tidak terduga dari Celestia
,tapi tenang saja semua pasti terkendali , aku sudah menemukan 3 dari 5 manusia yg terpilih untuk jaman yg baru Middle World" ,jawabku tenang
"kakkkk cherubbb , aku mau ikut ke Middle Earth , aku mau bertemu tiga orang itu" rengek Aquenos
"TIDAK BOLEH , kau pasti mau buat kekacauan lagi nanti disana " jawabku agak jengkel
"tenang saja Cherub sayang , Aquenos cm ingin berkenalan dengan mereka kok" ,Neir berusaha menenangkan ku sambil memelukku dari belakang
"heh lepaskan pelukanmu , ingat kita berbeda "
aku berusaha melepaskan diri dari pelukan Neir
"hahahaha tetap saja tidak berubah sifatmu Cherub " tawa Sekundes sambil menyindir sikapku ke Neir.
"maaf yah aku tidak akan merubah sifatku dan aku tidak mau merusak keseimbangan ini" jawabku
"umm... Cherub.... di Middle Earth ada banyak bunga ?" tanya There
"duh ini lagi , masih tetap tidak waras otaknya , iya ada banyak" jawabku ke There
There memang sering tidak beres , sering bertanya hal yg diluar topik atau melakukan hal - hal yg tidak jelas.
tiba-tiba Gaeus berkata "hmm , cherub saranku cepatlah temukan 5 orang itu , usia Middle Earth sudah sangat tua "
"ya aku tau itu.. , lebih baik aku tidak membuang-buang waktu lagi , baiklah Saudara - Saudari ku aku pergi lagi ke sana"
jawabku sambil bersiap - siap untuk pergi
setelah sekian lama tidak berkumpul , aku harus pergi lagi dari mereka untuk melanjutkan tugas ku di Middle Earth
atau lebih tepat Bumi....
setelah sampai di depan portal
tiba-tiba ada 7 Demon menghampiriku dan salah satu nya berteriak memanggil
"Hey Master , mau pergi sendirian tanpa kami ?"
aku berpaling dan menjawab
"ayo kita berangkat , yah itu terserah kalian mau ikut aku sekarang atau nanti "
"hahaha , kami ikut sekarang Master"
baiklah , Lucifer, Diablos, Baal, Fieros, Xylados, Kilothas, Laharl
saatnya bertugas
mereka lah 7 Demon Lord yg akan menjadi Followerku
Lucifer , The Fallen Angel
Diablos , The Dark Messenger
Baal , The Lord of Terror
Fieros , The Dark Fiery Beast
Xylados , The Death Shadow
Kilothas , The Dark Mercenary
Laharl , The Half Demon Overlord
"LET THE MISSION START" teriak ku sambil memasuki portal
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
"ughhhh kepalaku pusing" ujarku
kembali lagi ke bumi, siap bertugas lagi
tiba-tiba Lucifer muncul dan berkata "Master, fisikmu hancur pada saat battle di Celestia , jadi kami membuatkan fisik baru yang nanti bisa menampung seluruh kekuatan asli mu "
"baguslah kalau begitu" jawabku
"tapi....."
"tapi apa, Lu ?"
"untuk sementara bertahanlah dengan bentuk seperti itu dulu sampai fisik yg baru jadi"
"maksudmu ?" ,tanyaku bingung.
"lihatlah ke kaca"
aku melihat ke kaca di kamarku...
aku merasa ada yg aneh
aku melihat kucing hitam
....................
aku adalah kucing ?
"TIDAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!!!!!!!!!" teriakku panik
seorang Kurouiki Kaze adalah KUCING ?
oh tidakkkkk sampai kapan aku jadi kucing ?
pikiranku panik
"Master, jangan panik , fisik itu tidak akan lama sekali.. , lebih baik carilah hubungi dan cari 3 manusia terpilih itu"
"ya baiklah panik juga tidak ada gunanya" ujarku pasrah
aku akan menemui Miyu dulu , dia pasti yg paling merasa bersalah karena kematian ku
baru aku akan mencari yang lainnya , huff saatnya kembali lagi menjadi Kurouki Kaze
tapi dalam bentuk kucing , well aku harap semuanya bakal lancar.........
------------------------
Tag :// novels